Untuk kesekian kalinya aku kembali menerima luka.
Deandra. B.
Terduduk gadis yang hidupnya penuh penderitaan di taman belakang sekolah. Tak ada yang peduli padanya, semua seperti iblis yang hidup di dunia Dea.
"Aaaaa!" Dea berteriak begitu keras, untung saja tempat ini jauh dari keramaian.
"Untuk apa aku hidup? Seharusnya aku yang mati waktu itu bukan malah calon adikku. mama Dea rindu, papa Dea rindu!" ucap Dea begitu lirih. Dea menangis sejadi-jadinya namun tanpa isakan.
Sembilan tahun berlalu, setelah kejadian memilukan itu. Sejak saat itu Dea kehilangan hak kebahagiaannya.
"Dea!" panggil Abdil yang baru saja sampai menyusul Dea.
Dea tak bereaksi, dia diam sambil menatap kosong ke depan.
Tersenyum getir kala mengingat kejadian sembilan tahun lalu.
"Dea!" penggil Abdil yang kini mengguncang bahu Dea.
"Pergi! Aku mau sendiri," perintah Dea dingin.
"Dea! tapi," tolak Abdil khawatir.
"Aku mohon!" pinta Dea. Dia kembali menangis.
Abdil yang melihat itu hanya mengangguk pasrah lalu berdiri. "Kalo ada apa-apa telpon gue," ucap Abdil sambil menepuk bahu Dea pelan.
Dea hanya mengangguk lalu memalingkan wajahnya ke arah lain.
***
Deandra. Gadis itu tengah memeluk kedua lututnya di atas ranjang king size. Tempat yang selalu menjadi saksi kesuraman hidupnya.
Dirumah yang cukup luas Dea hanya tinggal bersama para pembantu.
Rumah Dea begitu sepi, tak ada kehangatan keluarga sama sekali. Sejak kejadian sembilan tahun lalu rumah yang awalnya menjadi pusat kebahagiaan sekarang berubah menjadi suram.
Dea menangis sejadi-jadinya di dalam kamar. Bahkan ia lupa untuk sekedar makan.
Deru mesin mobil terdengar memasuki garasi rumah mewah miliknya. Dea segera keluar balkon kamar untuk melihat siapa yang datang.
Papa! Arjas Mahesa. Ayah dari Deandra Briana. Arjas hanya pulang tak tentu waktu, Arjas menjadi sosok cuek pada Dea sejak kejadian sembilan tahun lalu.
Kedatangan Arjas tak sendiri, tetapi bersama seorang wanita berpakaian mini. Ini yang Dea benci, setiap papanya pulang pasti yang Arjas bawa adalah wanita bayaran yang menjadi pemuas napsunya. Sudah biasa juga untuk para pembantu di rumah ini.
"Semuanya karena aku. Tuhan jika aku anak pembawa sial dalam kehidupan kedua orang tuaku, cabut saja nyawaku. Setelah aku mati, aku mohon kembalikan kebahagiaan mereka!" lirih Dea dari atas balkon kamarnya.
Dea terduduk lemas di lantai balkon, langit mulai mendung, awan hitam mulai bermunculan. Tetes demi tetes air hujan turun membasahi tubuh Dea.
Dea menangis meraung-raung di bawah derasnya hujan sore hari. "Aaaaaaaaaaaaaa!"
***
Tok tok tok
Suara ketukan pintu terdengar nyaring di telinga Dea. Setelah manangis di bawah hujan, Dea langsung beristirahat setelah membersihkan badannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
[✔️terbit] 1. The Girl That Hurt
Novela Juvenil(𝐒𝐮𝐝𝐚𝐡 𝐭𝐞𝐫𝐛𝐢𝐭 𝐭𝐞𝐫𝐬𝐞𝐝𝐢𝐚 𝐝𝐢 𝐒𝐡𝐨𝐩𝐞𝐞 𝐅𝐢𝐫𝐚𝐳 𝐌𝐞𝐝𝐢𝐚-𝐏𝐚𝐫𝐭 𝐦𝐚𝐬𝐢𝐡 𝐥𝐞𝐧𝐠𝐤𝐚𝐩) "Anak pembawa sial!" Tuttttt .... Iya. Aku adalah anak pembawa sial dalam keluarga. Namun, dulu aku adalah seorang gadis kecil ya...