Cahaya kuning dari sebuah lentera, tampak menerangi salah satu jalan setapak dalam Hutan yang awalnya di selimuti kegelapan. Suara serangga malam begitu marak mengiringi pijakan kaki pria berhoodie yang begitu mantap melangkahkan kakinya semakin jauh masuk ke dalam Hutan, seorang diri.
Dedaunan kering yang terinjak oleh sepasang sepatu Eiger milik Devian, menjadi pelipur sunyi yang tersaji di dalam Hutan tersebut. Kehusyukan tampak jelas tercetak di wajah Devian, kala indera pendengarannya menangkap sebuah suara dari rerimbunan semak yang ada di sekitarnya. Sepasang netra Devian begitu awas mengamati pergerakan semak di sekelilingnya yang seperti diterpa angin. Begitu suara semak itu semakin kencang dan dekat dirasa, Devian lantas menghentikan ayunan kakinya.
"Ada apa, Tuan?"
Howaito, sosok bayangan putih yang senantiasa mendampingi ke mana pun Devian pergi, muncul dari tanah yang Devian pijak.
"Apa kau melupakan sesuatu? Bukankah jaraknya masih cukup jauh untuk sampai di rumah tua itu?"
Devian mengangkat satu tangannya. Mengisyaratkan pada sosok yang menjaganya itu untuk diam sejenak.
"Dia ada di sini." timpal pemuda itu berucap lirih.
Belum sempat Howaito mengartikan siapa yang akan hadir bersua dengan majikannya tersebut, seseorang yang mengenakan jubah hitam tiba-tiba saja muncul dari balik semak yang tadi bergerak-gerak.
"Dev, apa itu kamu?"
Untuk kali pertama setelah puluhan tahun lamanya, akhirnya Devian dapat mendengar kembali suara Sang Kakak yang telah lama menghilang.
"That right, itu kamu. Adikku." Sebuah senyuman kecil mengembang di wajah tirus pria yang memiliki postur tubuh kurus tinggi tersebut. "Oh, ada kamu juga ya, Howaito, apa kabar?!" Sapa Rakta seraya melambaikan tangannya ke arah sosok Guardian milik Devian yang refleks memberikan hormat dengan membungkukkan setengah badannya.
Devian melirik kesal pada Howaito yang masih saja memberikan penghormatannya pada Rakta dan sosok jin hitam yang mengekor di belakangnya.
"Di mana Helga?" tanya Devian to the point.
"Wo-wow ..., tunggu dulu. Calm down! Jangan terburu-buru. Gadis itu masih aman. Dan aku pun tidak akan berani melakukan sesuatu padanya sebelum Gerhana Bulan terjadi malam ini." balas Rakta tanpa memudarkan senyum di wajahnya.
"Sebenarnya apa tujuan utamamu melakukan ini semua?" tanya Devian dengan pupil mata yang menunjukan rasa kesalnya.
Alih-alih menjawab, Rakta justru mengulas sebuah cengiran. "Haruskah aku menjawab pertanyaan yang tentu sudah kamu tahu jawabannya?" timpal Mantan Kepala SHS tersebut dengan tawa meremehkan yang kemudian ia pamerkan.
Devian mengepalkan kedua tangannya kuat. Melihat betapa angkuhnya cara bicara Sang Kakak, Putra kedua dari Keluarga Aozora itu seakan sedang diuji kesabarannya.
"Lepaskan dia. Gadis itu tidak bersalah sama sekali."
"Apa?!" Rakta mengorek telinganya yang tidak gatal itu menggunakan jari kelingking. "Apa aku tidak salah dengar?" tanya Rakta kemudian yang berhasil mengundang tatapan jengah muncul di wajah adiknya tersebut. "Devian, Devian ..., sepertinya kamu tidak memahami kondisinya. Bagaimana mungkin aku melepaskan tubuh yang menjadi sarang dari kutukan yang harus aku ambil kembali?"
"Untuk apa? Untuk apa kamu mengambil kembali kutukan yang sudah terlepas dari tubuhmu?! Bukankah seharusnya hidupmu sudah nyaman tanpa perlu menderita karena memiliki kutukan Iblis Hitam itu?!"
Rakta menggeleng cepat. "Hidup nyaman, kamu bilang? Bagaimana bisa aku hidup nyaman, setelah tahu bahwa dengan menyatu bersama kutukan itu, maka keabadian hidup akan aku dapatkan?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Supranatural High School [ End ]
TerrorMereka berpikir, aku gila. Aku selalu diasingkan. Bahkan orangtuaku sendiri pun sampai pernah mengirimku ke RSJ, hanya gara-gara aku tidak seperti mereka. Aku frustasi dan hampir menyerah pada hidup karena hal ini. Namun, sebuah sekolah justru mener...