33. Tak Lagi Sama

90 17 19
                                    

"Mbak Nares hamil, anaknya Mas Deka."

Sejak beberapa saat lalu, Husni menahan untuk tidak melampiaskan emosinya pada seseorang. Ini bukan haknya, kendati ingin sekali menghajar sosok yang namanya baru saja diucapkan. Gara-gara Deka, Eksa berakhir di rumah sakit.

Semalam, sebelum beranjak pulang dari indekos Eksa, wanita itu bilang pada Husni terkait hal yang mengejutkan. Yaitu pengakuan Nares jika dia tengah mengandung. Semuanya tidak akan menjadi runyam jika wanita itu hamil dengan orang lain. Masalahnya, yang membuatnya seperti ini adalah Deka.

"Hus, kamu nggak serius, kan?"

Husni tersenyum sinis. "Emang aku kelihatan bercanda?"

Bisa Husni lihat jika Satria membeku. Laki-laki itu hanya diam tanpa kembali mengucap kata. Sama seperti reaksi Husni semalam ketika akhirnya Eksa memberitahu.

"Aku juga nggak pengin percaya, Mas. Tapi aku lihat semalam Mbak Nares ketemu Mbak Eksa waktu aku ngambil charger yang ketinggalan di kantor."

Masih teringat jelas ingatan bagaimana raut wajah Eksa berubah setelah bertemu Nares. Wanita itu pulang dengan berderai air mata.

"Sekali lagi Mas Deka bikin Mbak Eksa kayak gini. Bahkan jauh lebih parah."

Tepat setelah kalimat itu terucap, Deka muncul dari ujung koridor rumah sakit. Napasnya terengah seiring dengan kakinya yang berlari, mendekat ke arah Husni dan Satria yang duduk di ruang tunggu. Seketika jemari Husni mengepal. Amarahnya kembali mencuat saat melihat sosok yang membuat Eksa berakhir seperti ini. Bahkan tanpa berpikir panjang menanyakan keberadaan wanita itu.

Husni semakin geram. Bagaimana bisa dia datang tanpa rasa bersalah seperti sekarang ini? Seolah tidak terjadi apa-apa dan semuanya baik-baik saja.

"Bangsat!"

Husni tidak tahu sejak kapan Satria berdiri. Laki-laki itu sudah dikuasai amarah dan menyudutkan Deka pada dinding. Refleks Husni ikut berdiri, tetapi tidak bergerak maju. Dia masih berada di depan kursi tunggu menyaksikan Deka yang kesulitan bernapas karena Satria.

"Harusnya dari awal aku nggak relain Eksa buat kamu!" seru Satria penuh emosi. "Kamu nggak lebih dari seorang bajingan!"

Sebuah pukulan keras Satria layangkan tepat di rahang Deka. Hal yang sejak tadi ingin Husni lampiaskan, kini diwakilkan oleh seniornya itu.

"Satria tolong berhenti, aku bisa jelasin!"

Bukannya berhenti, Satria justru semakin membabi buta. Dia berkali-kali memukul wajah Deka tanpa ampun. Perkataan laki-laki itu yang menepi ke telinga semakin menyulut emosi. Tidak peduli sekarang berada di mana, yang pasti dia bisa menghabisi seseorang yang telah membuat Eksa terluka.

"Mas, udah! Nanti diusir satpam!"

Kendati tidak ingin melerai, Husni membuang egonya jauh-jauh. Dia masih tahu diri sekarang berada di mana. Membiarkan perkelahian di rumah sakit bukanlah hal yang bagus, meskipun dia juga ingin menghajar Deka. Lantas, dengan segenap tenaga dia menarik Satria supaya laki-laki itu berhenti. Husni takut jika bukannya selesai, Deka justru kehilangan nyawa karena dihajar sampai babak belur.

"Lepas, Hus! Orang kayak dia nggak pantas dikasihani!"

Satria memberontak, membuat Husni kewalahan menahan tubuhnya. Namun, sebisa mungkin laki-laki sipit itu tidak melepas tangan Satria. Deka bisa benar-benar mati jika dibiarkan begitu saja.

"Mau Mas Satria hajar sampai pingsan, itu nggak bakal menyelesaikan masalah!" seru Husni. Dia juga gatal ingin melampiaskan amarahnya pada sosok yang kini terduduk dengan napas terengah. "Mbak Eksa lebih butuh dukungan dan semangat daripada ini."

Ending Scene ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang