"Hus, kenapa, sih? Nggak jadi makan bakso?"
Eksa tidak mengerti dengan sikap Husni yang mendadak berubah. Mereka sudah mengantre untuk membeli bakso, tetapi tidak jadi. Husni justru mengajaknya pergi ke Masjid Gede Mataram yang terletak tidak jauh dari pasar Kotagede. Sebenarnya tidak apa-apa, Eksa juga tidak marah atau kesal karena diajak ke masjid terlebih dulu. Bagaimanapun, panggilan Tuhan harus disegerakan. Namun, semuanya serba mendadak tanpa konfirmasi terlebih dahulu. Husni mengajaknya pergi tanpa berkata apa pun.
"Tadi bilangnya mau makan dulu," kata Eksa sembari mengenakan kaos kaki di teras masjid setelah selesai menunaikan ibadah.
Husni duduk di sampingnya melakukan hal yang sama sebelum memakai sepatu. Ekspresinya wajahnya sulit Eksa baca.
"Hus, kamu marah?" Eksa sedikit memundurkan badan, kemudian memusatkan atensi pada sosok yang kini sibuk dengan sepatu.
"Nggak, Mbak. Marah kenapa coba? Ada-ada aja," sahut laki-laki itu tanpa menoleh.
"Kalau gitu bilang, kenapa nggak jadi beli bakso?"
"Bukan nggak jadi." Selesai mengikat tali sepatu, Husni mengalihkan pandang pada Eksa. "Magrib dulu, biar nggak kehabisan waktu."
"Tadi kamu bilang makan dulu biar ibadahnya nggak kepikiran makan."
"Emang, tapi magrib waktunya dikit banget, Mbak. Keburu isya nanti malah kita ninggalin ibadah."
Benar juga. Namun Eksa belum puas dengan jawaban yang Husni berikan. Dia tidak yakin, tetapi Eksa merasa jika laki-laki itu menyembunyikan sesuatu darinya.
"Abis ini mau ke mana? Jadi balik ke tempat tadi?" Daripada berdebat dan membahas hal yang akan berujung tidak baik, Eksa memilih mengalihkan pembicaraan.
"Pak Pendek aja, yuk! Mbak mau nggak? Di sana ada mie ayam dan bakso. Dijamin enak."
Eksa pernah mendengar warung mie ayam tersebut, tetapi belum pernah makan di sana. "Mau ke sana?"
"Mbak mau? Kalau nggak, nanti cari tempat makan lain."
"Boleh. Aku juga belum pernah makan di sana soalnya."
Entah hanya perasaan Eksa atau memang begitu adanya, Husni terlihat aneh. Dia memang tersenyum dan bersikap biasa, tetapi terasa berbeda dengan beberapa jam yang lalu. Ingin bertanya, tetapi Eksa takut jika hal tersebut tidak berkenan di hati Husni.
"Maaf, ya, Mbak."
Eksa mengernyit ketika mendengar Husni meminta maaf. Dia menatap laki-laki yang berusia tiga tahun di bawahnya itu. "Kenapa minta maaf? Kan, kamu udah bantuin dan nemenin aku buat pesen souvernir."
"Nggak apa-apa, minta maaf aja."
"Hus, jangan gitu, deh. Bikin takut, tauk."
Di luar dugaan Eksa, Husni justru tertawa pelan, membuat sesuatu dalam diri Eksa terasa aneh. Rasanya sama seperti beberapa bulan lalu saat mereka pergi berdua. Mengunjungi rumah laki-laki tersebut dan menyempatkan untuk mampir di Bukit Bintang.
"Maaf pokoknya, malah gagal beli bakso. Kapan-kapan, deh, aku traktir makan di sana."
"Jangan minta maaf," sahut Eksa. "Kamu nggak salah dan emang lebih baik cari masjid, kan? Udah, aku nggak apa-apa, kok. Cuma emang kaget aja tadi."
Terlebih ketika Husni menahan bahu Eksa, membuat tubuh mereka hampir tidak berjarak sama sekali. Wanita itu sempat menahan napas sejenak ketika melihat wajah Husni dalam jarak yang begitu dekat.
"Ya udah, ke mie ayam Pak Pendek sekarang, yuk! Mumpung masih jam segini, belum terlalu malam."
"Oke, berangkat."
KAMU SEDANG MEMBACA
Ending Scene ✓
RomanceCOMPLETED Semuanya berawal ketika Eksa melihat Deka pelukan dengan Nares di Jogja Expo Center. Padahal pamitnya pergi gladi resik acara reuni, bukan bermesraan dengan wanita lain. Sejak saat itu, rasa percaya Eksa pada Deka semakin berkurang. Ditamb...