Malam Satu Suro (1)

196 6 2
                                    

Suara khas berbagai macam game yang sedang dimainkan oleh beberapa anak muda yang sengaja menghabiskan masa liburannya di Timezone, menggema nyaring di salah satu lantai sebuah departement store. Kegiatan itu menjadi pilihan yang mutlak untuk Devian lakoni. Setiap kali dirinya mulai merasa bosan di rumah. Permen lolipop yang menyumpal mulutnya, terus bergerak ke kanan dan kiri. Seirama dengan gerakan tangan remaja itu yang tengah sibuk memainkan game balap mobil.

Di lap terakhir, mobil merah yang Devian pilih berhasil menyalip mobil hitam yang berada di barisan paling depan. Dalam jangka beberapa detik saja, garis finish yang Devian perjuangkan sejak awal permainan tadi, akhirnya berhasil ia lewati dengan mulus.

"YES!!!" Satu tangan pemuda yang memiliki gaya rambut spike itu mengepal tinggi ke udara. Merayakan kemenangannya dengan cepat-cepat mengambil kupon yang keluar dari mesin permainan tersebut, kemudian berjalan ringan menuju counter penukaran hadiah.

Sebelum menyapa pegawai wanita yang berdiri di balik meja kasir, Devian lebih dulu menyelipkan lolipop di antara gusi dan pipinya. "Nih, Mbak. Aku mau nukerin kupon ini dengan hadiah," tukas pemuda itu tersenyum ceria, mengamati deretan hadiah yang terpajang di dalam lemari etalase berukuran besar di depannya.

Kesepuluh jemarinya yang mengetuk-ngetuk meja counter, memperlihatkan sifat tak sabar Devian yang seolah ingin ikut turun tangan membantu kasir tadi, untuk mengambil bola basket sebagai hadiah yang akan diperolehnya.

Garis lengkung yang sejak tadi menghiasi bibir Devian lenyap seketika, bertepatan dengan diasongkannya boneka beruang cokelat yang mengenakan hoodie merah oleh sang kasir. "Ini ... silakan diambil hadiahnya," ucap pegawai mal tersebut membuat kedua alis tebal Devian bertaut.

"Loh, kok boneka sih? Mbak, salah ambil ya? Harusnya 'kan aku dapet bola basket itu." Tunjuk Devian mengarahkan satu jarinya ke arah bola basket yang berada di bagian paling kanan atas lemari etalase.

"Ooh ... kupon yang Mas dapat itu, hanya cukup untuk mendapatkan boneka ini sebagai hadiah. Kalo Masnya ingin menukar kupon dengan bola itu ... ya berarti, Mas butuh 100 kupon lagi," terang sang kasir yang berhasil membuat Devian mendesah kecewa.

"Seratus kupon lagi?"

Sang kasir mengangguk mantap. "Iya, Mas. Jadi, gimana? Mau main game lain lagi buat dapetin kupon untuk bola basket itu atau ...."

"Gak usah deh, Mbak. Bonekanya aku ambil aja. Makasih ya!" sela Devian meraih boneka itu lalu beranjak meninggalkan mal yang paling terkenal di jalan Malioboro, Yogyakarta tersebut.

*****

Langit malam yang gelap mulai berbaur dengan warna biru cerah yang muncul dari ufuk Timur. Ini masih pukul 02:06 AM, jalanan kecil di depan sebuah warung sederhana yang ada di pertigaan jalan yang dipadati pemukiman penduduk itu juga tampak kosong, hanya ada segelintir warga yang mendapatkan tugas untuk berpatroli saja yang masih setia duduk bergumul di atas balai-balai bambu; yang posisinya berhadapan langsung dengan sebuah tabung televisi. Satu-satunya media hiburan yang sengaja dipasang oleh pemilik warung, untuk menarik para pelanggan.

Suara beberapa orang yang gemas menonton aksi permainan club jagoannya yang tengah memperebutkan sebuah bola sepak yang masih dikuasai tim lawan, sesekali membuat suasana sepi tak lagi terasa ngeri.

Udara dingin dini hari itu membuat seorang warga yang usianya ditaksir paling tua daripada ketiga temannya yang lain, menyembunyikan sekujur tubuhnya di dalam sarung biru kotak-kotaknya. Dan hanya menyisakan kepala dengan rambut berubannya saja yang tidak sampai tertutupi.

"Ini, Mase ... kopinya," ucap Joko, si pemilik warung menyuguhkan pesanan dari lelaki tua yang kedinginan itu.

"Yo ... makasih, Ko!" sahut Paijo dibalas anggukan dari Joko yang kemudian kembali masuk ke dalam warungnya, untuk membersihkan meja yang penuh dengan bungkus kopi dan juga mi instan yang berserakan.

Supranatural High School [ End ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang