Melihat puing-puing dari bangunan tua yang ambruk berserakan di tanah, menjadikan seorang pria muda yang beberapa menit lalu baru terbangun dari pingsannya, menjadi kalap. Dengan mata berair, ia berlari tergopoh-gopoh membongkar satu demi satu reruntuhan beton yang menggunung di sana.
"Hel ..., Helga." Aiden berucap lirih seiring munculnya raut frustasi di wajah tampannya, karena tak menemukan sosok yang dicemaskannya berada di sana.
Sejenak, remaja lelaki itu menghentikan kegiatannya, untuk mengamati setiap jengkal dari porak porandanya gedung tua yang menjadi tempat di mana Helga disekap.
Pilar-pilar kayu yang menjadi penyangga pintu juga jendela telah patah menjadi dua. Meja, ranjang serta perabot lain yang mengisi bangunan tua itu pun kini tak lagi berbentuk. Bahkan, daun pintu yang seharusnya berdiri tegak, sekarang justru terbaring menjadi alas kayu berlubang yang terhampar tak berguna di lantai. Jika tempat itu saja sudah hancur separah itu, kenapa Aiden tak menemukan satu tanda pun tentang keberadaan Helga? Apakah itu artinya Helga masih hidup?
"Gak ada apapun di sini. Itu berarti Dylan CS udah berhasil lebih dulu bebasin Helga sebelum gedung ini runtuh." Lapor Raga yang rupanya juga ikut membantu melakukan pencarian di sekitar puing reruntuhan. Mendengar hal itu, sekelumit rasa lega tercipta di relung dada Aiden yang semula terasa menghimpit saluran napasnya. Namun, jika begini ..., ke mana perginya mereka? Dan kenapa bangunan itu sampai ambruk?
Di tengah sibuknya pemikiran Aiden perihal keberadaan kelima Adik kelasnya saat ini, Friedrich selaku tetua yang diamanatkan untuk menjaga keselamatan seluruh anak didiknya di SHS tersebut, mengajak Aiden, Raga dan Rucita untuk kembali. Mengingat kondisi juga energi mereka bertiga yang telah terkuras habis akibat serbuk racun juga ulah Jin hitam peliharaan Rakta yang memiliki kemampuan untuk menyerap energi mereka.
"Tempat ini tidak aman untuk badan kalian yang sedang lemah. Tuan muda Devian memerintahkanku untuk membimbing kalian keluar dari tempat ini. Biarkan kami yang akan melanjutkan tugas berbahaya kalian untuk mencari Helga dan yang lainnya." bujuknya yang langsung ditolak mentah-mentah oleh Aiden.
"Gimana bisa Master ngomong kayak gitu setelah semua yang kita lewatin untuk sampe di sini. Kita harus nemuin Helga lebih dulu, Master! Dia butuh kita!" bantah Aiden begitu tegas menolak ajakan sang Kepala Sekolah. "Bukannya Master sendiri yang mengajarkan kita untuk menumbuhkan rasa tanggung jawab dalam setiap keputusan yang kami ambil? Lantas, jika kami dengan gampangnya memutuskan untuk kembali pulang, lalu di mana tanggung jawab kami yang sudah kepalang berjanji pada orangtua Helga?" Aiden menatap lurus ke arah manik mata Friedrich, seolah tengah mencari jawaban atas apa yang ditanyakannya. "Gak bisa, Master. Pokoknya saya gak bakal mau pulang sebelum bisa nemuin dan nyelametin Helga!" tandas Aiden lantang. Kemudian berlari menjauh dari kerumunan para Guru SHS yang menyayangkan sikap keras kepalanya.
"Gimana ini, Master? Kita gak mungkin ngebiarin Aiden nyari Helga sendirian. Kita harus ngejar dia!" Raga yang dikenal begitu dekat dengan Aiden, hendak menyusul karibnya itu. Namun segera, tangannya dicengkram oleh Juru Masak SHS berbadan subur yang berada di belakangnya.
"Jangan lakukan itu." Dustin menggelengkan kepalanya lemah. Melarang dengan keras seiring semakin kuatnya Dustin meremas pergelangan tangan Raga yang ia tahan. "Tugasmu sudah selesai. Biarkan kami yang akan melanjutkannya. Tempat ini sudah sangat berbahaya untuk kalian. Nyawa kalian yang akan menjadi taruhannya."
"Hutan ini adalah Hutan ilusi yang Rakta buat untuk menyegel Pentagram Emas Manusia agar tidak kemana-mana. Jika Gerhana Bulan benar-benar akan terjadi malam ini, maka ritual pemindah kutukan itu pasti akan terjadi pula. Dan Tuan Muda Devian tak ingin kalian menjadi mangsa lezat dari Monster yang sedang Rakta ciptakan. Pulanglah, portalnya akan segera Kubuka."
KAMU SEDANG MEMBACA
Supranatural High School [ End ]
TerrorMereka berpikir, aku gila. Aku selalu diasingkan. Bahkan orangtuaku sendiri pun sampai pernah mengirimku ke RSJ, hanya gara-gara aku tidak seperti mereka. Aku frustasi dan hampir menyerah pada hidup karena hal ini. Namun, sebuah sekolah justru mener...