52-Mimpi yang Terwujud

2K 69 4
                                    

Semuanya sudah kembali aku genggam. Pelukkan mereka sudah kembali aku dapatkan. Lalu tinggallah aku yang membalas mereka. Namun apa aku biasa?”

~Deandra Briana~

***

Tubuh Arjas bergetar hebat dan air matanya tak henti meniti. Hatinya terasa sesak saat berhasil memeluk tubuh yang selama ini sudah dia sakiti.

"Maaf," lirihnya pilu.

Risna menunduk dalam saat melihat semua itu. Bahkan semua yang ada di sana ikut menangis.

Arjas meraung sambil memeluk Dea. Tidak ada reaksi sama sekali dari Dea. "Buka matamu, Nak. Papa datang," pinta Arjas sambil mengurai pelukkan.

Dokter Salman nampak panik saat melihat monitor dan perlahan detak jantung Dea mulai menghilang. "Dea!" Dokter Salman langsung menyelip di antara tubuh Arjas.

Tiba-tiba semuanya panik saat melihat dokter Salman seperti itu. Mereka melihat monitor dan ternyata detak jantung Dea perlahan tiada.

"DEA!" seru mereka serentak.

Risna langsung berdiri dan dipeluk Abdil. Sedangkan Arjas tak bergeming, dia hanya menatap kosong putrinya sambil berderai. Arjas beralih menatap tangannya yang masih menggenggam tangan Dea.

Tangan Dea terasa dingin sekali dan terlihat pucat. "Papa barusaja datang, Nak," lirih Arjas.

Dokter Salman menggeleng dan tangannya langsung menjatuhkan alat pendeteksi jantung, membuat semua orang lebih panik seketika.

Dokter Salman mundur satu langkah dan melirik Arjas yang menatapnya sedu. Dokter Salman langsung menggeleng dan air matanya seketika jatuh.

"Ma—af," lirih dokter Salman pilu.

Semuanya menggeleng lirih, tidak percaya dengan pernyataan singkat barusan.

"Dokter bercanda, kan?" Bukan Risna atau Arjas yang mengucapkan itu, melainkan Kara yang langsung berdiri di samping Dea.

Dokter Salman menggeleng risau. "Saya sudah melakukan yang terbaik. Tapi, ini jauh dari dugaan saya. Dea sudah ... tiada."

Tubuh Risna langsung tumbang dalam pelukkan Abdil. "Dokter, bohong!" teriak Risna pilu.

Sedangkan Arjas masih tetap bergeming. Tangannya basah karena keringat dingin seketika membasahi seluruh tubuhnya.

Bak disambar petir di siang bolong. Pernyataan dokter Salman barusan membuat semuanya menatap kosong ke arah Dea. Semua yang Dea inginkan sudah dia dapatkan, tapi mengapa tanpa membuka mata dia harus tiada tanpa kata pamit.

Bumi seketika berhenti berputar pada porosnya. Jadi, setelah apa yang dia inginkan, akhirnya dia pergi.

Mereka semua langsung menjatuhkan air mata tanpa isakan. Berbeda dengan Kara yang malah tersenyum miris kala mengingat saat Dea mengucapkan ...

"Setelah aku mendapatkan kasih sayang Mama dan Papa kembali, aku ingin pergi selamanya."

[✔️terbit] 1. The Girl That HurtTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang