Seorang gadis kecil dengan gaya rambut yang dikepang dua, tampak khusyuk menyapu halaman sebuah rumah sederhana bercat kuning. Setelah mendengar suara gemuruh yang berasal dari perutnya yang rata, gadis itu bergegas meletakan sapu lidi yang semula dalam genggamannya pada sebuah batang pohon mangga. Kemudian tungkai kecilnya segera ia ayunkan bergerak menuju teras rumah. Namun baru saja gadis kecil berusia sembilan tahun itu melepas sandalnya, seseorang muncul dari dalam rumah dan berdiri tepat di ambang pintu masuk.
"Mau apa kamu?!" tegur seorang wanita yang ditaksir berusia 45 tahunan itu dengan ketusnya.
"Bulik, aku laper. Aku mau makan dulu di dalam."
"Makan? Enak aja. Kerjaan kamu 'kan belum kelar. Jemuran 'kan belum kamu angkat. Halaman belakang juga belum kamu sapu. Terus sampah-sampah yang kamu kumpulin itu, masa mau dibiarin gitu aja? Mbok ya langsung dibakar di belakang toh? Kalau dibiarin gitu aja, sampahnya bisa terbang ketiup angin terus ngotorin halaman rumah lagi." omel wanita bertubuh lebar itu bak nyonya rumah.
"Tapi Ayu laper banget loh, Bulik. Kerjaannya, Ayu lanjut lagi nanti ya, setelah makan?" pinta anak gadis itu dengan nada suara yang memelas.
Alih-alih terketuk hatinya melihat sang keponakan sampai memegangi perutnya tersebut, wanita yang kerap di sapa dengan sebutan Bu Titiek oleh tetangga-tetangganya itu justru semakin cepat saja menghujani anak dari kakak laki-lakinya itu dengan omongan pedas. "Kamu itu ya, dasar anak gak tahu diuntung! Di mana-mana kalo mau makan ya kerja dulu. Kerja belum beres udah mau ngeloyor masuk buat makan aja. Inget ya, kamu itu udah gak punya siapa-siapa. Kalo bukan Bulik yang ngurus kamu, mana ada yang mau ngurusin kamu. Sekarang, kalo Bulik minta kamu bantuin beresin rumah, gak salah toh?!" ujarnya membuat Ayu jadi tertunduk lesu menerima cercaannya.
"Minta bantuan apa ngambil kesempatan, Bulik?" Tegur seorang pemuda bertubuh bongsor dengan menenteng tas ranselnya yang baru saja datang. Membuka lebar pintu dari pagar bambu yang menjadi sekat antara pelataran rumah sederhana itu dengan jalan gang.
Mendengar suara kakaknya yang lama tak ia dengar, Ayu pun refleks menoleh. "Mas Baroon!!" Dengan wajah kembali sumringah, Ayu setengah berlari menghampiri Kang Masnya itu untuk kemudian dipeluknya erat.
Untuk melepaskan rasa rindunya, Baronpun membalas pelukan tersebut dengan dekapan hangat, lalu mengusap sayang puncak kepala saudara satu-satunya itu. "Gimana kabar kamu? Baik-baik aja 'kan?"
Seraya tersenyum tipis, Ayu mengangguk. Namun gemuruh di perutnya yang kembali terdengar membuat senyum itu memudar. Baron setengah membungkuk lalu mengeluarkan sebuah kantung plastik dari dalam tas ranselnya. "Nih, Mas Baron tadi beli nasi rawon di jalan, kamu makan ya di dalam?" pintanya yang dibalas anggukan mantap dari Ayu yang lantas menyambar kantung plastik tersebut untuk dibawanya masuk ke dalam rumah.
Bu Titiek tampak kesal. Tak suka melihat Ayu berlari memasuki rumahnya dengan wajah seceria itu. Namun belum sempat ia mengeluarkan kalimat yang mengandung cabai, Baron sudah lebih dulu menegurnya.
"Minta bantuan sih boleh. Tapi ya jangan sampai ngelarang Ayu makan juga dong."
"Siapa yang ngelarang, Bar? Bulik ndak melarang Ayu. Bulik cuma nyuruh dia buat selesain kerjaannya dulu." kilah Bu Titiek tak ingin disalahkan.
Pemuda yang kerap dijuluki Preman Sekolah itu memilih duduk untuk melepaskan ikat sepatunya di teras, Baron yang mengenal betul watak asli Bu Titiek pun tersenyum miring. "Bulik ..., meski Ayu tidak mengatakan apapun. Tapi di daerah ini tuh banyak CCTV yang akan menceritakan semua tindak tanduk Bulik pada Adikku selama aku gak ada. Cukup lewat di depan warung yang jualan sayur aja Baron udah bisa dapet semua informasi yang Baron gak tahu selama hampir satu tahun ini. Di hari Senin sampai Sabtu, sepulang Sekolah Bulik selalu nyerahin semua tugas rumah sama Ayu 'kan? Dan di hari libur seperti sekarang ini, Bulik justru makin kejam. Karena biarin keponakan Bulik sendiri bekerja dari Subuh buta. Ya nyuci baju-lah, nyetrika, nyiram tanaman, nyuci piring, jemur pakaian, bahkan sampai nyapu halaman. Semua pekerjaan itu Ayu yang ngerjain. Sementara Bulik yang tugasnya cuma masak doang, begitu selesai di dapur, Bulik langsung bisa rebahan sambil nonton TV. Dan sekarang, saat Ayu lapar dan pengen makan dulu, Bulik malah ngelarang?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Supranatural High School [ End ]
HorrorMereka berpikir, aku gila. Aku selalu diasingkan. Bahkan orangtuaku sendiri pun sampai pernah mengirimku ke RSJ, hanya gara-gara aku tidak seperti mereka. Aku frustasi dan hampir menyerah pada hidup karena hal ini. Namun, sebuah sekolah justru mener...