"Aaarrgh! Tolong! Tolong selametin aku! Aku ndak mau mati konyol di sini!" Galih yang tubuhnya ditindih oleh Cakra yang terus mengincar darah di lengannya, berusaha keras menyingkirkannya. Menendang, bahkan sampai memukul wajah Cakra pun Galih lakukan agar dapat terlepas dari terkaman sosok buas itu. Namun upayanya untuk melepaskan diri tersebut terasa sia-sia, karena Cakra yang dirasuki Cay Lan Gong memiliki tenaga yang sepuluh kali lipat kebih besar dibanding dirinya.
Dylan dan Helga yang mengetahui hal itu sontak berlari ke arah Galih dan Cakra. Berusaha memisahkan mereka, dengan satu sama lain menarik jauh badan Cakra dan Galih sampai beberapa meter ke belakang.
"Arthur!!!" Dylan yang matanya melotot tampak marah menyerukan nama salah satu temannya.
Arthur berlari tergopoh-gopoh mendatangi karibnya itu untuk kemudian menyerahkan ikatan yang terbuat dari pohon bidara pada Dylan yang mencengkram kuat sebelah pundak Cakra. "So-sorry, Dy. Kayaknya tadi gue kurang kenceng ngiketnya." sesalnya yang lantas mengunci kembali sepasang tangan Cakra di belakang punggung.
"Lain kali lo harus lebih berhati-hati dong. Ini nyawa orang bisa melayang kalo kayak gini." keluh Dylan memperingati seraya tangannya sibuk mengikat kuat pergelangan tangan Cakra menggunakan tali dari pohon bidara tersebut.
Setelah menyerahkan tubuh Galih yang masih syok pada teman-temannya, Helga beringsut mengambil sebuah kantung hitam kecil di samping kaki Dylan. Sedetik sebelum netranya ia alihkan pada gerombolan makhluk astral yang Baron dan Ernest giring memasuki ruangan tersebut.
Sekar, Afdal, Yoga, Sultan, Pak Ridwan dan Pak Sanusi berusaha menenangkan Galih, dengan Laras yang khusyuk membersihkan lelehan darah di tangan Galih menggunakan tisu. Banyu dan Adi yang baru saja bergabung tampak tegang melihat keadaan menjadi semakin kacau.
"Kalian juga naro sesajen dalam ritual Jailangkung ini?!" Baron bertanya dengan intonasi suara yang ia tinggikan. Menatap satu persatu Galih CS yang memilih untuk menundukan kepala mereka kompak.
"Ka-kami ..., kami gak naruh sesajen kok." sangkal Yoga masih dengan kepala yang tertunduk.
"Terus tadi itu apa?!" Kini, giliran Ernest yang misuh-misuh. Menunjuk Galih yang lengannya tengah dibalut sebuah kain oleh Sekar.
"Jujur aja deh, kalian sengaja 'kan ngasih darah Galih buat nyempurnain acara ritualnya?" Arthur kembali mengulang pertanyaan yang Baron ajukan tadi. Menatap nyalang ke arah sekelompok biang kerok di hadapannya sembari melipat kedua tangan di depan dada.
"Ndak kok. Kami ndak sengaja melakukannya. Dan soal luka di tangan Galih, itu juga bukan unsur kesengajaan. Waktu kita main Jailangkung, jari Galih ndak sengaja ketusuk pensil yang ada di boneka itu. Tapi itu cuma sedikit kok, iya 'kan, Lih?" Laras ambil suara yang dibenarkan oleh anggukan kepala Galih.
"Asal kalian semua tahu. Mau itu sengaja atau tidak, banyak atau sedikit darah manusia yang netes saat acara ritual pemanggil roh berlangsung, itu udah dianggap sebagai sesajen. Makanan yang telah sukarela kalian suguhkan buat mereka; yang kalian panggil. Dan menurut kalian, apa mereka akan diem aja gitu ngelihat makanan lezat nan menggiurkan terhidang di depan mata?" Papar Arthur membuat seisi ruang Aula itu menghening. "Parah-parah! Sadar atau enggak, kalian udah jadiin teman kalian sendiri sebagai tumbal untuk Cay Lan Gong!"
"Luka di tangan Galih gak akan sembuh. Bahkan mungkin akan semakin parah jika kita gak cepet-cepet mulangin mereka ke asalnya. Siap-siap aja, mungkin kalian bakal kehilangan satu teman kalian." ungkap Dylan kecewa, memutar tubuhnya memunggungi Galih CS yang masih duduk berkerumun.
KAMU SEDANG MEMBACA
Supranatural High School [ End ]
HorrorMereka berpikir, aku gila. Aku selalu diasingkan. Bahkan orangtuaku sendiri pun sampai pernah mengirimku ke RSJ, hanya gara-gara aku tidak seperti mereka. Aku frustasi dan hampir menyerah pada hidup karena hal ini. Namun, sebuah sekolah justru mener...