03. Dia Kembali

211 34 18
                                    

"Eksa, bisa ke ruangan saya sebentar?"

Eksa mengalihkan atensi dari setumpuk berkas yang siap dikerjakan, ketika suara atasannya itu terdengar menginterupsi. "Iya, Pak? Sekarang?"

"Sekarang." Pak Januar yang tadi berada di ambang pintu ruang keuangan, lantas berlalu pergi. Diikuti Eksa di belakangnya.

"Silakan duduk," kata Pak Januar mempersilakan.

Eksa mengangguk. Dia mendudukkan tubuhnya pada kursi yang ada di depan sana. Diam selama beberapa saat sembari menunggu atasannya tersebut mengalihkan fokus dari ponsel.

"Ada yang bisa saya bantu, Pak?" tanya Eksa begitu Pak Januar meletakkan ponselnya di atas meja.

"Ah, iya. Saya hendak menyampaikan sesuatu. Terkait posisi akunting yang dulu diampu oleh Bemi," kata Pak Januar yang membuat sudut bibir Eksa berkedut. "Jadi gini, saya minta maaf sebelumnya sudah melimpahkan tugas Bemi pada kamu. Saya tahu betul itu bikin kamu keteteran."

Eksa tersenyum. "Nggak apa-apa, Pak. Saya juga paham kondisi kantor yang belum menemukan pengganti Bemi. Jadi, sebisa mungkin saya bantu semampu saya."

Direktur muda itu ikut tersenyum. "Terima kasih, ya. Kamu sudah banyak membantu."

"Sama-sama, Pak."

"Nah, maksud saya memanggil kamu ke sini adalah untuk memberi informasi jika posisi akunting sudah terisi. Beberapa waktu lalu banyak lamaran yang masuk, dan alhamdulillah saya sudah dapat satu yang cocok untuk posisi itu."

Mata Eksa berbinar, memancarkan kebahagiaan yang begitu besar karena mendapat berita ini. Siapa pun itu, Eksa sangat berterima kasih. Setidaknya dia tak harus berlama-lama lagi berkutat dengan pekerjaan yang begitu banyak. Akhirnya dia bisa bernapas lega.

"Alhamdulillah." Senyum Eksa semakin lebar. "Jadi, nggak saya pegang lagi, kan, Pak?"

"Tentu." Pak Januar mengangguk. "Oh iya, saya minta bantuan kamu supaya dibimbing, ya, akunting yang baru ini. Saya yakin dia mampu, karena dia pernah magang di sini bagian keuangan juga. Tapi, untuk pekerjaan yang jauh lebih banyak dan jauh lebih detail daripada saat magang, saya rasa butuh penyesuaian untuk beberapa waktu."

Perlahan senyum Eksa memudar tatkala mendengar kata, 'pernah magang'. Angannya langsung melayang pada dua orang yang magang di sini beberapa bulan lalu.

"Kalau boleh tahu, akunting baru nanti perempuan atau laki-laki, ya, Pak?"

Dalam hati, Eksa merapal doa, semoga karyawan baru nanti perempuan. Kalaupun laki-laki, jangan dia yang diterima. Karena yang pernah magang di kantor sini juga banyak, tak hanya dua orang yang Eksa pikirkan.

"Kebetulan laki-laki. Saya nggak mencantumkan harus wanita di bagian syarat pelamar kemarin."

Eksa meneguk ludahnya dengan susah payah. Meskipun berusaha berpikir positif, nyatanya bayang-bayang tentang siapa karyawan baru itu semakin berputar jelas.

"Kalau boleh tahu, namanya siapa, Pak?"

"Ah iya, nama. Kamu kenal, kok. Dia bantu kamu pas magang kemarin. Jadi, bakal lebih mudah ke depannya."

Mendadak tangan Eksa sedikit bergetar. Memikirkan banyak kemungkinan yang akan terjadi. Jika memang orang itu pernah magang di sini, tolong jangan dia!

"Mika?" tanya Eksa hati-hati.

Pak Januar tertawa pelan, lantas memberikan gelengan sebagai jawaban tidak.

Mampus! Kalau bukan Mika, berarti gue bakal ketemu lagi sama cowok hamster itu!

"Husni."

How great!

Ending Scene ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang