"Aku bingung, kenapa kau bisa berubah seperti itu. Apakah karena rasa sakit kehilangan Diggory—kau jadi memiliki keberanian untuk—"
"Tidak ada hubungan nya dengan Cedric," Potong Steph dengan ekspresi dingin, "Aku memang sudah lama ingin menghabisi anak-anak Slytherin. Terutama Malfoy yang dengan seenak nya saja mengata-ngatai Mum dengan sebutan miskin."
"Yeah, aku setuju sih dengan mu," Ron berkata dengan pelan, "Tapi bukan kah anak-anak Slytherin memang seperti itu?"
Steph menutup buku Ramalan Tingkat Lanjut nya, dan memasukkan kedalam tas manik-manik nya, "Selama empat tahun aku diam dan berusaha keras untuk sabar—tidak melakukan perlawanan kepada anak-anak Slytherin yang senang sekali menghina derajat kita, terutama Hermione yang sering sekali dihina karena kelahiran Muggle—"
"—Hari ini, sampai seterus nya mungkin aku akan berani bertindak untuk melakukan perlawanan jika anak-anak Slytherin masih menghina kita."
"Yeah, bagus, itu Brilian—sungguh, tapi.." Ron menghela nafas panjang dan menatap Steph dengan tatapan putus asa, "Kau tidak ingin kan—poin Gryffindor dikurangi terus karena melakukan perlawanan dengan anak Slytherin—"
"Dan kau suka derajat mu di hina-hina oleh mereka?" Steph menatap tajam Ron, "Aku tidak peduli tentang itu. Beratus kali pun Profesor McGonagall memanggil ku karena aku bermasalah, tetapi aku tidak takut karena yang ku perbuat sama sekali tidak salah—"
"Nih," Ginny melemparkan sepatu hitam yang seperti sudah di cuci dan tidak ada lagi bau dari kotoran Hippogrif, "Kau harus berterimakasih kepada ku, sepatu mu sudah ku cuci. Terakhir kali sepatu mu ada di ruang bawah tanah Slytherin."
"Ruang bawah tanah Slytherin?" Steph mengangkat sebelah alis nya, perasaan nya bercampur kegelian dan jijik, "Tunggu..tunggu—"
"Terakhir kali aku melemparkan sepatu ku tepat di wajah Parkinson. Sepatu ku hilang begitu saja, dan seharus nya sepatu ku masih berada di Hutan dekat pondok Hagrid. Kenapa tiba-tiba sepatu ku bisa berpindah tempat ke ruang bawah tanah Slytherin?"
"Aku juga tidak tahu, kami semua tidak tahu kenapa bisa begitu," Hermione menimbrung masuk ke ruang rekreasi Gryffindor dan melemparkan diri nya keatas sofa sambil membaca buku.
"Kalian berpendapat bahwa mungkin saja ada anak Slytherin yang jatuh cinta dengan Steph—dan membawa sepatu Steph sampai ke asrama Slytherin?" Ron bertanya dengan memasang wajah kegelian.
"Ew—tidak mungkin!" Sambar Steph dengan jijik, "Sepatu bekas kotoran Hippogrif—masa iya ada cowok yang naksir dengan ku, sampai-sampai rela membawa sepatu ku ke asrama Slytherin dengan belas kasih sayang."
Tak lama setelah itu, Ron, Harry, Hermione, dan Ginny tertawa terbahak-bahak, membayangkan ada cowok yang begitu jatuh cinta dengan Steph, sampai-sampai rela menyimpan sepatu yang terkena kotoran Hippogrif yang bau sekali.
"Harry!" Terdengar suara serak dari dalam perapian, dan dengan cepat Steph, Harry, Ron, Hermione dan Ginny mendonggak secara bersamaan dan mendekati perapian dengan wajah yang kembali serius.
"Apa yang kau lakukan?" Tanya Harry dengan cemas, mendoncondongkan diri nya dekat kearah perapian.
"Membalas surat mu. Kau bilang kau khawatir tentang Umbridge. Apa yang dia lakukan? Melatih untuk membunuh Darah-Kotor?"
"Sirius—kami tidak boleh menggunakan sihir."
"Aku tak heran. Terakhir yang kudengar, Fudge tidak menginginkan kalian dilatih berperang—"
"Berperang?" Tanya Steph dengan bingung, "Apakah dia berpikir kita akan membuat pasukan penyihir?"
"Itu lah yang ia pikir. Bahwa Dumbledore sudah membangun pasukan untuk melawan Kementrian. Ia semakin berburuk sangka. Yang lain, tak ingin aku memberi tahu mu tentang ini, Harry—tapi semua nya tak berjalan baik di Orde. Fudge menutup kebenaran di setiap kesempatan dan semua penculikan ini, seperti bagaimana peristiwa sebelum nya berawal."
KAMU SEDANG MEMBACA
IDENTITY | d. malfoy
Fanfiction17+ Everyone knew, she's something... with Draco. But, you sure you want to judge them? You don't know their background. | BAHASA INDONESIA | *** 2021 © graceeen1 don't copy my story and be a smart reader.