Saat ini tepat 50 Cm di depan Helga, dua buah cahaya merah tengah bersembunyi di balik semak belukar yang sebagian daunnya telah mengering. Dengan napas tersengal, Helga yang memang secara sengaja mengejar sosok misterius itu, melontarkan pertanyaan. "Siapa kamu? Bagaimana bisa kamu tahu namaku?" Helga menyipitkan matanya tajam ke arah rimbunnya semak yang terus memancarkan cahaya merah. Geraman mengerikan yang tiba-tiba saja terdengar, membuat Helga dengan sigap mengarahkan sinar senternya ke arah depan.
"Keluarlah! Dan katakan saja padaku langsung, apa tujuanmu memanggilku ke tempat ini!" Helga yang mulai kehabisan kesabaran, meninggikan nada bicaranya. Memaksa makhluk itu agar mau keluar dari tempat persembunyiannya. "Aku tahu, kamu ... bukan manusia. Jadi untuk apa kamu tetap bersembunyi di sana? Atau jangan-jangan ... kamu, takut denganku?"
Setelah mendengar nada sombong yang terselip dalam kalimat terakhir yang Helga ucapkan tadi, sang makhluk misterius itu pun terpancing untuk menunjukkan dirinya.
Tubuh Helga mulai limbung, dengan satu persatu kakinya yang gemetaran itu perlahan melangkah mundur. Karena berkat senternya, kini Helga dapat mengetahui dengan jelas makhluk astral seperti apa yang tengah berhadapan dengannya. Sebenarnya, saat ini nyali Helga untuk tetap mempertahankan keberaniannya mulai menyusut. Namun, mengingat ucapan Devian beberapa waktu lalu yang menyuruhnya agar tidak takut pada makhluk astral macam apa pun, membuat Helga kembali memiliki keyakinan, kalau manusia adalah makhluk yang paling tinggi derajatnya di muka bumi ini.
Wujud makhluk astral yang melayang tanpa tubuh di hadapannya itu membuat Helga meringis jijik, terlebih lagi setelah melihat usus dan organ dalam lainnya, menitikkan cairan merah yang berjatuhan ke tanah.
"Jadi, kamu sungguh-sungguh ingin tahu alasan kenapa aku mengundangmu kemari, Anak Manis? Tujuan utamaku membuatmu terpisah dari teman-temanmu itu adalah supaya aku, dapat dengan mudah memangsamu!" Hantu wanita itu membuka mulutnya lebar. Menunjukkan taring tajamnya yang dipenuhi lendir warna merah hati. Melihat makhluk itu terbang cepat ke arahnya, Helga pun memutar haluan untuk berlari menghindar.
"Kenapa? Kenapa sekarang kau berlari menghindar?! Di mana keberanianmu yang justru menantangku tadi?! Manusia. Benar-benar makhluk rendahan yang sangat munafik!!"
Meski diejek seperti itu, Helga yang masih memiliki keinginan besar untuk hidup, tetap mengayunkan tungkainya bergantian dengan cepat. Sedangkan kunyang yang mengejar di belakangnya semakin bersemangat saja untuk menyerang dan menancapkan taring tajamnya di leher Helga.
Alih-alih meminta tolong, Helga malah berusaha menyelamatkan dirinya dengan cara bersembunyi dari makhluk malam itu. Degup jantung Helga yang masih membuat dadanya naik turun, berusaha gadis itu netralkan, kala mendengar suara kunyang kembali memanggilnya. Helga yang tengah bersembunyi di balik batu besar itu membungkam rapat mulutnya sendiri menggunakan tangan, saat makhluk merah itu terbang melintas di sampingnya.
Tangannya yang gemetaran, juga air mata yang mulai membasahi wajah Jepangnya itu, menandakan betapa ketakutannya Helga saat ini.
Tak lagi melihat ataupun mendengar suara sang kunyang, Helga memutuskan untuk keluar dari persembunyiannya. Namun, baru beberapa langkah ia merangkak keluar dari bebatuan itu, entah dari mana asalnya sang kunyang sudah lebih dulu menghadang Helga.
Wajah mereka kini saling berhadapan, mata cokelat milik Helga pun bertemu pandang dengan mata tajam hantu wanita itu. Keringat dingin mulai mengucur deras di dahi dan leher Helga, saat sang kunyang mulai mengendus. "Aroma ini, sangat manis sekali. Aku rasa, selain darahmu yang sangat menggoda. Dagingmu pun pasti sangatlah lezat. Bisakah... aku memulai pestaku, gadis kecil? Tenanglah, kau tak perlu takut. Karena aku, akan merobek dan mencabik kulit mulusmu itu dengan sangat hati-hati."
KAMU SEDANG MEMBACA
Supranatural High School [ End ]
TerrorMereka berpikir, aku gila. Aku selalu diasingkan. Bahkan orangtuaku sendiri pun sampai pernah mengirimku ke RSJ, hanya gara-gara aku tidak seperti mereka. Aku frustasi dan hampir menyerah pada hidup karena hal ini. Namun, sebuah sekolah justru mener...