"Aku hanya sebuah gelas kaca yang sudah retak. Yang tak mungkin akan kembali utuh, malah akan terbuang!"
[Deandra Briana]Happy reading
Sedikit pun matamu tak mengerling, kala melihatku yang jatuh sakit berguling.Langit terlihat biru, tersapu bersih tanpa awan. Matahari begitu terik, ditambah burung yang berkicauan. Semilir angin yang sedikit menghilangkan rasa kepanasan semua orang, tapi tak membuat gadis lugu itu berhenti berjalan.
Di pinggir trotoar yang dipenuhi kendaraan, ia terus berjalan ke depan menempuh perjalanan panjang menuju rumahnya.
Dea. Gadis itu langsung berlari saat bel pulang sudah berbunyi, ia meninggalkan Kara yang mungkin sekarang sedang mencarinya. Dea tidak mau, jika karena dia tinggal bersama Kara, sahabat Kara akan menjauh.
Dea berhenti berjalan sejenak. Ia menundukkan kepalanya tepat di bawah teriknya matahari. Dea tak punya sepeser pun uang, bahkan untuk sekedar membeli minum. Sejak pagi pun Dea sama sekali tidak mengisi perutnya.
Rasa pusing mulai dirasakan oleh Dea serta darah yang mulai keluar dari hidungnya. Banyak orang yang mulai memperhatikannya. "Awshh ... pusing!" lirihnya sambil memegang kepalanya.
Perlahan Dea mengangkat wajahnya lalu menatap matahari dengan matanya yang perlahan akan tertutup sempurna.
Bruk
Seketika itu juga Dea terjatuh pingsan di pinggir jalan. Semua orang langsung menghampiri Dea yang sudah terkujur tak berdaya. "Ayo bawa ke rumah sakit!"
***
Kara berjalan tergesa-gesa menuju kelas Dea yang sedikit jauh dari kelasnya. Namun, saat sampai ia tak mendapati siapa pun. "Dea!" teriak Kara di dalam kelas Dea.
Semuanya sudah pulang, percuma Kara berteriak seperti toa seorang diri bak orang gila. Kara langsung berlari keluar kelas untuk menuju tempat biasa Dea menyendiri. Namun nihil, tidak ada. Kara menjabak rambutnya frustasi. "Apa Dea benar-benar pulang? Apa Dea ..." gumam Kara frustasi.
Kara kembali berlari ke tengah lapangan. Kara memutar tubuhnya 180° lalu melirik ke seluruh penjuru sekolah. "Dea!" teriak Kara seorang diri.
Kara langsung berlari menuju parkiran sekolah dengan tergesa-gesa. Kara masuk ke dalam mobilnya dan langsung malajukannya dengan kecepatan tinggi. Kara memukul stir mobilnya dengan keras. "Redio. Randy! Brengsek," gumamnya murka.
Semuanya bak hujan. Datang dan pergi begitu saja tanpa berpamitan. Kara tidak tahu harus mencari Dea kemana, tidak mungkin Dea pulang ke rumahnya.
Kara berhenti di lampu merah, Kara tak menyadari di samping mobilnya sedang ada kerumunan orang. Saat indranya menangkap suara bising yang berasal dari kerumunan itu Kara melirik, namun belum sempurna melirik sebuah klakson terdengar nyaring di belakang mobilnya membuat Kara kembali menjalankan mobilnya dan menghiraukan kerumunan orang itu.
Setelah mobil Kara sudah melenggang pergi, seorang warga tengah membopong tubuh seorang gadis yang ternyata, Dea.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
[✔️terbit] 1. The Girl That Hurt
Teen Fiction(𝐒𝐮𝐝𝐚𝐡 𝐭𝐞𝐫𝐛𝐢𝐭 𝐭𝐞𝐫𝐬𝐞𝐝𝐢𝐚 𝐝𝐢 𝐒𝐡𝐨𝐩𝐞𝐞 𝐅𝐢𝐫𝐚𝐳 𝐌𝐞𝐝𝐢𝐚-𝐏𝐚𝐫𝐭 𝐦𝐚𝐬𝐢𝐡 𝐥𝐞𝐧𝐠𝐤𝐚𝐩) "Anak pembawa sial!" Tuttttt .... Iya. Aku adalah anak pembawa sial dalam keluarga. Namun, dulu aku adalah seorang gadis kecil ya...