Suasana pemakaman mendiang Nenek Mery digelar dengan prosesi yang tertutup, namun rekan-rekan serta kerabat mendiang Kakek dan Nenek hampir semua nya datang untuk menyampaikan rasa belasungkawa.
Nenek memang sudah sangat tua renta, usia nya juga sudah menginjak 82 tahun, meskipun tanpa penyakit kronis memang sudah sewajarnya jika nenek berpulang ke pangkuan Yang Maha Suci.
Sore yang dibarengi hujan, seluruh anggota keluarga kembali ke rumah setelah pemakaman berlangsung khidmat dan meninggalkan duka mendalam bagi keluarga yang ditinggalkan. Karangan bunga ucapan duka yang memenuhi halaman rumah tampak basah terguyur hujan yang deras. Jennie mengintip lewat jendela kamar nya yang berada di lantai dua, wajah Jennie sangat pucat, sejak pulang dari rumah sakit dia tidak mau makan atau keluar dari kamar. Chanyeol melarang nya untuk ikut ke pemakaman karena kondisi Jennie yang tengah hamil tua. Papa dan Nenek juga melarang hal tersebut.
Padahal, Jennie berencana untuk melangsungkan prosesi adat tujuh bulanan untuk bayi yang berada dalam kandungan. Sepertinya rencana itu hanya bisa menjadi angan-angan semata. Mana mungkin melangsungkan syukuran jika tengah berduka begini. Jennie kembali meringkukan tubuh nya diatas tempat tidur, menunggu Chanyeol pulang setelah selesai dengan segala urusan pemakaman.
Klik!
Pintu kamar Jennie terbuka dari luar, Chanyeol tiba dengan rambut sedikit basah dan pakaian yang bernasib sama seperti rambut nya. hujan diluar membuat pria itu tiba dengan keadaan seperti ini. Chanyeol tersenyum saat melihat Jennie menuruti permintaan nya untuk tetap diam di kamar.
"Chan... hiks..."
Jennie menangis lagi, Chanyeol sudah menduga akan terulang hal demikian. Pria itu langsung menghampiri Jennie dan memeluk tubuh lemah isteri nya dengan lembut. Jennie makin mengencangkan isakan nya saat Chanyeol memeluk tubuh nya, dia genggam erat-erat lengan Chanyeol agar dapat menghentikan tangisan, namun Jennie tak sanggup melakukan itu.
"Sayang... kamu sudah makan?" Chanyeol mengalihkan pikiran Jennie dengan pertanyaan lain. Jennie menggelengkan kepala nya.
Jennie mendongak, penglihatannya sedikit buram karena pandangan nya tergenang airmata, namun dapat Jennie pastikan kalau wajah suami nya tampak sembab. Suara Chanyeol juga terdengar serak, pasti Chanyeol menangis karena merasa kehilangan nenek.
"makan dulu... bayi pasti lapar" beritahu Chanyeol, dihapusnya airmata Jennie yang membasahi pipi. Jennie memaksakan senyum nya susah payah.
"kenapa nenek tinggalin kita sekarang?! Kita belum kasih cicit nya... bayi juga belum lahir... hiks"
"cepat atau lambat, hari ini atau besok... kita tidak tahu berapa waktu yang akan tersisa atau habiskan... ini bukan sesuatu yang harus kamu atau saya sesali... Nenek sudah kembali ke tempat yang paling Indah. Kamu... jangan sedih" ujar Chanyeol menenangkan. Baru sore ini Chanyeol bisa bicara dengan Jennie, sejak pagi sampai sore pria itu mengurus segala keperluan pemakaman, sebagai cucu tertua nenek yang tentu nya bertanggungjawab dalam mengurus segala hal.
"tapi... kamu juga sedih kan?" tanya Jennie dengan pelan.
Chanyeol tersenyum tipis, "iya, saya sedih sekali. Nenek adalah sosok yang paling perhatian. Tapi, selain sedih... saya bisa apalagi? Kita memang harus berpisah pada waktu yang telah ditentukan."
Jennie kembali memeluk suami nya, perut besar nya sedikit membuat jarak antara dirinya dan Chanyeol diatas ranjang. Chanyeol mengusap perut buncit Jennie dengan lembut, merasakan gerakan dari bayi yang mungkin sedang ingin berinteraksi dengan Papa nya.
Jennie terkekeh, bayi dalam kandungan seolah mengerti dan ingin ikut menghibur.
"bayiii... kaget Mama nya" ucap Jennie pada perut nya saat lagi-lagi bayi nya bergerak seperti menendang.
KAMU SEDANG MEMBACA
The General
FanfictionKegagalan sebuah pernikahan yang sudah dimimpikan sejak dulu membuat keduanya terpisahkan jarak dan status. Lalu, disatu sisi ada sebuah penolakan besar atas sebuah lamaran dari seorang jenderal hingga menghasilkan penyesalan yang tidak berujung. Se...