Dari kejauhan, tampak cahaya terang mengelilingi pemakaman kuno yang jaraknya tidak jauh dari pemukiman penduduk, cahaya itu berasal dari kobaran api obor yang para warga bawa sebagai alat penerang. Para warga yang didominasi kaum adam itu tengah sibuk mencari si pencuri mayat bayi yang baru dikuburkan sore tadi. Karena tak jua menemukan tempat persembunyian anak kecil itu, banyak warga yang mengira mungkin anak kecil itu memanglah sejenis makhluk halus yang memiliki kesaktian tinggi. Khawatir mereka akan diserang secara nendadak oleh anak kecil jadi-jadian itu, para warga saling memperingati satu sama lain untuk lebih berhati-hati.
"Itu dia! Ada anak kecil lari ke arah sana!" teriakan salah satu dari mereka yang baru saja melihat bayangan seorang anak kecil berlari cepat dengan menggendong bayi, menarik perhatian warga lainnya termasuk Zo, Lucas dan Pen-Chan yang baru saja datang.
Dengan Lucas dan Pen-Chan yang berjalan di belakangnya, Zo menyelesup masuk ke dalam kerumunan warga yang berkumpul di tengah makam kuno itu.
"Di mana pencuri itu?" tanya Zo yang langsung direspon dengan terjulurnya satu tangan warga yang melihat arah anak kecil tadi berlari.
"Dia masuk ke dalam gudang itu. Aku yakin sekali kalau anak itu masuk ke sana!" jawabnya dengan jari telunjuk yang masih terarah pada sebuah bangunan reot di tengah banyaknya makam orang Belanda.
Awalnya Lucas hendak memeriksa gudang yang sudah tak terpakai itu terlebih dulu, namun ia ditahan oleh Zo yang meminta agar Lucas tetap di posisinya. Dengan langkah sangat hati-hati, Zo melangkah mendekati gubuk yang terbuat dari kayu pohon jati tersebut dan membuka perlahan pintu yang tampak tak tertutup rapat itu.
Suara decitan pintu tua yang terbuka terdengar sangat menyeramkan di telinga. Terlebih lagi setelah aroma busuk yang berasal dari dalam menyeruak keluar, tercium oleh hidung warga yang sontak menutup indera penciuman mereka masing-masing. Hanya dengan mencium bau bangkai yang menyengat dari dalam gudang itu, warga sudah sangat yakin bahwa anak kecil tadi merupakan jelmaan iblis yang sesat. Belum juga menemukan si pelaku yang mencuri jasad bayinya, ayah dari bayi yang baru meninggal itu sudah lebih dulu mengusulkan untuk membakar gudang tersebut. Dan parahnya, gagasan itu langsung disetujui oleh para warga yang lain. Jika bukan karena Lucas yang mencoba untuk menenangkan kemarahan para warga, bangunan itu sekarang pasti sudah benar-benar hangus menjadi abu.
"Tidur ya, ade kecil. Jangan menangis. Jangan takut, karena ada Kakak di sini," suara anak lelaki yang berasal dari dalam bangunan itu membuat mata Zo melebar. Ia hafal betul suara siapa itu, ia sangat mengenal pemilik suara anak lelaki yang saat ini tengah menyanyikan lagu nina bobo pada jasad bayi yang digendongnya.
"Tidak, itu tidak mungkin," Zo berucap lirih berusaha menyingkirkan pikiran negatif dalam kepalanya dan langsung menerobos masuk ke dalam gudang yang sebelumnya menjadi tempat para warga menyimpan keranda mayat.
"Acacio?!"
Tepat di ambang pintu, sepasang kaki milik Zo seolah membeku dan sulit untuknya digerakkan lagi. Kedua tangan yang ia gunakan untuk membuka daun pintu masih teangkat di udara. Sedangkan anak kecil yang ternyata adalah putranya itu langsung bergeser ke sudut ruangan yang gelap dengan jasad bayi yang semakin erat ia peluk.
Pen-Chan yang penasaran kenapa Zo meneriakkan nama putranya ikut melangkah memasuki gudang yang kini berisi banyak tulang belulang manusia juga jasad bayi yang mulai membusuk. Air mata mulai menghalangi jarak pandang Pen-Chan yang kini menatap miris ke arah putranya. "Ja-jadi ... kamu yang ...." Tubuh Pen-Chan mulai limbung, jika tidak segera ditahan oleh Lucas yang berdiri di belakangnya mungkin saja wanita itu sudah jatuh terpuruk di tanah. Setelah kembali berdiri dengan dibantu oleh Lucas, Pen-Chan berjalan mendekati putranya. "Kenapa, kamu melakukan ini, Nak? Kenapa kamu mengambil mayat-mayat itu?! Sini, berikan bayi itu pada Ibu. Kembalikan bayi itu pada keluarganya, Nak."
KAMU SEDANG MEMBACA
Supranatural High School [ End ]
HorrorMereka berpikir, aku gila. Aku selalu diasingkan. Bahkan orangtuaku sendiri pun sampai pernah mengirimku ke RSJ, hanya gara-gara aku tidak seperti mereka. Aku frustasi dan hampir menyerah pada hidup karena hal ini. Namun, sebuah sekolah justru mener...