EXTRA : Tentang Merelakan

253 11 24
                                    

Hai, ketemu lagi.
Oke, sebagai info aja kalau bab ini tembus 3800an kata. Jangan gumoh, ya. Hehehe.
Anyway, sengaja banget alurnya maju mundur. Jadi, bisa disimpulkan sendiri nanti, ya, yang tertulis kejadian kapan.

Gitu aja, happy reading.

🥀🥀🥀

Oktober 2020

"Saya terima nikah dan kawinnya Nareswari Sylviana binti Hadian Erlangga, dengan seperangkat alat salat dan emas sepuluh gram dibayar tunai."

Deka kira, definisi patah itu ketika dia harus merelakan Eksa. Melepas sang calon istri karena suatu kesalahan besar yang dia buat sendiri. Rasanya masih ada, bahkan tidak mau hilang meskipun Deka berusaha untuk menerima dan bersikap baik-baik saja.

Bagaimana bisa dia baik-baik saja jika akar dari semua masalah ada pada dirinya? Andai malam itu dia tidak melakukan hal bodoh, pasti semuanya berjalan sesuai rencana. Ah, andai, ya? Lagi-lagi Deka mengharapkan sebuah kata semu yang tidak akan pernah terjadi.

"Bagaimana para saksi, sah?"

"Sah!"

Riuh suara tamu undangan yang mengucap syukur menyadarkan Deka pada kenyataan. Membawanya pada hari ini di mana dia duduk di salah satu kursi dengan perasaan yang tidak karuan.

Ada banyak hal yang berjubel dalam kepala. Berdesakan hingga rasanya penuh. Bahkan untuk menyadari detik ini pun, Deka merasa gamang. Semuanya terlalu cepat, meskipun sebenarnya ada banyak waktu yang sudah terlewati. Di satu sisi, dia harus bahagia. Namun, disisi lain tidak demikian. Ada sudut terkecil dalam hatinya yang tidak bisa menerima semua ini.

"Aku akan tanggung jawab, Na. Aku akan menikahi kamu."

Ingatan satu tahun yang lalu mendadak kembali terngiang. Berputar seperti film yang bahkan Deka tidak bisa menghentikannya. Dia bisa melihat jelas paras cantik yang sudah dia sakiti itu. Sorot matanya sendu, dengan lingkaran hitam yang bergelayut di sana.

"Aku nggak tahu, Dek. Aku belum sanggup kalau mendapat cercaan yang lebih besar dari sekarang."

"Na—"

"Aku bukan calon kamu." Kemudian kaca tipis yang menyelimuti manik cokelatnya pecah begitu saja.

"Tapi dia anakku. Aku akan bertanggung jawab."

Deka tidak mungkin mengecewakan Ayah untuk yang kedua. Kendati semuanya melenceng dari rencana, setidaknya Deka harus menepati janjinya pada Ayah. Bahwa dia akan menikahi Nares.

"Aku nggak mau terpaksa, Dek. Gimana kalau setelah ini kamu berubah? Kamu bilang begitu, kan? Waktu bisa mengubah pikiran seseorang."

Mengusap wajahnya kasar, Deka menunduk. Mengamati sepatu warna navy yang membalut kakinya. Sepatu itu hadiah dari Eksa ketika dia ulang tahun awal Februari lalu. Sebelum semuanya mendadak kacau seperti sekarang.

"Na," Deka mengangkat wajah, menatap sendu pada Nares yang bergeming di depannya. Lalu dia sedikit bergeser maju. Tangannya terulur untuk menyentuh milik Nares dan menggenggamnya. "Aku nggak bisa janjiin apa-apa buat kamu, tapi aku akan berusaha menjadi lebih baik."

Deka sendiri sangsi, apakah dia benar-benar bisa memberikan yang terbaik untuk Nares? Bahkan bersama Eksa pun, janjinya sama. Akan berusaha menjadi versi terbaik dirinya. Namun nyatanya apa? Dia mengingkarinya.

"Aku nggak minta banyak hal sama kamu, Dek." Nares menggenggam erat jemari Deka. Seolah memberi tahu laki-laki itu atas semua kekhawatiran yang dirasa. "Kalaupun kamu nggak mau menikah sama aku, aku nggak masalah."

Ending Scene ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang