37. Pulang

106 16 23
                                    

Hai, ketemu lagi sama aku ehehe.

Well, aku bawa info buat cerita ini. Jadi, aku sama himnaee_ sedang melaksanakan 11dayswritingchallenge. Yap, insyaallah aku bakal kelarin ini dalam 11 hari ke depan. Doakan semuanya lancar, ya. Sedih banget soalnya dari jaman jebot ini cerita enggak kelar juga.

Oh iya, bisa tengok juga ya cerita Lovable Season punya sodara seberang pulau yang aku tag di atas eheh. Ikuti kisah Hana dan Jae yang bakal maraton selama 11 hari ini juga.

Udah itu aja, mohon dukungannya ya. Aku akan berusaha buat benar-benar menyelesaikan cerita ini. Well, happy reading.

🥀🥀🥀

Eksa mengemas beberapa barang yang akan dibawa pulang. Selain oleh-oleh untuk Rendra, dia juga membawa serta beberapa baju yang sudah tidak terpakai. Selama melipat dan memasukkan baju-baju tersebut ke dalam koper, buliran bening terus luruh dari sudut netra. Rasanya masih sesak, meskipun dia berusaha untuk menerima. Terlebih Deka baru saja muncul di hadapannya dengan segala penyesalan yang laki-laki itu bawa.

Bulshit!

Eksa tidak yakin jika Deka benar-benar menyesal. Bukankah dia melakukan hal tersebut secara sadar dan waras? Konyol jika laki-laki itu berubah menjadi sosok yang seolah-olah paling tersakiti. Padahal, yang menjadi korban atas kejadian ini adalah Eksa. Entah apa yang akan dia katakan pada bunda nanti.

Mendadak gerakan tangan Eksa terhenti ketika mengingat soal wanita yang menjadi separuh hidupnya itu. Bahkan kepulangannya kali ini tanpa kabar terlebih dahulu. Eksa terlalu takut dengan banyak kemungkinan, meskipun akhirnya sang bunda akan tetap mengetahui kejadian ini. Entah apa yang akan Eksa katakan jika nanti bertemu. Dia tidak hanya kehilangan harapan, tetapi menghancurkan hal yang sama milik sang bunda.

"Sa, lagi sibuk? Ada yang datang, nih, nyariin kamu."

Eksa tersadar, kemudian memasukkan lipatan baju terakhir ke dalam koper. Menarik resletingnya cepat, lantas menggeser benda tersebut ke dekat tembok. Buru-buru dia beranjak, setelah lebih dulu mengusap air matanya dengan tisu.

"Siapa, Shan?" tanya Eksa begitu pintu terbuka.

"Husni," jawab Shana. "Kamu diantar dia ke stasiun?"

"Iya." Eksa tersenyum. "Udah lama dianya? Aku belum mandi. Boleh minta tolong bilang suruh nunggu sebentar?"

"Oke, Sa. Bentar, aku bilang dulu."

Shana bersiap untuk berbalik. Namun, tangan Eksa lebih dulu menahan lengannya.

"Makasih, ya. Maaf aku ngerepotin," kata Eksa dengan mata yang kembali berkaca-kaca.

"Nggak ngerepotin, Sa. Kamu kayak sama siapa aja, deh." Shana tersenyum lembut sembari mengusap lengan atas Eksa. "Ya udah, kamu siap-siap, gih. Aku nyamperin Husni dulu."

"Sekali lagi makasih, ya."

"Sama-sama." Kemudian Shana berlalu, meninggalkan Eksa yang berdiri di ambang pintu.

Sepeninggal Shana, Eksa lekas beranjak mandi. Setelah selesai mandi berganti baju, wanita itu menggeret koper menuju ruang tamu indekos. Di sana sudah ada Husni yang duduk sembari memainkan ponsel.

"Maaf, Hus, kamu jadi nunggu lama." Eksa berucap sembari berjalan menuju kursi. Dia mendudukkan tubuhnya tepat di hadapan Husni. "Ini belum masuk isya, tapi udah siap. Enaknya berangkat aja kali, ya?"

"Boleh, Mbak. Atau mau makan dulu juga bisa. Mbak udah makan?"

Eksa menggeleng. Dia tidak lagi memikirkan itu semenjak Deka ke sini sore tadi. Kepalanya penuh dengan hal-hal yang sebenarnya tidak perlu dipikirkan. Terlebih soal Hanun yang belum tahu kejadian ini.

Ending Scene ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang