Dua orang anggota OSIS masuk ke kelas tempat kelas sepuluh dan kelas sebelas tidur, mereka menyalakan lampu sebelum membangunkan adik kelasnya.
"BANGUN BANGUN!" Teriak Windi dan Risma membangunkan semua peserta tepat pukul dua pagi.
"CEPAT BANGUN!"
Dari cara mereka membangunkan, membuat para peserta kaget bukan main. Bayangkan saja, saat sedang mimpi indah dan tiba-tiba ada yang berteriak.
"CEPAT GANTI BAJU DALAM WAKTU SEPULUH DETIK! JANGAN ADA YANG RANGKAP DUA!" Teriak Windi.
Sontak mereka mencari tas milik masing-masing, setelah itu mulai membuka bajunya untuk diganti.
"Kalian mau ganti baju dalam keadaan terang kaya gini? Mau saling liat satu sama lain? Kalian gak liat itu ada kakak OSIS laki-laki diluar? Gak punya malu banget. Mau caper?" Ucap Windi.
Risma menekan stopkontak untuk mematikan lampu.
"SEPULUH!"
"Pelan-pelan bisa gak si ngomongnya? Pengang anjir kuping gue." Gerutu Sania pelan, bahaya jika kakak OSIS itu mendengarnya, bisa abis nanti.
"Untung gue gak tidur, cuma pura-pura merem aja. Tadi juga udah liat posisi tas gue dimana, jadi gak repot sekarang." Ucap Sania pelan.
Memang Sania dan teman angkatannya tidak tidur, yang tidur hanya adik kelas yang belum pernah ikut kegiatan ini. Jadi belum tau kondisinya akan seperti ini.
Saat ini, masih ada beberapa orang yang mencari tasnya karena memang posisinya benar-benar diacak-acak. Yang tadinya tersimpan rapi, sekarang menjadi acak-acakan.
"TUJUH!"
"ENAM!"
Windi masih menghitung membuat mereka yang belum selesai panik.
"MAU JADI PEMIMPIN KOK LELET BANGET! CEPAT!"
Sania bergegas turun ke bawah saat sudah selesai mengganti bajunya, Eca dan Ghea sudah turun sedangkan Hafi sedang mengancingkan bajunya.
"Duluan Fi!"
"Iya sana, gue juga udah mau selesai tinggal satu lagi."
Sania berlari keluar lalu dengan cepat memakai sepatunya. Sania tau bahwa Azril sedang menatapnya sambil bersandar ke pagar pembatas, tapi Sania tidak memedulikan itu.
"Ayo San!"
Sania dan Hafi turun bersamaan, setelah itu berbaris di barisan nomor yang semalam mereka sebutkan. Sania kebagian nomor tiga, Eca nomor empat, Ghea nomor lima, dan Hafi nomor enam. Karena saat penyampaian materi tadi, mereka duduknya bersebelahan.
"YANG TERLAMBAT SILAHKAN BARIS DI DEPAN!" Perintah Wildan dengan tegas, tidak lupa wajah dingin yang ia perlihatkan.
"YANG SEPATU ATAU KAOS KAKINYA TERTUKAR, TIDAK MEMBAWA DASI, ATAU ATRIBUTNYA TIDAK LENGKAP MAJU KE DEPAN!" Kali ini Azril yang memerintahkan.
"BELAJAR JUJUR!" Rafa berteriak sambil memandang salah satu anak kelas sebelas memakai kaos kaki panjang sebelah dengan ekor matanya, terlihat sinis. Sadar ditatap oleh Rafa, buru-buru ia maju ke depan daripada mendapat masalah. Semuanya berbaris dengan rapi.
"Lihat teman-teman kalian yang di depan, masa calon pemimpin kaya gini. Kalian niat gak sih jadi pemimpin? Kok kaya main-main gitu?" Tanya Wildan.
"JAWAB!" Bentak Ryan, "Liat ke depan, bukan nunduk." lanjutnya.
"Niat Kak." Jawab mereka pelan.
"JAWAB YANG BENER! PEMIMPIN KOK LETOY."
"Si Azril demen banget ngebentak orang, punya dendam apasih dia?" Ucap Sania.
KAMU SEDANG MEMBACA
SANAZ
Teen FictionMenurut gue perjodohan itu menarik, karena bisa menjalani kehidupan yang berbeda dari remaja lain. Kita ga mungkin langsung saling mencintai, semua butuh proses. -Azril Ghaisan Raffasya- Menurut gue nikah muda merupakan suatu hal yang menantang. Mes...