Kapan namaku akan terukir kembali di hati kalian?
***
Pov Dea
Kalian tahu rasa sakit yang teramat dalam? Ya! Saat kita tidak mempunyai teman hidup, bahkan kita tidak tahu harus hidup bagaimana lagi?
Bahkan bibirku sudah kaku untuk tersenyum kembali. Rasanya sedih ketika melihat remaja seusiaku yang selalu di temani mama mereka. Lalu aku kapan akan seperti itu?
Aku perlahan menyisir rambut. "Apa setega itu papa sama aku?" Sejak kejadian semalam aku benar-benar sangat terluka. Bahkan apa yang papa katakan masih aku ingat. Tumpukan uang tergeletak begitu saja di nakas. "Rasanya uang itu tidak berguna karena ia tak bernyawa dan tak dapat menyayangiku!"
Aku menghirup napas panjang, bersiap untuk menjalani hari ini dan berikutnya yang mungkin akan aku alami seperti hari sebelumnya. Walaupun aku selalu berharap suatu saat ingin dicintai, dikasih dan disayangi oleh kedua orang tuaku kembali.
***
Suara langkah sepatu terdengar nyaring di dalam rumah. Dea berjalan lesu karena tubuhnya masih terasa lemas. Dengan penampilan yang sangat tidak baik serta wajah pucat yang sangat melekat. Sekarang ia benar-benar tak peduli dengan dirinya sendiri, dari kesehatan maupun penampilan. Ia lelah, dan ingin beristirahat dengan tenang. Tapi kapan?
Dea menutup pintu utama rumahnya, namun sebelum pintu itu tertutup rapat sebuah tangan kekar menariknya ke dalam.
"Akh! Pa lepas. Sakit!" Dea meringis karena cengkraman Arjas begitu kuat.
Arjas mengempaskan tangan Dea dengan kasar. Arjas menunjuk wajah Dea sambil berkata, "Jangan pernah mengganggu hidup saya! Semalam saya hanya berkata seperti itu karena menghargai pacar saya!" tutur Arjas tegas.
Dea menatap tak percaya. "Dea anak Papa. Wajar Dea butuh Papa bahkan waktu Papa! Tapi Papa lebih menghargai orang lain dibanding Dea," ucap Dea dengan air mata.
Arjas menatap Dea tajam. "Orang lain itu kamu bukan pacar saya. Kamu itu cuma numpang di sini dan mungkin suatu saat saya akan buang kamu karena kamu benar-benar tidak berguna!" desis Arjas dengan tawa iblisnya.
Dea terisak. "Untuk kesekian kalinya Dea ingin bertanya pada Papa. Apa Dea benar-benar bersalah di kejadian sembilan tahun lalu?" tanya Dea sambil menyeka air mata dengan kasar.
Arjas memalingkan wajah lalu kembali menunjuk Dea. "Kamu sadar? Karena kejadian itu kamu menghilangkan dua orang paling berharga dalam hidup saya!" jawab Arjas dengan wajah yang menahan emosi.
"Pa. Dea bukan Tuhan yang tau akhirnya akan seperti apa? Jika Dea memang bersalah kenapa tidak sekalian Papa bunuh Dea saja. Papa tahu? Dea menderita dengan Papa yang terus menghukum Dea seperti ini. Cukup mama yang pergi dari hidup Dea!" teriak Dea.
Arjas menatap Dea dengan wajah tersulut emosi.
PLAK
Satu tamparan mendarat hebat di pipi Dea. Dea semakin terisak, dan napas Arjas memburu karena emosi. "Kamu benar-benar anak pembawa sial! Kamu sadar dengan berbicara seperti itu membuat saya lebih muak melihat wajah kamu!" murka Arjas. Arjas merogoh uang dari saku jas lalu melemparkannya ke wajah Dea yang masih menunduk sambil memegang pipinya. "Ambil uang itu bodoh! Saya tidak akan pulang sebelum kamu lulus. Karena setelah kamu lulus saya akan buang kamu ke tempat yang jauh dari jangkauan saya!" terang Arjas dengan emosi penuh.
KAMU SEDANG MEMBACA
[✔️terbit] 1. The Girl That Hurt
Teen Fiction(𝐒𝐮𝐝𝐚𝐡 𝐭𝐞𝐫𝐛𝐢𝐭 𝐭𝐞𝐫𝐬𝐞𝐝𝐢𝐚 𝐝𝐢 𝐒𝐡𝐨𝐩𝐞𝐞 𝐅𝐢𝐫𝐚𝐳 𝐌𝐞𝐝𝐢𝐚-𝐏𝐚𝐫𝐭 𝐦𝐚𝐬𝐢𝐡 𝐥𝐞𝐧𝐠𝐤𝐚𝐩) "Anak pembawa sial!" Tuttttt .... Iya. Aku adalah anak pembawa sial dalam keluarga. Namun, dulu aku adalah seorang gadis kecil ya...