Bemi
Sa, kampret nggak, sih? Masa gue ketemu dia lagi di sini :"(.
Kesel! Rasanya pengen terbang ke Jogja aja huhuhu.Ini masih sangat pagi. Bahkan matahari belum terlihat naik dari peraduan. Namun, ponsel Eksa sudah meraung-raung seperti terkena teror. Banyak panggilan tak terjawab, juga tumpukan pesan yang mencapai angka dua puluh. Membuatnya terjaga dari tidur.
Helaan napas panjang Eksa embuskan, kemudian tangannya terulur guna menutup mulut karena menguap. Sialan! Tidak di Jogja, tidak di Jakarta, Bemi memang hobi sekali mengganggu waktu istirahatnya. Jika dulu soal mantan, sekarang soal cem-ceman.
"Serahlah, Mi. Gue aja pusing sama urusan sendiri."
Eksa memilih untuk tidak membalas pesan sahabatnya itu. Selain masih mengantuk, mood-nya sedang tidak begitu baik. Bayang-bayang Deka yang kencan dengan Nares kemarin siang masih saja teringat jelas.
"Daripada pusing, mending mandi, salat, terus masak. Oke, gitu aja." Eksa bermonolog.
Libur weekend ini Eksa memilih untuk istirahat di indekos dan memanfaatkan beberapa bahan makanan yang masih dipunya untuk dimasak. Dia malas ke mana-mana, meskipun semalam Deka sempat mengajaknya untuk main. Hatinya masih ngilu tiap ingat jika laki-laki itu bohong. Ingin tak percaya, tetapi semua terlihat begitu jelas.
Baru saja Eksa mengambil handuk yang tergantung di balik pintu, terdengar ketukan yang tak begitu keras dari luar. Begitu pintu terbuka, ada Shana—teman satu indekosnya—sedang berdiri dengan rambut yang basah.
"Ada apa, Shan?"
"Baru bangun? Iler kamu, tuh, masih nempel!"
Eksa mendengkus, sedikit meraba wajahnya yang tidak meninggalkan jejak air liur seperti ucapan Shana. "Kenapa? Ada perlu?"
"Bukan aku." Shana mengibaskan sebelah tangannya. "Ada yang cari kamu. Dia nunggu di luar."
Seketika kening Eksa berkerut. "Siapa?"
"Biasa."
"Biasa siapa?"
"Halah kayak nggak ingat aja siapa yang tiap weekend datang."
"Serius ini aku nanya. Siapa yang nyari? Satria, ya?"
Shana tergelak. "Ya ampun, kalau aku jadi Deka, sakit hati, dah. Datang pengin ketemu ayang, tapi yang disangka datang orang lain."
Kelopak mata Eksa melebar. Tak lagi menanggapi Shana, wanita itu buru-buru keluar kamar. Benar saja, ada Deka di sana. Duduk di teras indekos sambil memainkan ponsel.
"Kamu ngapain subuh-subuh di sini?"
Netra Eksa memindai penampilan Dekat dari atas sampai bawah. Laki-laki itu sudah berpakaian rapi, dibalut jaket denim dan celana panjang, dipadu dengan topi yang bertengger di atas kepala.
"Eh, udah bangun? Kirain belum."
Eksa mendengkus. Tak habis pikir dengan Deka yang nekat ke kosnya pagi-pagi buta seperti sekarang. "Mau ngapain?"
"Ya ampun, galak banget, sih?"
"Lagian, hari masih gelap aja udah nangkring di sini. Nggak enak dilihat yang lain!"
Deka tertawa kecil. Dia berdiri, menangkup pipi wanita itu selama beberapa saat. "Imut banget, sih? Padahal baru bangun."
"Basi!"
"Jangan galak-galak, dong." Lengkungan manis itu tersungging di wajahnya, membuat rasa kesal Eksa perlahan mencair. "Aku mau ngajak kamu pergi. Mumpung libur."
KAMU SEDANG MEMBACA
Ending Scene ✓
RomansaCOMPLETED Semuanya berawal ketika Eksa melihat Deka pelukan dengan Nares di Jogja Expo Center. Padahal pamitnya pergi gladi resik acara reuni, bukan bermesraan dengan wanita lain. Sejak saat itu, rasa percaya Eksa pada Deka semakin berkurang. Ditamb...