"Abis darimana jam segini baru pulang?" Tanya Azril saat Sania baru saja menapaki tangga, Sania tidak menyadari ada Azril di ruang makan. Sania kira Azril sudah tidur dikamar, ternyata masih nangkring di meja makan.
"Latihan olimpiade, harusnya lo tau itu karena biasanya juga kan gue latihan olimpiade." Jawab Sania pelan, Sania benar-benar merasa lelah, otaknya terus bekerja sedari tadi. Dirinya ingin cepat-cepat tidur, beristirahat dan menyiapkan tenaga untuk menjalani kehidupan besok.
"Lupa sama suami?" Azril menunjuk jam yang tertempel di dinding menunjukkan pukul setengah sepuluh malam,"Lo liat itu jam berapa?"
Sania menundukkan kepalanya, "Maaf, gue kan harus belajar keras buat olimpiade. Gue gak mau malu-maluin sekolah karena gue kalah."
"Belajar keras juga jangan sampe lupa sama kewajiban. Oh iya, lo ada satu kesalahan lagi." Azril menarik dagu Sania supaya menatapnya,"Kenapa pergi tanpa pamit?"
"Tadi lo gak ada di rumah."
"Punya handphone kan? Kenapa gak chat gue?"
"Tadi gue gak pegang handphone sama sekali, bener-bener belajar. Istirahat juga cuma pas waktu shalat doang."
"Jangan diulangi." Ujar Azril dingin lalu menaiki tangga melewati Sania yang masih duduk di kursi meja makan.
Saat Sania hendak memasuki kamar, Azril keluar dengan pakaian yang sudah rapi sambil memainkan kunci motor. Memakai celana jeans dan juga hoodie berwarna hitam.
Sania menarik Hoodie Azril saat laki-laki itu melewatinya,"Mau kemana?"
"Cari makan, laper." Sahut Azril tanpa menoleh kepada Sania. Saat berada di anak tangga terakhir, Azril berhenti sebentar lalu berbalik menatap Sania,"Jangan lupa bersih-bersih. Jangan tidur dulu, tungguin gue pulang." Setelah itu Azril pergi tanpa mengucapkan sepatah katapun lagi.
Sania menghela nafas panjang,"Padahal gue udah pengen tidur. Gila, disiksa gue sama tuh ketos gila. Belajar dari jam lima gak ada istirahat, dikasih soal-soal rumit. Sepinter-pinternya gue, cape kali kalo digituin. Pulang ke rumah, suami marah-marah." Sania terus saja mendumel sambil menyimpan tas punggung yang dipakainya tadi. Saat akan memasuki kamar mandi, Sania berpikir sebentar di ambang pintu,"Gue juga sih yang salah, gak pamit sama dia. Tapi mau pamit gimana anjir, si Wildan pea gak ngebiarin gue buka hp satu detik pun. Yaudahlah biarin aja, nanti juga baik lagi." Sania memasuki kamar mandi dengan perasaan yang kesal. Karena Wildan, dirinya jadi kena marah dari Azril.
Beberapa menit kemudian, Sania selesai dengan ritualnya. Badannya kini terasa sedikit lebih segar setelah bersih-bersih, walaupun tidak mandi. Sambil menunggu Azril, Sania akan skin care-an. Biasanya, jika pulang belajar bersama, Sania akan membuka kembali buku-buku latihan soal itu untuk dibaca ulang. Tapi sekarang, rasanya Sania sudah muak dengan deretan angka yang tidak ada habisnya.
Tepat saat Sania selesai memakai skincare, Azril memasuki kamar dengan membawa dua buah kantong plastik ditangannya beserta dua piring dan juga sendoknya. Azril duduk diatas karpet bulu, lalu membuka dua bungkus nasi goreng yang dibelinya tadi.
Sania duduk dihadapan Azril yang sekarang sedang membuka kotak martabak telor. Suaminya ini memang sangat peka, tahu saja jika Sania sedang lapar.
"Cepet makan, ngeliatin gue gak bakal bikin lo kenyang." Azril mulai memasukkan nasi goreng itu ke dalam mulutnya.
Setelah itu tidak ada lagi percakapan diantara mereka, makan dalam keheningan. Entah fokus makan karena mereka lapar, atau auranya memang sedang tidak enak.
Sania membereskan bekas makan dirinya dan juga Azril, lalu membawanya ke dapur untuk membuang sampah bungkus nasi goreng tadi dan menyimpan piring ke tempatnya. Tidak dicuci karena tidak kotor, yang dicuci hanya sendoknya saja.
KAMU SEDANG MEMBACA
SANAZ
Teen FictionMenurut gue perjodohan itu menarik, karena bisa menjalani kehidupan yang berbeda dari remaja lain. Kita ga mungkin langsung saling mencintai, semua butuh proses. -Azril Ghaisan Raffasya- Menurut gue nikah muda merupakan suatu hal yang menantang. Mes...