25. Berbeda

76 15 10
                                    

"Mi, emang lo nggak apa-apa tidur di sini?"

Eksa menoleh ke arah Bemi yang sibuk memainkan ponsel di sampingnya. Berbaring dengan mendekap boneka larva kuning ukuran sedang. Netranya fokus pada benda pipih yang layarnya menyala menampilkan timeline Instagram.

"Nggak boleh? Nggak seneng gue nginep kos?" sahut Bemi tanpa menoleh.

Buru-buru Eksa menggeleng. Dia sama sekali tidak keberatan. Justru sebaliknya, dia senang bukan main. Dia jadi tidak kesepian. Ada teman untuk diajak ngobrol atau melakukan hal lain. Sesuatu yang Eksa khawatirkan adalah tiga orang yang ikut serta. Mereka dibiarkan bertiga menginap di hotel. Sedangkan Bemi kabur ke sini.

"Itu Cika gimana? Ditinggal sendirian sama dua cowok."

"Gimana apanya? Ya, nggak gimana-gimana, Sa. Udah gede juga."

Eksa mendengkus. Sebelah tangannya terangkat untuk menepuk pelan lengan Bemi. "Heh, dia cewek!"

"Emangnya sejak kapan adek gue berubah jadi cowok? Dih, santai aja! Nggak bakal ada aneh-aneh. Kalaupun iya, gue bogem dua orang yang lain."

Eksa bergidik. Membayangkan sosok jangkung bernama Mika beserta seorang pemuda lain berambut blonde dihajar oleh Bemi. Meskipun perempuan, tetapi sahabatnya itu pemegang sabuk hitam taekwondo. Jadi, ya, bisa dibayangkan bagaimana kekuatannya untuk memukul orang. Namun, setelah Eksa pikir-pikir, sepertinya tidak akan terjadi hal yang buruk. Dia kenal Mika lumayan lama. Pun dengan sosok manis yang mengaku bernama Naja, Eksa kira bukan seorang yang jahat. Mengingat dia mengekori Bemi seperti kakaknya sendiri.

"Itu kenapa Cika bisa ikut, deh? Terus juga cowok namanya Naja tadi."

"Tauk!" Bemi mengedikkan bahu. "Udah nggak usah bahas mereka. Nanti mood gue jadi ambyar."

"Emang kenapa?"

"'Kan, udah dibilang jangan nanya!" protes Bemi.

"Oke, gue diam!" Eksa mengangguk sambil menempelkan jari telunjuk kanan pada bibir. Sebagai isyarat jika dia akan diam dan tidak bertanya lebih jauh.

Mengerjap pelan, Eksa meraih ponsel yang tergeletak di sampingnya berbaring. Rasa kecewa seketika menyusup saat layar ponsel menyala. Tidak ada notifikasi satu pun dari sosok yang dia rindukan. Padahal dia menunggu kabarnya sejak kemarin. Apakah laki-laki itu baik-baik saja? Apakah sudah akan pulang atau masih liburan di sana? Banyak sekali pertanyaan yang menyesaki kepala, tetapi tidak terjawab karena Eksa tidak tahu harus bertanya pada siapa.

Menghela napas panjang, Eksa mengubah posisi jadi menyamping. Kedua tangannya dia selipkan di bawah telinga sebagai bantal. Netranya lurus memandang Bemi yang masih sibuk bermain ponsel.

"Mi, gue mau cerita."

Sejak lamaran beberapa waktu lalu, Eksa belum bicara apa-apa pada Bemi. Dia memang tidak mengabari wanita itu karena semua sedikit mendadak. Dia tidak ingin merepotkan banyak pihak dengan acaranya yang tidak terlalu besar itu. Kehadiran keluarga dekat sudah lebih dari cukup.

"Apaan?"

Eksa agak ragu. Namun, jika dia tidak memberitahu sekarang, nanti bisa makin rumit. "Gue ... udah lamaran."

Eksa sejenak menahan napas ketika Bemi langsung menoleh. Ibu jarinya berhenti mengusap layar ponsel saat itu juga. Mendadak atmosfer jadi terasa mencekam. Wanita berponi rata itu merasa seperti maling yang tertangkap basah tengah mencuri ayam.

"Sa, jangan becanda!"

Kedua sudut bibir Eksa tertarik sempurna. Menampilkan senyum manis guna menyembunyikan rasa bersalah karena tidak memberitahu sejak awal.

Ending Scene ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang