Museum yang Terabaikan (Penjajah)

28 1 0
                                    

Cahaya rembulan yang purnama di atas langit kelam, seolah enggan mengintip apa yang sebenarnya sedang terjadi di dalam salah satu ruangan gedung tua itu. Suara beberapa ekor burung gagak yang terbang melintas di luar jendela berukuran besar itu, mendadak lenyap bak tersapu oleh embusan angin besar yang mendobrak kekokohan daun jendela tersebut.

"Hou je mond ...."

Mendadak suara lirih itu menyeruak masuk di telinga ketiga gadis yang saat ini hanya dapat berdiri saling berpelukan.

"D-dia ngomong apaan sih?" lirih Hira terbata dengan kedua bola matanya yang terkunci pada satu titik; sosok menyeramkan yang berada di hadapannya.

Rucita yang berusaha menggiring kedua juniornya untuk terus melangkah mundur menghindari tatapan penuh amarah dari hantu Noni Belanda; yang justru seolah hendak menerkam mereka bertiga, merespon dengan desisan kecil. Berharap dengan itu Hira dapat mengerti bahwa saat ini bukan waktunya mereka untuk angkat bicara, apalagi bertindak gegabah.

Namun bukannya mematuhi, Hira justru semakin dibuat ketakutan manakala hantu Noni Belanda itu justru semakin mendekatkan wajahnya pada Hira. Cemas hal itu akan membuat teman satu kamarnya kembali kerasukan seperti tempo hari, Helga buru-buru menggeser tubuh Hira untuk bersembunyi di belakang tubuhnya.

"Apa yang kamu mau?" tanya Helga dengan nekadnya pada sosok yang memiliki luka parah di sebelah wajah cantiknya itu.

"Zwijg ... wees niet luidruchtig!" Sosok itu berteriak lalu menghilang seketika dari pandangan Helga CS lantas muncul kembali di depan sebuah lemari kayu tua yang berada dekat dengan jendela dalam ruangan tersebut. 

Sepasang alis Helga juga Hira saling bertaut. Tak mengerti apa yang hantu itu katakan, mereka berdua lantas menatap ke arah Rucita yang justru terus terfokus memerhatikan salah satu sosok makhluk halus penunggu Lawang Sewu tersebut.

"Hij komt ... hij gaat ons vermoorden!"

Lagi. Hantu Noni Belanda itu berbicara dengan bahasa yang tidak Helga atau Hira mengerti. Namun dari intonasi suaranya yang bergetar, siapapun pasti akan tahu bahwa sosok itu tengah ketakutan.

"Kak! Dia ngomong apa sih?" tukas Hira  dengan mengguncang-guncangkan lengan Rucita.

"Dia datang, dia akan membunuh kita." timpal Rucita membuat Helga dan Hira saling beradu pandang. Belum juga rasa penasaran mereka surut akan semua perkataan hantu itu. Suara derap langkah seseorang dari luar kamar sudah lebih dulu membuat degup jantung mereka bertiga kembali tak menentu.

Melihat hantu Noni Belanda itu membuka lemari di belakangnya tanpa menyentuhnya. Rucita langsung buru-buru meminta pada kedua juniornya tersebut untuk mengikutinya.

"Sepertinya dia baik. Ada baiknya kita ikuti saja kemauannya. Ayo, dia nyuruh kita untuk bersembunyi dalam lemari itu." ajak Rucita menarik jemari Helga yang satu tangannya lagi dirangkul erat oleh Hira.

"Iya, tapi kenapa kita harus sembunyi dalem lemari, Kak?"

"Ssuuttt ... udah, jangan banyak tanya. Ikutin aja kalo kamu pengen selamet." titah Rucita membungkam bibir Hira.

Dengan langkah ragu, ketiga siswi SHS itu melangkah maju, memasuki lemari besar nan kosong itu dengan hati yang waswas. Belum juga sempat mengetahui kenapa mereka harus menuruti perintah hantu itu. Sosok Noni Belanda tersebut sudah lebih dulu menutup rapat lemari tua itu.

BRAKK!

Sosok makhluk halus lain muncul dari balik daun pintu yang ia dobrak paksa. Dengan berpakaian ala Tentara Jepang, makhluk astral itu begitu beringas mendatangi sosok Noni Belanda yang tampak ketakutan melihatnya.

Supranatural High School [ End ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang