SANAZ - 62

4.1K 152 18
                                    

"Jadi, yang membuat wasiat jodohin kamu sama Sania itu adalah Tania, bukan Oma."

"Ma aku gak salah denger?" tanya Azril dan Sania bersamaan, kaget dengan penuturan Arina .

"Gimana bisa bocah sekecil itu ngerti tentang perjodohan?" tanya Azril.

"Mama juga gak tau. Tapi kata Farida, Farida kata Mamanya Tania yang punya butik itu loh. Sehari sebelum Tania meninggal, kan masih kecil masih ditemenin tidurnya sama mamanya. Dia ngomong katanya kalo Azril udah gede, harus dijodohin sama Sania. Mungkin dia udah punya firasat kali ya mau pergi."

"Tania juga bilang kalau kalian nikah, bajunya harus dari butik mamanya." Lanjut Farida.

"Bentar, Azril masih belum ngerti kenapa anak sekecil itu udah ngerti tentang perjodohan?"

Sania hanya menyimak, sama dengan Azril memikirkan tentang bagaimana Tania bisa meminta menjodohkannya dengan Azril.

"Padahal Tania sama Sansan kan waktu itu udah berpisah ya, Sansan udah di Palembang udah pindah."

"Tania ketemu Azril setelah dia meninggalkan kamu katanya." ujar Farida.

Arina menepuk pundak Azril, "Yaudahlah gak usah dipikirin, yang penting kita udah mewujudkan kemauannya mendiang Tania."

"Jahat kamu ninggalin Tania." ujar Azril kepada Sania.

"Ini bukan kemauan aku, tapi ayah yang pindah kerja ke kantor cabang Palembang. Tanya aja sama bunda."

"Berarti selama ini kalian bohong dong, Mama bohong tentang Oma yang mau aku berjodoh sama Sania."

"Untuk hal itu Mama minta maaf ya sayang, kalian gak bakal nurut kalo Mama kasih tau kamu dari awal. Paling jawabnya ah permintaan bocil doang gak usah didengerin, kalo pake nama orang tua kan bakal nurut."

"Astaghfirullah jual nama orang."

"Tapi makasih banyak buat Tania, Mama, Bunda yang udah jodohin Azril ke Sania. Sania emang yang terbaik buat Azril." Azril merangkul bahu Sania, "Dia udah jadi istri yang sangat-sangat baik."

Mendengar hal itu tentu membuat Farida tersenyum senang, bangga dengan anaknya.

"Kamu harus lebih baik lagi ya sayang."

Sania menyatukan ibu jari dan telunjuk tangannya membentuk huruf O, "Oke bunda."

"Kamu mau lanjut kemana sayang?"

"Sansan pengennya dapetin Arsitektur UI sih Ma, doain ya."

Azril mendekatkan mulutnya ke telinga Sania lalu berbisik, "Kok jawabnya gitu? Bukannya kamu mau masuk kuliah tahun depan?"

"Emang salah sama jawaban aku? Emang masuknya tahun depan dan aku ngejar UI. Kalo aku jawabnya mau gap year, nanti Mama tanya-tanya alasan aku masuknya tahun depan, panjang lagi ceritanya." balas Sania berbisik juga.

"Ada apa sih bisik-bisik? Kalian lagi ngomongin apa? Ngomongin Bunda sama Mama?" tanya Farida kepo.

"Apa sih bunda suudzon, gak baik itu dosa."

"Udahlah Ida, mungkin itu privasi mereka."

"Arina, please jangan panggil aku Ida."

"Nama kamu kepanjangan, jadi ambil pendeknya aja."

"Tapi kamu tau kan aku benci dipanggil itu?"

Arina tertawa ketika teringat suatu hal di masa kuliahnya bersama Farida, "Karena itu kan? Panggilan dari si-"

"Gak usah disebutin."

"Wah? Apa nih?"

"Gak ada apa-apa, bunda pulang dulu ya. Ayah udah di depan katanya."

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Dec 28, 2021 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

SANAZTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang