41. Sunday Morning

79 16 8
                                    

Mari menulis yang manis, meweknya udahan dulu muehehehe.

🥀🥀🥀

"Halo, Husni! Selamat pagi!"

Husni baru saja menginjakkan kaki di teras lantai satu indekos, ketika dia dikejutkan oleh kedatangan Eksa. Iya, Husni tidak bermimpi karena wanita itu benar-benar ada di hadapannya sekarang. Memakai kaus panjang oversize, dipadu dengan baggy pants berwarna hitam. Manis, satu kata yang langsung terlintas di pikiran laki-laki sipit itu.

"Kaget, ya? Bengong gitu," kata Eksa sembari memamerkan senyum. Senyum yang jujur saja membuat Husni jadi diabetes, saking manisnya.

"Ini ... Mbak Eksa? Bener Mbak Eksa?"

"Bukan, ini kembarannya Raisa," ucap Eksa asal. "Ya iyalah, ini Eksa. Emang siapa lagi, Hus? Nggak ada yang mukanya sama kayak aku di sini."

Husni berkali-kali mengerjap, takut jika wanita yang berdiri sembari membawa paper bag itu bukan sosok yang dia kenal. Soalnya sangat berbeda dengan yang terakhir kali Husni temui. Sosok yang berdiri di depannya sekarang jauh lebih baik, jauh lebih ceria, dan jauh lebih segar.

"Bentar, Mbak." Husni mendadak linglung. Dia menepuk-nepuk pipinya, hal yang justru membuat Eksa mengernyit bingung. "Aku inget kalau udah bangun, sih. Sebelum subuh malah. Tapi kayaknya ngantuk lagi."

"Kamu nggak mimpi, Husni. It's me, Eksa Gantari," kata Eksa sembari tersenyum lebar.

"Bener?"

"Yaelah." Eksa berdecak. "Apa perlu aku tampar?"

Kontan Husni menggeleng sambil cengar-cengir. "Jangan, Mbak."

"Ya udah, jangan bingung kalau gitu. Oh iya, aku bawa oleh-oleh, nih." Eksa mengangkat tangannya yang membawa paper bag ukuran sedang. "Kemarin, Rendra beliin banyak. Koperku sampai penuh. Sekalian nanti aku nitip buat temen-temen kamu di kontrakan, ya."

Ini benar-benar aneh. Maksudnya, Husni seperti bertemu dengan Eksa yang baru. Eksa yang terlahir kembali menjadi seseorang yang jauh lebih ceria. Bukan berarti yang lalu tidak demikian. Namun, setelah semua hal yang terjadi dan pertemuan terakhir kali di stasiun, Husni pikir membutuhkan waktu yang cukup lama untuk recovery.

"Kamu kok, aneh gini sih, Hus? Jangan-jangan nggak suka, ya, aku samperin ke kosan?"

Buru-buru Husni menggeleng. "Enggak, Mbak. Bukan gitu."

"Terus?"

"Kaget aja, sih." Husni menggaruk tengkuknya. "Tumben gitu, Mbak ke sini pagi-pagi."

"Bosen di kosan." Eksa mengedikkan bahu, kemudian berjalan menuju kursi yang ada di teras indekos. "Kamu lagi sibuk, kah?"

"Enggak, cuma mau nyuci motor doang ini tadi."

Eksa mengangguk-angguk. "Jalan, yuk Hus!"

Untuk kedua kali, Husni terkejut. Perasaan, dia hanya tidak bertemu wanita itu dalam kurun waktu satu minggu. Namun, kenapa perubahannya signifikan sekali, ya?

"Jangan bengong gitu. Ayo, mau atau enggak?"

"Ke mana?"

"Sunmor? Lama banget nggak ke sana. Kayaknya terakhir pas sama Bemi, deh. Pas kamu sama temen-temen jualan seblak itu, loh."

Ah, iya benar. Dulu Husni dan teman-temannya pernah berjualan seblak di sunday morning yang diadakan sepanjang jalan depan gedung Departemen Ekonomika dan Bisnis UGM.

"Gimana? Lagi pengin beli jajanan yang banyak."

Kedua sudut bibir Husni tertarik. Bagaimana dia bisa menolak? Apalagi keadaan Eksa jauh lebih baik sekarang. "Gas, deh. Tapi bentar, Mbak, aku mandi dulu, ya."

Ending Scene ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang