30. Firasat

79 16 13
                                    

Persiapan pernikahan Eksa dan Deka sudah delapan puluh persen terpenuhi. Karena acara yang akan diselenggarakan tidak terlalu besar dan hanya mengundang keluarga inti beserta teman dekat. Keduanya juga masih sibuk mengurus pekerjaan dan menyelesaikan beberapa deadline yang mendesak. Rencananya, satu minggu sebelum akad, baik Eksa maupun Deka baru akan pulang. Itu artinya masih ada satu minggu lebih beberapa hari untuk mengurus segala hal di kota pelajar ini.

"Kamu pernah ikut aku lapor pajak, kan, tahun lalu, Hus? Nah, buat sekarang, nggak perlu ke sana. Kamu login aja ke DJP online, nanti masuk ke akun kantor terus bisa lapor."

Eksa menjelaskan beberapa hal yang sekiranya perlu Husni ketahui. Untuk sementara, pekerjaannya akan dipegang oleh laki-laki itu.

"Kalau misal kurang bayar gitu, berarti nanti dibayarin dulu, Mbak?"

Anggukan mantap disertai seulas senyum Eksa berikan. "Bener banget. Kayaknya beberapa bulan lalu pernah kurang bayar. Nah, prosedurnya sama kayak itu. Masih ingat, kan?"

"Yang mana, ya?" Husni menggaruk keningnya. "Mbak Eksa berkali-kali minta uang ke aku soalnya."

Ucapan Husni tak urung membuat Eksa tergelak. "Pokoknya, kalau di laporan nanti nggak ada tanda minus, itu kurang bayar, Hus. Nanti tinggal bayar aja ke bank sesuai kekurangan yang tertera. Terus input kode yang kamu dapet. Kodenya ada di resi pembayaran."

Anggukan beberapa kali yang Husni berikan membuat seulas senyum kembali menghias wajah Eksa. Dia sangat lega karena rekan kerjanya ini cepat belajar dan tidak perlu dijelaskan berulang kali.

"Oh, iya, kalau ngisi jenis pajaknya jangan keliru juga, ya. Nanti malah ngurus pemindahbukuan kayak aku beberapa bulan lalu. Ribet."

"Oke, siap, Mbak."

"Ya udah, makasih, ya, mau back up beberapa kerjaan yang urgent. Meskipun aku belum balik besok, tapi nggak apa-apa, kan, aku kasih tahu sekarang?"

Husni menggeleng cepat. "Nggak, Mbak. Justru kalau mepet, adanya malah nggak fokus."

"Iya bener." Eksa mengangguk pelan. "Eh, iya, siang ini makan bareng, yuk, nanti aku ajak juga Satria."

Husni tidak langsung menjawab, membuat Eksa agak khawatir jika laki-laki itu menolak. Bukan apa-apa, sih, tetapi Eksa ingin melakukan hal tersebut bersama teman-temannya sebelum menikah. Jika sudah berkeluarga, pasti semuanya terasa beda. Karena dia tidak lagi sendiri dan harus selalu izin kepada suami nantinya.

"Mbak pengin makan apa?"

"Kamu mau apa?"

Husni tertawa kecil sembari membereskan beberapa berkas yang ada di atas meja. "Kok, balik nanya. Mbak pengin apa?"

"Kayaknya bakso seger, Hus. Mau nggak?"

"Di mana?"

"Bakso balungan Pak Granat. Gimana?"

"Boleh, deh," jawab Husni setelah diam beberapa saat.

Kedua sudut bibir Eksa tertarik sempurna mendengar jawaban Husni. Ah, dia jadi tidak sabar untuk menikmati satu porsi bakso di sana.

"Ya udah, abis ini aku ajak Satria. Eh, itu orangnya datang." Eksa bergegas menghampiri Satria yang baru saja memasuki ruangan. Membuat laki-laki itu mengernyitkan kening. "Makan siang bareng, yuk! Sama Husni juga, di bakso balungan Pak Granat."

Satria baru hendak membuka mulut ketika Eksa kembali berucap, "Nggak menerima penolakan. Oke?"

🥀🥀🥀

Eksa pikir, kekhawatiran yang sempat dirasakan beberapa hari terakhir akan segera menguap. Namun, ternyata semua itu tidak semudah yang dikira. Karena pada akhirnya, dia masih kepikiran soal apa yang akan terjadi di masa depan.

Ending Scene ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang