26. Luka yang Sama

64 14 11
                                    

Mi, lo masih marah sama gue?

Pesan singkat yang Eksa kirim melalui aplikasi WhatsApp itu tidak berbalas. Hanya tanda centang dua yang berubah biru. Padahal dia mengirimnya sudah hampir satu bulan sejak perselisihan kecil di antara keduanya. Jujur, Eksa rindu. Dia sudah merencanakan banyak hal ketika Bemi datang ke Jogja. Ingin mengajaknya jalan-jalan dan kulineran. Namun, semua tidak sesuai dengan ekspektasinya.

Mi, gue minta maaf :(

Atensi Eksa masih berpusat pada ruang chatting-nya dengan sang sahabat. Tidak ada tanda-tanda jika wanita itu tengah online. Dia masih memandangi tulisan yang sudah diketik, ragu hendak mengirimkannya atau tidak. Menghela napas panjang, akhirnya Eksa menekan ikon kirim. Membiarkan satu pesan terkirim setelah sekian lama tidak ada komunikasi.

Eksa pikir, Bemi sedang tidak memegang ponsel. Mengingat tidak ada keterangan terakhir dilihat atau status online. Namun, setelah pesannya terkirim beberapa saat, tanda centang dua berubah menjadi biru. Kelopak mata Eksa melebar. Buru-buru dia bangkit dari posisi berbaring, menjadi duduk bersandar tembok sambil memeluk boneka.

"Mi, bales," monolog Eksa. Dia ketar-ketir menunggu reaksi sang sahabat. "Gue mohon, Mi. Gue nikah bentar lagi, tapi masa masih marahan sama lo, sih? Nggak lucu, padahal gue pengin lo jadi bridesmaids gue."

Eksa merapal doa banyak-banyak supaya Bemi membalas pesannya dan hubungan mereka kembali normal. Sampai beberapa saat kemudian, ponsel yang dia pegang terasa bergetar. Eksa tentu terkejut. Buru-buru dia membuka lock screen. Begitu terbuka, pesan masuk dari Bemi langsung terbaca. Menampilkan satu baris kalimat yang kemudian membuat kedua sudut bibir Eksa tertarik.

It's oke, gue juga minta maaf udah marah-marah sama lo.

Jemari Eksa semangat untuk mengetik balasan. Hatinya lega luar biasa ketika membaca sebaris pesan dari seseorang yang begitu dia rindu. Ada banyak hal yang ingin Eksa bagi dengan Bemi. Tentang persiapan pernikahan, riwehnya fitting baju pengantin, undangan, dan banyak cerita yang sudah siap mengudara. Namun, ketika satu pesan kembali masuk, jemari Eksa mendadak berhenti mengetik.

Kerjapan mata adalah respons pertama. Eksa berusaha membaca baik-baik sebuah pesan yang sangat di luar dugaan. Keadaan itu berlangsung selama beberapa detik hingga perlahan kedua sudut bibirnya kembali tertarik.

Sa, gue juga mau cerita. Gue ... dilamar Mika.

Ada banyak hal yang telah Eksa lalui bersama Bemi. Sedih, senang, memalukan, bahkan keadaan yang di luar kontrol mereka. Namun, kendati tidak selamanya bisa bersama dalam keadaan yang selalu baik-baik saja, Eksa selalu berdoa untuk kehidupan keduanya. Meminta pada Pemilik Semesta supaya mendapat jalan dan kebahagiaan masing-masing di dunia pun dengan kehidupan selanjutnya.

🥀🥀🥀

"Hus, nanti kamu sibuk nggak?"

Husni mengalihkan atensi dari setumpuk berkas yang berada di meja ketika suara seseorang terdengar. Begitu manik keduanya bertemu, laki-laki bermata sipit itu refleks menarik kedua sudut bibir. Eksa berdiri tidak jauh di depan meja kerjanya. Wanita itu terlihat elegan dengan dress batik selutut berwarna peach. Dipermanis dengan sepatu sport warna abu cerah yang dikenakan.

"Kenapa lihat sepatuku, deh? Aneh, ya?"

Buru-buru Husni menggeleng. Mungkin ini picisan, tetapi semua hal yang Eksa kenakan tetap terlihat cocok. Itu menurut Husni. Entahlah, apakah dia berpendapat demikian karena sudah jatuh terlalu dalam?

"Nggak, Mbak. Cakep gitu kok sepatunya. Sekali-kali pake gitu daripada wedges, nanti malah sakit."

Eksa menanggapinya dengan senyum lebar, membuat kedua matanya membentuk bulan sabit. Sesuatu yang paling Husni sukai dari wanita berambut panjang itu.

Ending Scene ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang