Sepotong Episode

44 5 0
                                    

"Lo pasti nggak akan percaya!"

Sejak Eksa datang ke kafe milik Mika, Bemi menyambutnya dengan menggebu. Memeluk erat, mengusap perutnya yang mulai membuncit, dan menceritakan seseorang yang katanya mirip dengannya. Eksa memang tidak percaya. Bagaimana bisa dia memiliki kemiripan dengan seseorang yang bahkan tidak ada hubungan darah sama sekali? Ini terdengar aneh.

"Mirip banget apa, Mbak?" Beda dengan Eksa, Husni justru tampak sangat percaya dan penasaran. Suaminya itu mendengar cerita Bemi dengan seksama. "Kayak kembar gitu?"

"Kayak kembar." Mika yang menjawab kalem dengan punggung bersandar pada kursi. "Kalau nggak ingat Mbak Eksa di Jogja, kayaknya bakalan gue bawa ke rumah."

"Heh!" Husni mengetuk meja dengan tatapan sinis ke Mika. "Kamu udah punya istri, main bawa istri orang aja!"

"Hadeh!" Mika merotasikan bola matanya. "Nggak ketemu lama dan lo udah nikah, gue pikir bakal jadi lebih berwibawa. Secara lo udah mau jadi bapak-bapak. Tapi, apaan? Gitu aja sewot."

Eksa yang menyaksikannya hanya tertawa kecil. Jujur saja dia rindu dengan dua sahabat yang sering gelud kalau bertemu itu.

"Lagian, ya, itu bukan Mbak Eksa."

"Halah, sama aja kalian!" Bemi menyahut. "Nanti juga ke sini, kok. Kalau kalian mau lihat seberapa mirip dia sama Eksa."

"Siapa, sih, Kak?" Cika yang sejak tadi diam, akhirnya ikut bersuara. Pertanyaan adik Bemi tersebut didukung oleh seorang pemuda manis yang mengangguk-angguk di sampingnya. Ikut penasaran pada seseorang yang tengah mereka bicarakan. "Temen lo?"

"Bukan." Bemi menggeleng. "Naja tuh, pasti sering lihat. Dia sering ke Kafe Abjad."

"Yang mana, Na?" Cika beralih pada pemuda bernama Naja disampingnya.

"Yang mana, Kak Bemi?"

Bemi mendengkus. "Malah balik tanya. Itu, lho, yang sering ngopi kalau siang. Kalau nggak, ya, kadang datang sore-sore. Kadang sama cowok tinggi kurus, kadang sama cowok kacamataan, kadang sama Satria."

"Ah, mas-mas temannya Kak Bemi itu?"

"Iya, itu Satria."

"Mirip, Na?" ulang Cika sambil menoleh ke Naja.

Pemuda itu mengetuk-ngetuk pelan dagunya, tampak berpikir. Lalu beberapa saat kemudian mengalihkan pandang pada Eksa. "Mm, mirip, sih."

Cika mengikuti arah pandang pemuda itu, membuat Eksa tersenyum geli.

"Plek ketiplek?"

"Rambut Kak Eksa pendek, rambut kembarannya panjang dan sering dicepol. Tapi sama-sama ponian."

Obrolan soal Eksa dan kembaran beda rahimnya masih berlanjut sembari menunggu sosok itu datang. Eksa jadi semakin penasaran. Seberapa mirip wanita itu dengan dirinya? Apakah seperti kembar identik? Entah, tetapi itu yang sejak tadi diucapkan baik oleh Bemi maupun Mika, selaku orang yang sudah pernah bertemu langsung.

Perbincangan ringan yang beralih ke cerita keseharian Bemi dan sang suami, maupun tambahan dari Cika dan pemuda bernama Naja, mendadak terhenti ketika suara lonceng berdenting. Benda kecil itu sengaja di pasang pada pintu sebagai tanda jika ada pelanggan datang.

Eksa tidak langsung menoleh, sedangkan Bemi lebih dulu berdiri dengan kedua sudut bibir tertarik. Disusul Mika yang berada di samping sang istri. Keduanya melambaikan tangan menyambut orang yang datang. Baru setelah beberapa detik, Eksa turut berdiri. Dia berbalik, menyapa Satria yang tengah berdiri di dekat pintu dengan seseorang yang terlihat familier.

Rautnya datar, rambutnya diikat rapi dengan poni menutup kening. Penampilannya membuat sosok itu terlihat manis dengan rok broken white di bawah lutut dipadu kaus lengan panjang berwarna tortilla. Samar Eksa bisa melihat semu merah yang muncul di kedua pipi.

Ternyata ucapan Bemi dan Mika tidak hanya bualan semata. Seseorang yang berdiri di dekat pintu, memang semirip itu dengannya. Eksa merasa sedang berkaca. Mulai dari perawakan, hidung, bibir, semuanya tampak persis seperti seorang kembar identik.

"Na, wah!" Cika bergumam takjub. "Kak Eksa sama Kak Oliv kayak satu orang, bukan cuma kembar."

Oliv namanya. Begitu yang Eksa dengar dari cerita Bemi. Seseorang yang tidak pernah disangka akan dijumpainya dan seseorang yang membuat Satria menggenggam erat jemari tangan sang wanita.

Senyum Eksa semakin lebar, menyadari keadaan sang sahabat yang pernah mengungkapkan perasaannya itu sudah jauh lebih baik dari tahun lalu. Sudah tidak terlihat sendu seperti ketika Eksa menolaknya untuk kedua kali.

Selamat berbahagia, Satria. Semoga kamu memandang Oliv bukan karena dia mirip sama aku. Tapi karena dia adalah dirinya sendiri.

🥀🥀🥀
.
.
.
.
.

Haii, aku balik dengan ekstra part yang sebenarnya ada lanjutannya eheheh.

Penasaran dengan kelanjutan Satria dan seseorang bernama Oliv? Yuk, meluncur ke work Dear, You

Di work itu, menceritakan tentang Satria yang ingin move on tapi malah ketemu sama orang yang mirip mantan gebetan. Ceritanya bisa dibaca sendiri, tapi biar lebih greget baca Ending Scene dulu ya.

 Ceritanya bisa dibaca sendiri, tapi biar lebih greget baca Ending Scene dulu ya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Oke, terima kasih sudah memberi dukungan di cerita ini. See you di work lain ya 💕

Love,
Nics

19 Juni 2024

Ending Scene ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang