SANAZ - 23

2.2K 106 0
                                    

"Lama banget sih elah." Gerutu Ghea sebal sambil melihat jam yang melingkar di pergelangan tangannya,karena ia bersama ketiga temannya sedang menunggu doi keluar ruangan,sudah sepuluh menit mereka menunggu namun ruangan dua puluh empat belum juga bubar.

"Sabar Ghe,masa Kak Rafa kalem lo grasak-grusuk gak sabaran." Sania menepuk pundak Ghea pelan.

Ghea berdecih pelan mendengar perkataan Sania yang tidak sesuai fakta itu, "Gila! Kalem kata lo? Bukan kalem tapi gila, sumpah dia tuh gila!"

"Gila gila gitu lo sayang kan?" Hafi menaikkan sebelah alisnya.

"Emang gila kenapa?" Tanya Eca penasaran.

"Dia kalo lagi sama gue suka ribet gak jelas, suka ngegombal sampe bikin gue mual,pokonya gak jelas kek orang gila, jauh banget dari kata kalem." Ghea mengucapkan kalimat itu dengan menggebu-gebu, "Jadi tolong, sekarang jangan ada lagi yang ngomong kalo dia kalem,gue enek dengernya. Pas awal-awal sih emang kalem tapi makin kesini,makin bobrok gila,kadang gue gak tahan tapi gue sayang."

Hafi menyentil bibir Ghea yang asal ngomong, "Huss jangan gitu,langgeng ya sama Kak Rafa."

"Aamiin."

"Gue seneng banget deh,akhirnya beres juga ulangan." Hafi mengeluarkan ponselnya,pasti bermain game lagi. Sudah seminggu ini ia tidak membuka game kesayangannya,ini saatnya untuk kembali, batinnya bersorak senang.

"Iya anjir kek gak ada beban gitu,seminggu ini temen gue cuma buku,buku dan buku. Kalian juga pada sibuk,gak ada yang chat grup." Sahut Sania sambil melihat Azril lewat ekor matanya,laki-laki itu sedang menunduk. Entah sedang melakukan apa.

"Semoga usaha kita menghasilkan nilai yang baik." Ujar Hafi namun tatapannya masih terfokus kepada layar handphone.

"Aamiin." Semuanya kompak mengamini do'a Hafi.

"Eh kapan pemilihan ketos?" Tanya Sania.

"Hari Rabu di aula sekolah." Eca menjawab sambil mengingat-ingat hal apalagi yang harus dipersiapkan nanti.

"Terus hari senin-selasa kita ngapain?" Sania bertanya lagi,jujur Sania tidak suka keadaan hening yang membuat suasana menjadi canggung.

"Paling juga kampanye." Ghea memutarkan bola matanya malas kala mengingat bahwa kampanye sering berdesak-desakan,ricuh pilih ini lah,pilih itu lah dan juga berisik membuat tugas anak-anak OSIS bertambah.

"Sumpah San kalo lagi kampanye, lo mending sama Kak Azril deh biar ada yang ngelindungin." Saran Hafi,pemikirannya juga sama seperti Ghea.

Sania mengerutkan keningnya bingung, "Emang kenapa? Kalian mau kemana?"

"Apa daya kita yang sering disebut anak-anak Taruna Sakti sebagai asisten guru,nanti bakalan dikasih tugas buat ngamanin murid tapi gak didengerin,sama Kak Azril aja,anak Taruna Sakti suka ricuh kalo lagi kampanye. Untung gue kandidat jadi bakal santuy di panggung,selamat bekerja Ghea dan Hafi." Eca tersenyum mengejek sedangkan yang dituju mendengus kesal.

"Amboy seru banget ghibahnya." Ucap Malik yang baru saja keluar kelas dengan seragam yang tidak beraturan. Dasi digulung-gulung di tangan,kancing seragam terbuka,bajunya juga dikeluarkan.

"Lama banget sih!" Ketus Hafi sambil menginjak kaki Malik.

"Gatau tuh guru,lebay banget sampe ngucapin kata-kata perpisahan." Zaid mengangkat jari tengahnya kala guru pengawas tadi keluar kelas.

Mereka pun berjalan menuju parkiran karena semuanya sudah berkumpul, "San pas seleksi ditanya apa aja?" Tanya Hafi disela langkahnya.

"Ya ditanya alesan kenapa mau masuk organisasi,terus ditanya mau masuk sekbid berapa dan apa alasannya."

SANAZTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang