Bangkitnya Cay Lan Gong

10 1 0
                                    

Sebuah ruang perpustakaan tampak lengang, deretan buku yang tersusun rapi di dalam rak-raknya, membuat salah satu tempat terluas dalam SMK N 9 Yogyakarta itu terlihat tentram. Tak banyak siswa yang berlalu lalang di sana. Hanya terdapat segelintir anak murid saja yang tengah sibuk mengerjakan tugas kelompok.

Padahal hari mulai senja, sebagian besar siswa pun sudah memilih untuk pulang ke rumah mereka masing-masing. Hanya beberapa kelompok murid-lah yang masih betah tinggal di gedung besar yang beberapa bangunan lawasnya masih dipertahankan tersebut. Kegiatan Eskul dan tumpukan tugas yang diberikan pada merekalah yang menjadi alasan anak sekolah itu tetap bertahan, meski di atas Langit sana, awan hitam kian bergumul mesra.

Sebuah meja persegi yang dikelilingi kursi kayu bercat putih itu menjadi tempat mereka berkumpul dan berdiskusi. Di tengah kesibukan mereka mencari sumber referensi, salah seorang murid laki-laki dengan name tag YOGA DANUBRATA itu justru teralihkan fokusnya pada jendela raksasa yang terdapat di hadapannya.

Langit sudah sangat gelap di luar sana. Semilir angin yang menggoyangkan dedaunan pohon mangga yang tumbuh di halaman sekolah pun dapat dirasa dinginnya. Kilatan cahaya terang yang mendadak muncul di atas Bumi sana membuat siswa kurus itu refleks memejamkan matanya. "Koyone sedelat maning bakal udan, Rek." selorohnya, disambut oleh gemuruh besar yang berhasil membuat teman-teman lainnya tersentak kaget. "Kita pulang aja, yuk? Kita lanjut ngerjain tugasnya besok wae. Ujannya bakal deres koyone." sambung Yoga meraih tas ransel hitam yang sedari tadi ia abaikan di bawah kakinya.

"Kowe mun arep mulih, ya mulih'o! Tapi jangan ngarep ada nama kamu tercantum di buku kelompok iki, pas aku anterin ke Pak Saleh, yo!" ucap siswi cantik yang memiliki nama Laras itu pedas.

"Lagian, tanggung toh, Ga. Sebentar lagi kita kelar iki," imbuh Sekar; gadis dengan model rambut kepang dua itu menambahi.

Alih-alih kembali fokus pada tugasnya untuk menyalin setiap rangkuman yang sudah ditandai oleh temannya tersebut, Yoga justru tampak tak nyaman duduk di tempatnya.

"Kowe ning opo sih, Ga? Mau pipis?" tanya Afdal Sang Ketua Kelompok yang menangkap gelagat aneh dari salah satu anggotanya tersebut.

"Kalo mau pipis, ke Toilet aja gih. Jangan ditahan. Nanti ..., yang ada, kowe malah buang hajat di sini lagi." ledek Galih yang berhasil mengundang tawa kecil dari teman-teman lainnya.

"Aku ora arep pipis ataupun boker."

"Terus opo? Opo sing dadi penyebab kowe dadi ora tenang koyok ngono?"

"Ini 'kan mau ujan, saat kilatan petir terakhir tadi muncul, aku sempet liat penampakan aneh di luar jendela." lirih Yoga setengah berbisik.

"Maksud kowe opo? Penampakan aneh gimana?" tanya Galih yang terlihat mulai ikut tidak nyaman duduk di kursinya.

Belum sempat Yoga menjelaskan secara detail apa yang barusan ia lihat, Afdal justru menyela, "Halah ..., wes toh, Ga. Jangan mulai lagi! Hobi banget sih   nakut-nakutin orang?"

"Yeee ..., aku ora nakut-nakutin. Aku beneran lihat se ...."

"Wes toh! Balik fokus ke tugas kita yang yang belum kelar aja dulu! Soal penampakan, lain kali aja kita obrolinnya." potong Sekar yang bangkit berdiri lantas bergerak menuju sebuah rak buku yang tak jauh dari meja tempat mereka berkumpul.

Yoga berdecak lemah. Ia kesal karena tak satupun teman kelompoknya yang mau mendengarkan kecurigaannya tersebut.

"Omong-omong ..., pada ngerasa gak adil ora sih? Kita dan temen kelas lainnya yang gak ikut eskul OSIS dapet tugas sebanyak dan seribet iki. Sedangkan Sultan, Banyu sama Si Rasti yang ikut OSIS malah dibebasin dari tugas iki. Apa iyo, Persami  buat melantik anak kelas 1 itu lebih penting ketimbang ngerjain tugas refensi buku iki?" ungkap Laras kembali membuka obrolan.

Supranatural High School [ End ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang