Chapter 45

3.6K 261 354
                                    

"Alvano, makasih," ucap Nadia berterima kasih. Dengan cepat Nadia berjalan kedepan dengan tergesa, bukan apa udah tak mau berurusan lagi dengan Alvaro maupun kembarannya. Pasti sama saja. Hobinya nyakitin.

"Apa yang bikin lo benggong sampe kayak gini?" Alvano sedikit berlari untuk menyeimbangi langkah gadis itu.

"Lo nggak perlu tau!" ketus Nadia.

"Tunggu!" Alvano memeggang pergelangan Nadia.

Nadia berbalik menatap Alvano.

"Kenapa? Lo mau nyakitin gue lebih dari ini, udah cukup Alvano. Gue nggak mau berurusan lagi sama lo maupun kembaran lo. Udah cukup." Nadia mengigit bibir bawahnya, meremas kuat ujung seragamnya. Membendung segala kesedihannya.

Alvano mencondongkan badannya, memeluk gadis itu dengan paksa, Nadia mencoba lepas, tapi Alvano mengeratkan badannya.

"Maafin gue, gue yang udah bikin lo terluka," ucap Alvano.

Nadia menumpahkan airmatanya dalam dekapan Alvano, tak lagi meronta untuk lepas.

"Maafin gue Nad, karena udah numbalin perasaan lo buat kebahagian Alvaro, seharusnya gue nggak nyuruh lo untuk deket ke Alvaro waktu itu. Gue cuma bisa minta maaf Nad."

Nadia melepaskan diri dari Alvano, menyeka airmatanya.

Nadia tersenyum dengan terpaksa.

"Lo nggak salah, gue deket sama Alvaro juga bukan karena permintaan dari lo dong No, gue tulus deket sama dia atas dasar kemauan gue sendiri, dan gue rasa ini semua cukup sampe disini, di udah bahagia, dan gue juga bahagia liat Alvaro bahagia." Lagi lagi Nadia tetap saja memperliatnya senyum palsunya, Alvano tentu bukanlah cowok bodoh yang akan mengira Nadia baik baik saja.

Nadia berbalik, akan pergi. Namun Alvano dengan cekatan meraih pinggang gadis itu. Menghempas jarak, wajah mereka berdekatan, Nadia gugup menatap wajah mengesankan Alvano.

"Izinin gue buat kasih kebahagian buat lo, gue janji bakal nghapus kenangan lo sama Alvaro dengan kenangan manis yang akan kita buat, Nadia, mau nggak lo jadi pacar gue," ujar Alvano serius.

Nadia mengedip ngedipkan matanya, Ia menahan nafas karena wajah mereka sangat dekat sekarang.

"Gue nggak butuh belas kasihan lo No, gue bisa ngatasin ini semua, ini cuma permasalahan waktu aja, lo nggak usah pura pura suka ke gue, untuk nghibur gue."

Alvano mendaratkan tangannya dipipi gadis itu. Nadia meremang saat cowok itu tersenyum manis dengan lesung pipinya, sangat jarang manusia kutub ini berekspresi seperti ini.

"Buat apa gue bohongin diri gue sendiri, gue suka sama lo udah lama sebelum gue minta lo deket sama Alvaro, bahkan sebenernya itu juga berat bagi gue ngerelain lo bahagia sama orang lain Nad," ujar Alvano sungguh sungguh mengutarakan perasaannya yang sebenarnya, Ia lega bisa mengatakannya setelah memendam sekian lama.

Nadia menatap Alvano dengan sendu, ternyata perasaannya sudah terbalas dari awal tapi kenapa cowok itu malah menyuruhnya pergi ke Alvaro kala itu.

"Tapi kenapa lo waktu itu minta gue deket sama Alvaro No, kalo lo nembak gue waktu itu gue pasti bakal terima tapi kalo sekarang, maaf No gue udah nggak ada perasaan lagi sama lo."

"Gue tau gue salah, karena nggak jujur sama perasaan gue waktu itu. Gue minta satu kesempatan lagi satu lagi kali aja, apakah gue masih pantas buat itu Nad, gue mohon, kita jalani aja dulu. Setelah itu lo bebas milih bahkan nolak gue terserah, tapi please kasih gue satu kesempatan lagi."

"Ya mungkin gue bisa kasih lo satu kali lagi."

Wajah Alvano berubah sumringah, cowok itu memeluk Nadia erat hingga badan gadis itu terangkat sangking senangnya. Nadia menerima anggap saja sebagai pelampiasan juga lah Nadia butuh seseorang sekarang ini.

***

Kencan pertama mereka diawali dengan Nadia yang menemani Alvano di perpustakaan kota, Nadia menghembuskan nafas panjang. Resiko punya pacar yang IQ tinggi kencannya gini amat, Nadia harus terpaksa membaca buku, Nadia yang enggan pun lebih memilih tidur dibalik buku ensiklopedia yang tebal bahkan sampulnya juga terbalik.

"Nadia, lo capek," ucap Alvano dengan mengelus puncak rambut gadis itu.

Sontak Nadia terperanjat.

"Eugh, nggakpapa No, cuma lagi males aja."

"Gimana kalo kita jalan jalan aja, gue tau pasti lo bosen disini," cetus Alvano, Ia beranjak dari duduknya.

Setelah itupun, mereka jalan jalan ke mall untuk menghibur rasa jengah Nadia, Alvano juga mengajak Nadia ke gerai skincare, specialy untuk Nadia. Apapun yang Nadia sentuh itu dibeli oleh Alvano yang keturunan anak orang kaya. Seharusnya Nadia senang punya pacar seperti Alvano yang pengertian walaupun begitu Nadia masih merasa hatinya hampa, mungkin itu semua adalah keinginan para cewek diluar sana punya pacar kayak Alvano yang boyfriend materialable, tapi Nadia tetap tak sreg hatinya masih tertinggal di hati yang lain.

"Mau nonton?" tawar Alvano.

Nadia mengeleng.

"Nggak mood, tapi boleh juga" jawabnya singkat.

"Ya udah mau yang genre apa, horor gimana," ucap Alvano.

Nadia berpikir.

"Nggak ah, komedi romantis aja."

"Okeh."

Setelah membeli tiket dan minuman serta popcorn, keduanya masuk kedalam. Aneh ini genrenya komedi tapi disepanjang film Nadia menangis terisak isak, Ia teringat Alvaro disepanjang film, itu yang menyebabkan Nadia galau, jiwanya ada disini pikirannya melayang layang. Alvano sampai binggung dibuatnya. Cowok itu memegang tangan pacarnya terus selama kencan. Bucin banget Alvano.

Saat film habis, mereka keluar. Alvano mendekat untuk menyeka airmata Nadia yang masih tersisa disudut matanya.

"Sedih banget tadi ceritanya No." Nadia menyenderkan badanya ke bahu Alvano saat dimobil.

"Pulang ya."

Nadia mengangguk.

Tbc.
Yok bisa yok vote, nggak cuma ngintip doang. Ahahahah, secuil apresiasi yang Anda berikan itu sangat berarti buat penulis. Vote itu klik bintang dipojok bawah kiri ☆.

ALVARO NADIA [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang