Taktik Licik

4 0 0
                                    

Krieeettt ....

Derit suara pintu bangunan usang yang lama terbengkalai itu menjadi pembuka kala satu demi satu kaki Yardan dan ketiga muridnya, menjejak masuk ke dalam gedung peninggalan Zaman Belanda dulu. Dengan langkah yang sangat hati-hati, Yardan mengingatkan pada Aiden, Raga dan Rucita untuk tetap waspada mengamati keadaan di setiap sudut ruangan luas nan remang itu.

"Loh, guru. Kenapa dalam gedung ini jadi penuh dengan kamar?" Aiden dibuat terkejut kala mendapati bahwa di dalam bangunan tersebut berderet banyak ruangan dengan pintu yang tertutup rapat. Padahal saat ia mengintip dari luar tadi, terlihat gedung tua itu bak sebuah rumah tua biasa yang hanya memiliki dua atau tiga kamar saja.

"Coba kalian periksa satu demi satu kamar yang ada. Dan berhati-hatilah, jangan sampai kalian jauh dari pintu yang kalian buka. Karena Saya rasa, ini merupakan salah satu permainan ilusi yang sedang Tuan Rakta lakukan guna menghalangi kita menyelamatkan Helga."

"Memangnya kenapa Guru, kalau kita jauh dari pintu?" tukas Raga ingin tahu.

"Kamu akan terjebak dalam ruangan itu selamanya. Dan hanya orang yang memiliki ilmu kebatinan tinggi-lah yang dapat membuka dan menemukanmu kembali." tutur Yardan disambut anggukan paham dari ketiga muridnya.

Gak-Gakk ...,

Ggak-Gakk!

Dari  luar, suara Gagak hitam yang  mengetuk-ngetuk jendela kaca menggunakan paruhnya, berhasil mengalihkan fokus keempat anggota keluarga SHS tersebut. Dari satu-satunya jendela besar yang berada dalam ruangan kosong itu, nampak cahaya senja yang tadi sempat menerangi perjalanan mereka, kian meredup. Menandakan bahwa malam akan segera datang dengan gelap yang menyelimutinya.

"Toloong ..., toloongg!!"

Ketika sebuah gelombang suara tertangkap di telinga mereka meski hanya sayup-sayup terdengar, Aiden dan Raga kompak memasang wajah serius mereka, saling pandang lalu lekas melirik ke arah guru mereka yang justru memberikan isyarat untuk tetap diam ; menggunakan satu jari telunjuknya, seraya berdesis.

"Apa mungkin itu suara Helga?" tanya Raga setengah berbisik.

Yardan menggelengkan kepalanya ragu. "Kita tidak akan tahu pasti sebelum kita memeriksanya sendiri."

Yardan berjalan memimpin. Dengan langkah mengendap-endap, Pria Dewasa yang masih lajang meski sudah berusia empatpuluh Tahun itu mengayunkan tungkainya semakin masuk ke dalam gedung tua yang sebagian dindingnya sudah lapuk nan terdapat beberapa retakan tersebut.

"Toloong ..., toloooonggg!!"

Suara seorang gadis yang meminta bantuan itu kembali terdengar. Namun anehnya, kali ini suara itu terpecah. Teriakan meminta tolong itu jadi terbagi, terdengar dari dalam deretan tiap kamar yang pintunya tertutup rapat.

"Asal suaranya dari kamar ini, Guru." ucap Aiden menunjuk sebuah kamar yang ada di barisan pertama sebelah kanan lorong.

Sepasang alis Raga bertaut, "Masa sih? Kok gue dengernya dari kamar yang ini ya?" celetuknya seraya menyentuh knop pintu kamar tengah sebelah kiri.

"Gak mungkin! Orang gue yakin kalo tadi tuh, suara paling kenceng ya asalnya dari sini." seloroh Rucita yang merasa sangat yakin bahwa kamar nomor tiga di bagian kanan-lah sumber suara minta tolong itu berasal.

Tak ingin ketiga muridnya jadi berselisih, Yardan menyarankan supaya mereka memeriksa kamar yang mereka pilih masing-masing. Dan mengingatkan kembali agar mereka tidak lengah. Setelah melihat ketiga muridnya itu memasuki kamar yang mereka maksud, Yardan yang melihat bayangan hitam melintas menyusuri lorong gelap yang ada di antara deretan kamar tersebut, bergegas mengejarnya.

Supranatural High School [ End ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang