Selembar kertas putih yang semula dipegang oleh Friedrich beralih tangan. Kepala Sekolah Supranatural High School itu menyerahkannya pada Chester untuk kemudian dilipatnya rapi.
"Kirim Pentagram Emas ke sana. Biarkan mereka yang menyelesaikan kasus itu." titah Friedrich memberi mandat.
"Tapi, Master. Apakah tidak terlalu berbahaya? Ini tentang Cay Lan Gong. Si Penguasa wilayah itu. Sudah puluhan tahun dia tenang di alamnya, dan sekarang dia mendadak bangkit. Jika diibaratkan, dia bagaikan seekor buaya ganas yang terlepas dari kandangnya. Dia akan menerkam dan memangsa siapa saja yang berusaha untuk menghalanginya." cemas Chester beralasan."Ada atau tidak adanya Cay Lan Gong, bukankah pekerjaan kita memang selalu seberbahaya itu bukan?" Kini Devian yang semula hanya diam duduk di kursi meja kerja Friedrich angkat suara. "Kita biarkan Helga, Dylan dan yang lainnya turun ke lapangan. Jikapun nantinya akan seberbahaya itu, aku akan mengirim orang untuk membantu mereka."
"Mengirim orang? Maaf, Tuan Muda. Bukankah Anda sendiri yang memberitahu pada kami akan seberapa istimewanya Pentagram Emas? Tapi kenapa kali ini Anda hanya akan mengutus orang lain, tidak turun tangan sendiri? Bagaimana jika bangkitnya Cay Lan Gong justru akan memancing Iblis hitam di dalam tubuh Helga untuk kembali muncul? Selama ini, hanya Anda yang dapat menenangkan Iblis itu." ungkap Yardan yang disetujui oleh Sonita dan guru-guru lainnya.
"Kita membutuhkan umpan yang bagus untuk memancing ikan yang besar. Dan kita tidak akan pernah tahu seberapa bagus umpan itu jika tidak ada ikan besar yang coba memakannya. Bukankah begitu, Citra?" timpal Devian meminta persetujuan pada Guru BK itu. Citra yang sedari tadi hanya diam membisu dalam rapat tersebut, menganggukan kepalanya membenarkan.
"Saya rasa, keputusan ini juga akan menjadi awal pelajaran ilmu kebatinan yang sesungguhnya bagi Helga dan teman-temannya. Dengan bertemu Cay Lan Gong, mereka akan menemukan jawaban dari pertanyaan Tuan Muda tempo hari. Tentang siapa yang paling jahat, Iblis atau Manusia itu sendiri."
©Rainsy™
Dua pasang mata terlihat begitu awas mengamati beberapa siswa dan siswi berseragam, yang hilir mudik dengan membawa ransel di tangan mereka. Saling bercengkrama, bercanda ringan tanpa ada beban yang memberatkan tawa lebar mereka.
"Waah ..., enak banget ya jadi mereka. Setelah dapet tip dari kasus yang mereka tangani, mereka bisa liburan gitu. Ngerefresh otak dengan piknik atau ketemu sama keluarga mereka di rumah." seloroh Baron menatap iri ke arah Kakak Kelasnya, Doni yang tampak sumringah keluar dari gedung Asrama bersama kedua temannya menuju Lift Sekolah.
"Sama. Gue juga iri. Kira-kira kapan ya kita bisa pulang ketemu sama Ortu kita? Gue kangen masakan nyokap." celetuk Ernest menimpali dengan kepala yang tertunduk sedih.
Arthur yang semula hanya berdiri mengamati kegiatan sahabatnya, di dekat pintu Kantin berjalan menghampiri. Menepuk halus bahu Ernest lantas berujar, "Udah, jangan pada baperan gitu dong. Nanti juga kita bakal dapet kesempatan yang sama kayak mereka, kok. Daripada kalian sedih-sedihan gini mending masuk. Kita makan siang bareng. Tuh, Dylan, Helga sama Hira udah nungguin kita dari tadi."
Ernest yang duduk menemani Baron di kursi Taman, bangkit berdiri. Bergerak menghampiri Arthur yang datang menjemput mereka. Setelah mengusap asal rona kesedihan di wajahnya, Baron pun beranjak mengekor ke mana arah dua karibnya itu melangkahkan kaki.
Denting suara lonceng di atas pintu Kantin menggema, seiring dengan kemunculan Arthur, Ernest juga Baron memasuki ruangan makan tersebut. Hira yang sudah memilihkan sebuah meja untuk mereka menikmati makan siang pun menyambut mereka dengan lambaian tangan. Gadis berparas imut itu menggerakkan jemarinya cepat, mengajak ketiga pemuda itu untuk segera ikut bergabung satu meja dengannya, Dylan juga Helga.
KAMU SEDANG MEMBACA
Supranatural High School [ End ]
HorrorMereka berpikir, aku gila. Aku selalu diasingkan. Bahkan orangtuaku sendiri pun sampai pernah mengirimku ke RSJ, hanya gara-gara aku tidak seperti mereka. Aku frustasi dan hampir menyerah pada hidup karena hal ini. Namun, sebuah sekolah justru mener...