04. Prasangka

148 31 38
                                    

Akhir bulan seperti sekarang adalah salah satu hal yang paling Eksa tak suka. Laporan pajak bulanan yang harus segera diselesaikan, belum lagi pajak tahunan yang masih dalam proses pengerjaan. Sebenarnya pajak tahunan paling lambat akhir bulan April. Namun, tetap saja Eksa dibuat pusing karenanya. Ditambah dia harus membantu Husni yang sekarang menjadi karyawan baru.

"Butuh bantuan nggak, Sa?"

Eksa menoleh, mengalihkan sejenak atensinya dari layar komputer. Ada Satria yang sedang berdiri di depan meja kerjanya.

"Nggak, Sat."

"Bener?"

Eksa mengangguk, kemudian kembali fokus pada aplikasi e-faktur.

"Oke. Tapi, kalau misal butuh, bilang aja. Siapa tahu aku bisa bantu."

Sekilas Eksa melirik, lantas kedua sudut bibirnya tertarik. "Makasih, loh. Baik banget Anda, Pak."

"Jelas." Satria mengusap dagunya pelan. Terlihat congkak, tetapi justru membuat Eksa tertawa.

"Sombong."

Satria tak menjawab, hanya tawa kecil yang lolos dari bibirnya. "Ngomong-ngomong, Qiana nanyain kamu, loh."

"Oh, ya? Gimana?" tanya Eksa masih dengan menatap layar komputer.

"Kenapa nggak main? Gitu. Aku bilang kalau kamu ngajak bikin cilok."

"Duh, maaf, ya. Niatnya, sih, weekend kemarin main. Cuma, karena ada urusan mendadak jadinya batal."

"Udah aku sampaikan, kok," kata Satria.

Sejenak laki-laki itu terdiam. Eksa melihat dari ekor matanya, Satria tengah merogoh sesuatu dari dalam saku celana.

"Nih, ada cokelat." Satria meletakkan sebuah cokelat bar berukuran sedang di atas meja. Membuat Eksa menatap laki-laki itu dengan kerutan di kening.

"Ini apa?"

"Cokelat. Masa sempol?"

"Iya, aku tahu ini cokelat. Maksudnya, tuh, buat apa?"

"Buat dimakan, Beb."

"Pret!"

Satria tergelak. Gemas dengan tingkah Eksa yang mendadak linglung seperti ini. "Cokelat buat kamu. Biar nggak spaneng itu kerjanya. Nanti masih harus ke kantor pajak juga, kan?"

"Gitu, dong. Yang jelas makanya." Eksa meraih cokelat tersebut, kemudian membukanya dengan cepat. "Makasih, ya."

"Sip." Satria tersenyum kecil. "Oh iya, baru ingat kalau aku ada rapat sama Pak Januar jam sepuluh nanti. Aku kelarin laporanku bentar."

"Yeu, gitu kok nawarin bantuan."

"Basa-basi."

"Busuk!"

Satria tergelak lagi. Sebelum melangkah pergi menuju meja kerjanya, dia mengacak rambut Eksa sejenak. Yang sukses membuat empunya mendengkus keras.

🥀🥀🥀

Husni melihatnya. Dua orang yang saling berinteraksi dengan begitu intens. Membuat dadanya terasa aneh karena melihat kedekatan itu. Seperti ada sesuatu yang menyentil.

Ending Scene ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang