08. Sebuah Kejelasan

134 31 26
                                    

Namanya Nareswari Sylviana. Nama yang cantik, persis seperti orangnya. Jauh sebelum bertemu Eksa, Deka lebih dulu kenal dengan Nares.

Deka mengenalnya ketika daftar ulang awal masuk kuliah. Waktu itu, Nares kebingungan mencari gedung direktorat akademik kampus. Deka yang kebetulan melihatnya, langsung saja bertanya. Lantas ketika tujuannya sama, Deka mengajaknya untuk datang bersama. Sejak saat itu keduanya dekat. Bahkan mereka satu fakultas dan satu jurusan.

Tidak ada yang tahu jika Deka sempat menyimpan rasa pada wanita itu, kecuali Deka sendiri. Dia merasa tak harus mengungkapkan ketika Nares sudah memiliki orang lain yang spesial. Hingga pada saat hatinya terasa sakit karena cinta sepihak, Deka bertemu Eksa. Seseorang yang pelan-pelan membantunya sembuh dari luka.

Menjadikan Eksa sebagai pelarian? Tentu tidak. Deka tidak sejahat itu hingga mengorbankan perasaan orang lain. Sejak awal, dia memang tertarik dengan wanita bertubuh mungil itu. Kepribadiannya yang baik, sederhana, dan selalu apa adanya membuat Deka perlahan jatuh cinta. Lalu keduanya memutuskan untuk memulai sebuah hubungan, yang terjalin hingga detik ini.

"Jadi, mau cerita soal kalian berdua?"

Suara lirih Eksa mau tak mau menyeret Deka kembali pada kenyataan. Di mana dia tengah bersama wanitanya yang terlihat begitu kacau. Setelah puas menangis di foodcourt XT Square beberapa saat lalu, Deka memutuskan untuk mengajak Eksa pulang ke indekos. Untung saja di sana sepi. Jadi, dia bisa duduk berdua tanpa penghakiman dari Shana ketika melihat Eksa kacau seperti sekarang.

Deka menghela napas panjang, sembari merapatkan tubuhnya dengan Eksa. Memaksa wanita itu untuk berada sedekat ini dengan dirinya. Dia lingkarkan sebelah tangannya pada pundak Eksa, lantas membawa kepala wanita itu untuk bersandar pada bahu lebarnya.

"Maaf," ucap Deka pelan.

"Aku nggak butuh maaf untuk sekarang, Deka. Aku cuma minta kamu jujur, cerita soal apa yang aku lihat berkali-kali selama beberapa minggu ini. Kasih aku penjelasan kalau memang ada hal yang harus dijelaskan."

"Aku nggak ada apa-apa sama Nares."

Kelopak mata Eksa terpejam, menahan gejolak untuk tidak kembali menangis. Sore ini dia harus mendengar semuanya. Sebuah kejelasan dari Deka tentang hubungannya dengan wanita bernama Nares itu.

"Seperti yang kamu tahu, aku sama dia teman kuliah. Berlanjut jadi teman kerja, nggak lebih."

Meskipun ingin, Eksa tak menyela. Apa pun yang akan keluar dari bibir Deka, akan dia mendengarkan.

"Aku emang dekat sama Nares, tapi sungguh, Yang, aku cuma cinta sama kamu," ucap Deka lagi. "Apa yang kamu lihat, nggak seperti yang kamu pikirkan."

"Emang kamu tahu aku mikir apa?"

Helaan napas panjang kembali Deka embuskan. "Kamu berpikir kalau aku ada hubungan khusus sama dia, kan?"

Eksa tersenyum getir. "Emang siapa yang bakal berpikir jernih ketika lihat cowoknya mesra sama cewek lain?"

"Yang-"

"Jawaban kamu nggak menjawab, Dek."

"Terus kamu pengin jawaban yang kayak gimana, Yang? Pengin kalau aku beneran punya hubungan khusus sama dia? Gitu?"

Eksa menarik tubuhnya dari dekapan Deka. Dia tatap lekat laki-laki yang kini juga menatapnya. "Dek, please!" mohon Eksa.

"Aku juga mohon, percaya sama aku." Deka menarik jemari Eksa, lalu menggenggamnya erat."Aku sama Nares cuma teman. Nggak lebih. Kita dekat karena sejak dulu kita sahabatan. Udah, sebatas itu aja."

Eksa gamang. Deka memang menjelaskan, bahkan berkali-kali menekankan jika mereka hanya sebatas teman dan rekan kerja. Namun, hati Eksa berkata lain. Bahwa ada yang ditutupi, sesuatu yang telah terjadi di luar kendalinya.

Ending Scene ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang