24. Waktu yang Salah

82 17 19
                                    

"Satria, makan, yuk! Kerjaanku udah selesai. Aku lapar dan pengin makan yang seger-seger."

Satria tidak pernah mengira jika merelakan seseorang yang pernah diharapkan akan sesulit ini. Apalagi intensitas pertemuannya yang begitu sering. Lima hari dalam satu minggu dan berada di ruang kerja yang sama.

"Ke preksu mau nggak? Minumannya seger semua."

Eksa tidak pernah gagal membuat Satria berdesir. Senyuman hangatnya, tingkah cerianya, dan segala hal yang ada pada wanita itu seakan menjadi candu. Sayangnya, Satria terlalu bodoh dengan menyiakan kesempatan sejak lama. Padahal dia lebih lama mengenalnya daripada Deka. Dia lebih lama menyimpan perasaannya daripada Deka. Dan dia lebih lama bersamanya daripada Deka.

"Oke, yuk, kalau gitu!"

Kadang, Satria berharap jika dia bisa menghentikan waktu. Terjebak dalam tempat yang sama dengan sosok itu. Menghabiskan banyak hal untuk dilakukan berdua, sekalipun hanya untuk berdiam tanpa melakukan apa-apa. Namun, dia bukan Tuhan. Tidak ada hak untuknya memaksakan takdir. Semua yang berlalu hanya menjadi sebatas kata andai yang semu.

"Satria, kantor nggak ngadain liburan, gitu kah?"

Satria menoleh. Dilihatnya Eksa yang tengah kesulitan memasang pengait helm. Laki-laki itu langsung mendekat, mengulurkan kedua tangan untuk membantu mengaitkan helm berwarna abu itu.

"Hehe, makasih. Kayaknya aku emang kudu ganti helm."

"Sama-sama." Satria tersenyum. "Nggak tahu juga, sih. Kenapa emangnya? Pengin liburan?"

"Pengin, tapi nggak pengin banget. Cuma kayaknya butuh refreshing, deh. Lelah lima hari kerja mulu."

Satria tersenyum lagi, bersamaan dengan dia mengeluarkan motor dari barisan parkir bagian belakang. Untungnya tadi dia berangkat mepet, jadi memudahkan untuk pergi.

"Sama aku aja, mau nggak?" Sebenarnya candaan, tetapi terselip harapan jika wanita itu mengiakan.

Eksa tergelak, membuat Satria mengerutkan kening.

"Malah ketawa."

"Mau ke mana emang? Kan, belum lama ke pantai," kata Eksa. "Atau berempat lagi kayak kemarin? Terus cari destinasi lain."

Sebenarnya Satria masih kesal jika mengingat liburan waktu itu. Namun, dia tidak bisa berbuat apa-apa selain menerimanya.

"Boleh. Apa mau rame-rame kayak tahun lalu? Itu, waktu sama anak-anak magang."

"Wah, ide bagus!" Eksa menepuk pundak Satria dengan semangat.

"Oke, bisa diagendakan."

Satria kemudian mengendarai motornya menuju salah satu kedai makanan ayam geprek yang berada tidak jauh dari kantor. Pada siang yang lumayan panas ini, suasana kedai cukup ramai. Namun, tidak sampai harus mengantre lama. Masih ada tempat duduk kosong yang bisa ditempati bersama Eksa.

"Pesen apa?" tanya Satria begitu mereka menginjakkan kaki di kedai tersebut.

"Bentar!" Eksa mengalihkan pandang pada banner yang bertuliskan semua menu. Butuh beberapa saat hingga wanita itu kembali bersuara. "Geprek cabe lima, pake toping keju. Terus minumnya es susu vanila yang large."

Sebelah alis Satria terangkat begitu mendengar pesanan Eksa. Apalagi bagian minuman yang memilih ukuran besar. "Serius?"

Eksa mengangguk. "Iya. Masa bohong? Itu, ya. Jangan lupa cabe lima pake keju. Aku tunggu di bangku kosong paling pojok."

Netra Satria tidak lepas dari sosok berambut panjang yang kini memainkan ponsel di bangku paling ujung. Perlahan lengkungan kurva menghias wajah tampannya. Membuat sebelah lesung pipi tercetak dalam.

Ending Scene ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang