09. Satu Hari Bersama Husni

120 30 29
                                    

Ini masih sangat pagi, bahkan suara azan subuh belum begitu lama dikumandangkan. Namun, Husni sudah dibuat heran dengan satu notifikasi pesan yang masuk ketika dia baru saja membuka mata. Tak langsung membukanya, laki-laki bermata sipit itu lebih memilih bangun. Melangkah menuju kamar mandi untuk mengambil air wudu. Akan lebih tenang jika dia menunaikan ibadah terlebih dahulu sebelum melakukan aktivitas lainnya.

Setelah selesai dengan kegiatan ibadahnya, Husni mengambil ponsel yang tergeletak di atas karpet. Dibukanya beberapa pesan termasuk tiga pesan dari Eksa. Dia agak terkejut saat membaca isi pesan tersebut, Eksa mengajaknya bertemu hari Minggu ini.

"Tumben ngajak ketemu," monolog Husni. Segera dia membalas pesan yang masuk sekitar setengah jam yang lalu.

Baru saja pesan itu terkirim, tanda centang biru langsung terlihat. Membuat Husni mengerutkan kening. Belum sempat dia mengetikkan balasan, sebuah panggilan tiba-tiba masuk.

Mbak Eksa is calling

"Halo, Hus!"

Lengkungan kurva seketika menghiasi wajah Husni. Sapaan wanita itu terdengar manis ketika telepon tersambung. Husni mengusap dadanya pelan, merasakan debaran jantung yang mendadak menggila.

"Halo, Mbak."

"Kukira belum bangun tadi. Ganggu, nggak?"

Senyum Husni semakin merekah. Sebelah tangannya yang tadi mengusap dada kini beralih meremat bantal yang tergeletak di atas kasur. Melampiaskan rasa bahagia yang membuncah.

"Enggak ganggu, kok."

"Ngomong-ngomong, hari ini kamu ada acara atau enggak? Nggak pulang ke rumah?"

Sebenarnya Husni hendak pulang, sebab awalnya dia tak punya agenda apa pun. Jika begitu, bertemu dengan ibu juga bapak di rumah adalah pilihan terbaik. Namun, ketika ada hal mendadak seperti ini, apa lagi itu menyangkut sosok yang diam-diam membuat dadanya berdesir, sepertinya Husni memilih untuk di Jogja saja. Lagi pula, minggu lalu dia sudah pulang.

"Enggak, Mbak. Aku di kos aja. Ada yang bisa kubantu?"

"Nggak apa-apa, kok. Cuma pengin ngajak main aja."

"Ya?"

Sebentar, ini rasanya aneh. Tidak ada angin ataupun hujan, tetapi ajakan itu cukup membuat Husni melongo.

"Hus? Halo? Masih di sana, kan?"

Seketika Husni tersadar. "Eh, iya, Mbak? Gimana?"

"Pengin main. Suntuk di kosan. Kamu bisa?"

Tiba-tiba Husni merasa ragu, padahal sebenarnya ini kesempatan bagus. Bisa saja dengan berawal seperti ini, dia akan semakin dekat dengan wanita itu, kan? Bukan! Husni tak bermaksud untuk menikung atau merebutnya dari orang lain. Hati setiap orang sudah ada yang mengatur. Lantas, ketika mendadak hati itu berbalik arah, bukankah sudah menjadi kuasa Tuhan?

"Bisa, sih."

"Kok, sih?"

Husni menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. "Mbak Eksa nggak ada acara sama Mas Deka? Atau mungkin Mas Satria?"

Hening mengambang untuk beberapa saat. Tak terdengar jawaban apa pun di seberang. Hingga detik selanjutnya, helaan napas panjang terdengar. "Enggak."

Husni merutuki dirinya sendiri ketika mendengar suara yang terkesan muram itu. Meskipun tidak tahu persis apa yang tengah terjadi, Husni paham jika Eksa dan Deka sedang tak baik-baik saja.

"Mbak mau ngajak ke mana?" Husni berusaha mengalihkan pembicaraan. Enggan membahas lagi soal masalah pribadi Eksa. Dia tidak ingin ikut campur terlalu dalam.

Ending Scene ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang