26- Sandiwara Terungkap

1K 72 7
                                    

Dalam rinai hujan, aku selalu menanti hadirmu untuk kembali dan memelukku. Namun, nyatanya tidak. Kau malah memilihnya dan melupakanku untuk selamanya.

***


Mata Dea terlihat berkaca-kaca dengan napas yang mulai memburu karena emosi. Dea berlari saat seseorang itu ingin menghampirinya.

"Dea, tunggu!" teriak seseorang itu.

Dea terus berlari hingga akhirnya ia menabrak seorang lelaki.

"Akhh!" teriak Dea terkejut.

"Dea!!"

Dea jatuh ke dalam pelukan lelaki itu yang ternyata, Kara. Dea mengangkat wajahnya lalu melirik ke arah laki-laki yang ingin menghampirinya.

Kara mengikuti pandangan mata Dea, mata Kara menatap heran laki-laki itu. "Abdil!" lirihnya.

Dea langsung berdiri di samping Kara dengan wajah menunduk. Kara langsung melirik Dea dengan heran. "Kenapa?" tanyanya.

Dea melirik Kara lalu menggeleng lemah. "Enggak bisa," jawab Dea pelan.

Kara tersenyum sejenak lalu menggenggam tangan Dea dengan erat. "Aku ngerti," jawab Kara yang langsung membawa Dea ke hadapan Abdil.

Abdil menatap tajam Kara. "Kenapa selalu ada lo, sih?" tanya Abdil murka.

Kara mengangguk sambil melirik ke arah lain. "Cuma gue yang tahu jawabannya!" jawab Kara datar.

Abdil menggelengkan kepalanya lalu melirik Dea. "Kenapa lo menghindar dari gue? Salah gue apa? Apa gue nyakitin, lo! Jawab Dea. Gue butuh jawaban lo," tanya Abdil menggebu dan menghiraukan perkataan Kara.

Dea sama sekali tidak menatap Abdil, ia hanya menggenggam erat tangan Kara. "Apa ucapan Kara semalam gak cukup untuk menjadi jawaban!" lirihnya dengan napas memburu.

Abdil terkejut dengan jawaban Dea. "Gue ini cuma orang biasa! Banyak banget pertanyaan yang terngiang-ngiang di kepala gue dan salah satunya adalah ini," ujar Abdil menahan kesal.

Kara menatap Abdil datar. "Satu-satunya jawaban dari semua pertanyaan lo, cuma perihal waktu aja, Dil. Perlahan tanpa Dea atau tante Risna kasih tahu, lo bakalan tahu, kok," ujar Kara datar.

Dea serta Abdil menatap Kara. Kara melirik Abdil dan Dea secara bergantian. "Dil! Beri Dea kesempatan untuk bahagia sama gue," ujar Kara penuh penekanan.

Dea menatap Abdil dengan sendu. "Maafkan aku Abdil. Aku terpaksa harus seperti ini sama kamu," lirih Dea.

"Dea! Gue itu sayang sama lo! Kenapa lo harus kayak gini sama gue, kalo gue punya salah bilang. Bilang, Dea!" bentak Abdil yang membuat Kara menatap tajam.

"Gak usah bentak-bentak Dea. Berapa kali harus gue jelasin!" ujar Kara tegas.

Abdil melirik Kara dengan tajam. "Lo gak usah ikut campur! Kurang puas lo rebut semuanya dari gue, Kar?" ucapnya murka.

[✔️terbit] 1. The Girl That HurtTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang