Malam itu, Jalan Malioboro tampak begitu penuh. Hampir setiap sudut dan tempat yang ada di sekitaran tempat favorite untuk nongkrong tersebut, dipadati oleh kaum muda-mudi yang tengah asyik menikmati malam minggu mereka. Ada yang sedang ngopi bareng, mencicipi jajanan dari banyaknya pedagang yang berjualan di sana, dan ada pula yang sibuk berpacaran.
Suasana ramai pun tak luput terjadi di sebuah jalan Taman, yang kerap dijadikan ajang trek-trek'an. Di tempat itu, para remaja berbaur. Saling berdesakan, untuk melihat lebih jelas sebuah lomba yang sedang berlangsung. Suara riuh nan gaduh mereka yang menyerukan nama jagoan masing-masing, berbaur dengan deru beberapa mesin motor balap yang sedang mengadu kecepatan di jalanan beraspal yang minim pencahayaan itu.
Garis finish sudah di depan mata. Sebuah pita panjang warna merah yang sengaja dibentangkan dari ujung kanan sampai ujung kiri jalan pun telah dipasang. Menandakan bahwa waktu menguji kemampuan mengendalikan 'Kuda Besi' tersebut akan segera berakhir. Ketika sebuah motor sport warna oranye muncul dari kegelapan, suara para penonton pun semakin kencang. Menyerukan nama Si Pengendara yang dirasa akan menjadi Pemenang dalam lomba tersebut.
"Doni! Doni. Doni!!" teriak mereka membuat sang empunya nama menjadi besar hati. Merasa senang dieluh-eluhkan seperti itu, Doni semakin percaya diri saja bahwa ia-lah satu-satunya orang yang akan mendapatkan hadiah besar dari ajang balapan tersebut.
Saat tinggal setengah meter lagi kendaraannya sampai di garis finish, mendadak dari arah belakang, sebuah motor balap warna biru menyerobot posisinya. Secepat kilat, motor yang rupanya ditunggangi oleh Raga tersebut melesat cepat menembus bentangan pita yang secara resmi menobatkannya sebagai seorang pemenang.
Doni menghentikan motornya. Melepaskan helm yang melindungi kepalanya dengan cepat, lantas membantingnya ke jalan.
"Aarggh ..., sial!" umpatnya meluapkan kekesalan saat melihat semua penonton yang tadi mengagung-agungkan namanya justru malah ikut berbaur dalam kerumunan pendukung Raga.
Hati pemuda yang mengecat rambutnya dengan warna merah terang itu kian memanas, saat Raga yang baru diberikan hadiah berupa bertumpuk-tumpuk uang justru menebarkan uang tersebut di jalanan. Membuat semua orang yang berada di sana, sontak jadi menggila. Berebutan uang kertas senilai seratus ribuan yang Raga hambur-hamburkan.
Menyadari lawan tandingnya tengah tertunduk lesu di kejauhan, Raga berangsur menghampirinya bersama motor biru kesayangannya tersebut. "See ..., jangan suka tinggi hati. Dulu, Setan di usir dari Surga sama Allah juga 'kan karena dia dan kaumnya kelewat sombong. Kemampuan yang kita miliki itu bukan untuk ajang pamer, apalagi malah disalahgunakan untuk menindas yang lemah. Sesuai janji lo sebelumnya, bubarin tuh perkumpulan-perkumpulan yang gak jelas buatan lo. Jangan cari rusuh apalagi ngerusak atau ngebahayain warga di jalan lagi." pesan Raga sebelum di detik berikutnya, pemuda itu melenggang pergi keluar dari arena balap liar tersebut.
©Rainsy™
Raga yang baru saja memarkirkan kendaraannya di sisi jalan dekat dengan sebuah angkringan, mengedarkan pandangannya ke sekeliling. Mencari seseorang yang tadi sempat menghubunginya lewat batin. Ketika pupil matanya menemukan objek yang dimaksud tengah duduk di sebuah meja lesehan, sahabat karib dari Aiden itu pun bergegas menghampiri.
"Hei, Duo Curut! Ada apa lo manggil gue?" tanya Raga to the point. Alih-alih memberitahukan keinginan mereka, Baron yang duduk dengan menepuk-nepuk bahu Ernest lembut pun hanya diam. Lewat ekspresi wajah yang Baron tampilkan sajalah Raga dapat mengetahui bahwa kedua adik kelasnya itu sedang berada dalam masalah.
"Sebutin ke gue, masalah macem apa yang lagi lo berdua hadapi? Kalian kena santet? Kena pelet? Atau lagi dikejar-kejar sama jin perempuan?" terka Raga asal. Namun hal itu berhasil membuat Baron dan Ernest serta merta menatapnya intent. "Terus apa dong? Gue gak bakalan mungkin bisa bantu, kalo kaliannya aja gak ngasih tau secara detail apa masalah kalian." imbuh Raga, namun sayangnya kali ini, Baron dan Ernest kembali diam. "Hadeeuuh ..., kalian ini, cuma buang-buang waktu gue aja. Ya udah, kalo gak ada yang mau ngomong, mending gue cabut dulu deh. Gue juga masih punya urusan kali." lanjut Raga yang kemudian mengambil kunci motor miliknya yang sempat ia telantarkan di atas meja.
KAMU SEDANG MEMBACA
Supranatural High School [ End ]
HororMereka berpikir, aku gila. Aku selalu diasingkan. Bahkan orangtuaku sendiri pun sampai pernah mengirimku ke RSJ, hanya gara-gara aku tidak seperti mereka. Aku frustasi dan hampir menyerah pada hidup karena hal ini. Namun, sebuah sekolah justru mener...