Suara-suara aneh berasal dari dalam gelapnya hutan kian menggema, seiring semakin jelasnya beragam geraman, kikikan juga tangisan yang ditangkap oleh indera pendengaran Ernest juga Baron; yang masih berada di belakang sosok astral raksasa yang masih begitu berambisi mengejar Helga dan Aiden.
Laju kedua pemuda itu sempat terhenti ketika melihat dengan mata kepala mereka sendiri, akan kemunculan puluhan dedemit lain dari dalam rimbunnya semak yang bergerombol menyerbu ke mana arah Helga melakukan pelarian.
Sekujur tubuh Ernest dan Baron seolah dibuat membeku sesaat. Ketika sosok Pocong dengan rupa wajahnya yang membusuk, Kuyang dengan lendir merah yang mengumpul di mulutnya, Sundel Bolong dengan banyaknya belatung di punggungnya, Gunderuwo dengan taring besar yang mencuat ke bagian atas mulutnya, dan beberapa lelembut jenis lain dengan bentuk yang cukup absurd, melintas di depan mereka.
"Eh, Curut! Kalian niat jadi penonton doang di sini apa emang beneran mau jagain Helga?" tegur Raga mengejutkan Baron dan Ernest yang tengah terkesima dengan pemandangan di luar nalar rasional otak manusia tersebut. Enggan mendengar jawaban dari kedua adik kelasnya itu, Raga kembali berbicara, "Inget, sekarang bukan waktunya buat kalian jadi pengecut." pesan Raga sebelum meninggalkan juniornya dengan raut wajah kebingungan.
"L-lho ..., kok Kak Raga bisa muncul lagi di belakang kita sih, Nest? Bukannya tadi, dia udah jalan duluan ya buat nyusul Helga sama Kak Aiden?" tukas Preman Bongsor itu gagap. Ernest yang sepaham dengan karibnya itu pun hanya dapat melongo.
"Harusnya kalian tidak perlu heran. Karena Raga itu ya Raga. Dia dapat dengan mudah belajar dan menguasai ilmu kebatinan yang berhubungan dengan raganya. Jasadnya, tubuhnya alias badannya. Raga bisa meraga sukma, berteleportasi, juga dia mampu menjadi Mediator. Seperti yang udah kalian liat dalam kasus Galih tadi. Demi melindungi jiwa Galih yang tak sengaja terlepas dari badannya, Raga sengaja meminjamkan tubuhnya untuk dirasuki. Namun hebatnya, Raga masih dapat memiliki kendali penuh meski badannya sedang dipinjam oleh sukma orang lain." Papar Rucita menjelaskan. Mendengar penuturan Seniornya, Baron dan Ernest kompak membulatkan mulutnya dengan kepala yang manggut-manggut paham.
Penjabaran Rucita terputus kala dengan ekor matanya, gadis dengan tinggi semampai itu melihat pergerakan aneh dari bawah kakinya hingga membuat permukaan tanah di depannya menggunung. Alih-alih menunggu makhluk apa yang akan keluar dari dalam tanah tersebut, Rucita lebih memilih untuk mengejarnya. Karena gundukan tanah itu seolah hidup. Ia terus bergerak cepat menuju arah yang sama dengan makhluk halus lainnya.
Bak tengah melakukan balap lari, mereka saling berlomba mendahului satu sama lain demi memburu tetes demi tetes darah Helga yang jatuh tercecer di tanah.
Dirasa dapat mengganggu atau mungkin menjadi saingan atas tujuannya memiliki darah Helga sepenuhnya, membuat Cay Lan Gong memutuskan untuk melawan satu demi satu sosok astral lain penghuni hutan yang coba menyusul langkahnya; memburu betapa wanginya aroma segar dari darah yang Helga tinggalkan. Sosok raksasa itu tak segan-segan mencakar, menggigit bahkan melempar jauh hantu lain yang mencoba merebut calon santapan terlezatnya. Namun hal itu tak lantas membuat dedemit-dedemit itu kapok. Mereka justru tampak semakin gencar, meluncurkan berbagai macam cara agar dapat mendahului Cay Lan Gong dalam memburu Helga.
Sosok astral dengan wujud kerangka manusia tanpa daging dan kulit itu mengeluarkan tawa terbahak, ketika ia berhasil melompat tinggi melewati Cay Lan Gong yang tampak kesusahan mengimbangi langkahnya, karena harus mengusir beberapa ular yang melilit kakinya.
Sebelah tangan Cay Lan Gong yang berusaha menghalau pergerakan Jerangkong gagal tercapai, bersamaan dengan Jerangkong yang mengubah wujudnya menjadi kumpulan kepulan asap putih yang membumbung tinggi di udara. Asap itu bergerak selaras dengan arah angin yang berembus menuju ke bagian Selatan hutan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Supranatural High School [ End ]
HorrorMereka berpikir, aku gila. Aku selalu diasingkan. Bahkan orangtuaku sendiri pun sampai pernah mengirimku ke RSJ, hanya gara-gara aku tidak seperti mereka. Aku frustasi dan hampir menyerah pada hidup karena hal ini. Namun, sebuah sekolah justru mener...