39-Terlelap

948 61 2
                                    

Sekarang aku tahu. Di mana tempat ternyamanmu, dan di mana tempatmu tersakiti.

TGTH

***

Kara membuka pintu ruang icu tempat Dea dirawat. Di sana terdapat Keno dan juga Luna yang senantiasa menunggu Dea.

Kara berjalan pelan untuk menghampiri Dea yang kini setia memejamkan matanya dengan sedikit senyuman dari bibirnya.

Luna dan Keno langsung berdiri dan beralih duduk di kursi belakang. Kara hanya melirik kedua orang tuanya dan langsung duduk di samping Dea.

Keno dan Luna hanya mampu memandang anak mereka iba. Mereka tidak tahu harus melakukan apa sekarang, selain berdoa untuk kesembuhan Dea.

Kara menatap Dea sambil tersenyum sendu. Kara meraih tangan Dea yang tak di infus lalu ia genggam dengan erat. "Kamu tidurnya pules banget," lirih Kara pilu.

Luna melirik Keno lalu menggelengkan kepalanya, membuat Keno mengerti bahwa Kara butuh waktu bersama Dea.

Mereka berdua menghampiri Kara lalu mengelus pucuk kepala Kara. "Bunda sama Ayah pulang dulu, ya, Nak. Nanti malam kita ke sini lagi sekalian bawa baju Dea." kata Luna yang hanya dibalas anggukkan oleh Kara.

Keno dan Luna langsung melenggang pergi meninggalkan Kara yang masih setia menatap Dea. Setelah kepergian kedua orang tuanya, Kara langsung mencium pucuk kepala Dea lumayan lama.

Kara kembali duduk dan menggenggam tangan Dea. Air matanya perlahan menetes mengenai tangan Dea. "Kamu harus tahu! Kamu itu jelek kalo tidur!" Kara terkekeh pilu.

"Percaya! Kalo kamu tidur muka kamu itu kayak kelinci kejepit. Imut tapi bikin khawatir," lanjut Kara.

Kara memandang ke arah jendela. "Tapi kalo kamu bangun dan kembali tersenyum ... kamu itu cantik sampai ngalahin bidadari!" lirihnya.

Kara kembali menatap Dea. "Jadi tolong bangun! Aku gak suka lihat kamu tidur terus. Rasanya sepi banget," kata Kara pelan sambil mencium punggung tangan Dea.

"Sampai kapan mata kamu mau merem?! Emang kamu mimpi apa di sana sampai gak mau bangun?!" tanya Kara pilu.

"Udah mau malam, lho! Kamu tidur dari tadi siang. Nyenyak banget, apa gak kangen sama gombalan garing aku?!" tanya Kara lagi.

Tak ada reaksi sama sekali dari Dea. Kara bahkan sudah kehilangan akalnya. Kara tidak mau kehilangan Dea. "Hi cantik. Katanya kamu mau sembuh. Ayo dong bangun! Kita makan, kita main biar kamu bahagia dan cepat sembuh." Kara akhirnya tumbang. Kara menangis histeris sambil mengepal kuat tangan Dea oleh kedua tangannya.

Deru napas Dea sangat pelan dan tenang, membuat Kara kembali menatapnya dan berhenti menangis. "Hi ayo bangun! Lepas alat ini. Kamu masih sehat dan bisa bernapas tanpa alat ini!" ujar Kara sambil menunjuk alat oksigen Dea.

Kara mengelus kepala Dea lembut. "Kamu itu belahan jiwaku! Kalo kamu sakit aku juga sakit. Kalo kamu terluka aku juga terluka," gumam Kara.

***

Abdil menghentikan motornya di depan rumah sakit. Abdil memandang rumah sakit itu, lalu turun dari motornya.

Abdil masuk dan menanyakan ruangan tempat Dea dirawat, setelah mendapatkan informasi Abdil langsung berjalan menuju tempat itu. Tapi saat memasuki lorong Abdil melihat Luna dan Keno, lantas Abdil langsung bersembunyi di ruangan lain.

[✔️terbit] 1. The Girl That HurtTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang