46. A Sweet Trip (bagian 2)

170 14 28
                                    

Minggu pagi Eksa disambut dengan seekor monyet di teras, ketika membuka pintu kamar villa. Dia terkejut hingga refleks bergerak mundur, bersamaan dengan degup jantung yang terasa cepat. Ini kali pertama Eksa berada dalam jarak yang begitu dekat dengan hewan berekor panjang tersebut. Dalam hati Eksa sempat merutuk, kenapa harus menginap di villa yang dekat dengan hutan, sih? Takutnya bukan hanya monyet yang tiba-tiba datang, tetapi hewan yang lain juga.

"Mbak, ngapain?"

Eksa kontan menoleh ketika mendengar suara Husni. Laki-laki itu berdiri di depan kamar yang berada di sisi selatan, tepat di depan gazebo. Jaraknya tidak terlalu dekat dengan kamar para kaum hawa.

"Takut monyet," aku Eksa. Apalagi hewan tersebut tidak terlihat akan beranjak. "Gimana ini, Hus? Takut dicakar."

Tidak menunggu lama, Husni menghampiri Eksa dengan membawa makanan. Laki-laki itu kemudian memberikannya pada monyet, yang langsung diterima dan membuat hewan tersebut menjauh.

"Yang penting, Mbak nggak ngagetin. Mereka nggak bakal ganggu, kok."

"Tetep takut."

Husni tersenyum tipis. "Udah pergi, tuh. Aman."

Eksa bisa bernapas lega saat monyet itu tidak lagi berada di teras kamar. Sebenarnya agak ngeri menyewa villa ini untuk menginap. Kendati udaranya yang segar karena bersebelahan dengan hutan, masih banyak monyet liar yang sering berlalu-lalang. Namun, sebagai karyawan yang tidak diberi tanggung jawab untuk mencari tempat menginap, Eksa tidak bisa protes.

"Aku nggak mengira kalau mau banyak monyet kayak gini."

"Pak Saka udah bilang, sih," kata Husni tanpa menoleh. Dia mengedarkan pandang pada pepohonan yang ada di depan kamar Eksa . "Sebelumnya bilang kalau deket villa masih banyak hutan dan banyak monyet."

Eksa mengangguk-angguk. "Oh iya, jeep lava tour nanti jam berapa, Hus?"

"Mm, kalau nggak salah mulai jam tujuh." Husni kemudian menilik arloji yang melingkar di pergelangan tangan kirinya. "Sekarang setengah tujuh. Oh iya, Mbak udah mandi, kan?"

"Udah."

Tepat setelah Eksa menjawab, suara Saka selaku koordinator mulai membahana. Menginformasikan jika sebelum tour ke Kaliadem dengan mobil jeep, semua peserta dari PT. Guna Multi dipersilakan untuk sarapan terlebih dahulu.

"Mbak, ayo sarapan! Pak Saka udah kasih info, tuh."

Eksa belum sempat menjawab, tetapi Husni lebih dulu berlalu menuju aula yang digunakan untuk sarapan. Refleks, wanita itu langsung mengekor. Tanpa disadari, sedari tadi ada satu orang yang memperhatikan interaksi keduanya dari jauh. Menatap sendu ke arah dua orang yang kini berjalan beriringan menuju ruang makan villa.

🥀🥀🥀

Kalau ada yang bertanya apakah Eksa benar-benar baik-baik saja, wanita itu akan menjawab "ya". Padahal, jauh dalam hatinya, luka itu masih menganga. Eksa sendiri tidak tahu sampai kapan akan begini? Meskipun yang orang lihat sekarang Eksa jauh lebih ceria, dia memang sengaja. Berusaha untuk baik-baik saja dan tidak memperlihatkan segala sakit yang masih dirasa.

Eksa bukan manusia super, tetapi dia mencoba untuk menerima segala luka yang ditorehkan oleh Deka. Sebelum ini pun, Eksa sudah merasakannya berkali-kali. Sampai dia lelah sendiri dan menyesal telah memberikan kesempatan kedua.

Eksa kira, Deka akan berubah. Eksa kira, Deka tidak akan bertindak jauh sampai melakukan hal itu. Eksa kira, Deka benar-benar serius menyayangi dan mencintainya. Namun, jika ada celah yang membuat laki-laki itu belok arah, berarti apa yang diucapkan selama ini tidak sepenuhnya benar, kan?

Ending Scene ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang