Gending Jawa

4 0 0
                                    

Trek-Tek! Tek!

"Nasiii ..., Goreng!"

Seorang pedagang kaki lima dengan wajah letihnya terus mendorong gerobak dagangannya menapaki jalanan beraspal yang mulai sepi orang berlalu lalang.

"Duh, Gusti. Iki malem opo toh? Kenapa sepi banget yang beli jualan saya. Dari sore jualan, moso iyo seng tuku nembe wong telu?" Keluh sang penjual nasi goreng tersebut sembari melempar pandangan ke sekelilingnya yang memang sudah lengang.

Kala bulir-bulir peluh dirasa akan membasahi matanya, Pedagang kaki lima tersebut memutuskan untuk beristirahat sejenak. Mengusap lelehan keringat di pelipisnya menggunakan handuk kecil, lantas memilih untuk duduk di bangku keramik yang berada tepat di sisi gerbang utama gedung Sekolah SMK N 9 Yogyakarta.

"Rodo aneh yo, padahal udah hampir tengah malem, cuaca juga mendung campur kilat. Tapi kok udara berasa panas banget iki, berasa koyok ning gurun  pasir." celetuk sang pedagang yang memiliki sebuah tompel besar di dagunya itu.

Semakin lama pedagang itu duduk beristirahat di sana, semakin kuat pula udara panas yang seolah menyengat di punggungnya. Merasa suhu udara yang meningkat tinggi itu berasal dari arah bangunan pendidikan itu berada, Penjual Nasi Goreng tersebut pun sontak menoleh ke belakang untuk memeriksanya. Namun alangkah terkejutnya ia ketika melihat dari atas genting deretan gedung sekolah yang paling belakang, tampak sebuah pusaran api yang membara.

"Ke-kebakaran! Tolooong!! Ono kebakaran!!! Sekolahe kebakar, tolooong!!!" Pria tua penjual Nasi Goreng tersebut lari kocar kacir meninggalkan gerobak dagangannya seraya berteriak meminta tolong. Membuat warga yang bermukim di sekitar wilayah SMK N 9 tersebut refleks keluar dari rumah mereka masing-masing.

Masih dengan wajah paniknya, sikap kalap dan seluruh badannya yang gemetaran, Penjual Nasi Goreng yang kini sudah berada di tengah-tengah lingkaran para warga yang berkerumun terusik karena kegaduhannya, mendadak gagap saat salah satu warga menanyakan perihal tempat yang dilihatnya terbakar.

"Nang ngendi toh, Pak Trisno, kebakarane?!" Salah seorang pemuda yang tampak mengenali pedagang kaki lima yang memang sering terlihat mangkal di kompleks-nya itu bertanya.

Setelah diberi minum segelas air putih oleh seorang Ibu berkerudung, akhirnya Penjual Nasi Goreng itu pun dapat memberitahukan apa yang dilihatnya. "I-itu ..., di sana! D-di Sekolah SMK N 9. Apinya besar sekali. Kita harus cepat memadamkannya sebelum kebakaran itu merembet ke kompleks tempat kalian tinggal."

Tanpa perlu menunggu lama, para warga pun berbondong-bondong menuju gedung Sekolah SMK N 9 Yogyakarta, dengan membawa perkakas yang mungkin dapat memadamkan api.

"Eh, Tejo. Kowe wes nelpon Pemadam Kebakarane, toh?" tanya salah seorang pria berbaju batik menunjuk salah seorang pemuda berkulit sawo matang yang membawa sebuah ember di tangan kirinya.

"Wes, Pak RT. Mungkin lima belas menit lagi mereka baru nyampe." sahut pemuda bernama Tejo tersebut memberitahu.

"Ayo toh, Pak. Cepetan jalannya. Takut nanti apinya tambah melebar." Penjual Nasi Goreng yang kerap disapa Pak Trisno itu terlihat tidak sabaran, menarik dan bahkan menyeret lengan Pak RT agar mampu mengimbangi langkahnya yang setengah berlari itu menuju area Sekolah.

Namun sungguh di luar nalar. Ketika para warga sampai di tempat, nyala api yang awalnya terlihat membumbung tinggi di atas genting, yang suhu panasnya saja sampai  membuat Penjual Nasi Goreng tadi kepanasan, sudah tidak ada lagi di sana. Bahkan suasana gedung Sekolah SMK N 9 yang gerbangnya digembok itu tampak aman terkendali. Bahkan, gerobak sang penjual Nasi Goreng pun masih ada di sana, utuh. Tanpa ada yang meleleh ataupun hangus.

"Mana, Pak? Katanya ada kebakaran di sini?!"

"Loh, bener toh. Saya ndak bohong. Tadi itu saya liat pusaran api membumbung tinggi di atap gedung sana!" tunjuk Pak Trisno mengarahkan jarinya pada gedung Aula yang posisinya terletak dekat dengan halaman belakang sekolah.

Supranatural High School [ End ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang