7-Penderitaan

1.4K 123 2
                                    

"Kapan kau akan berhenti datang luka?
Tak cukupkah waktu sembilan tahun
Untuk memberiku banyak luka."

[Deandra Briana]

Dea duduk di kasurnya, dan terbangun setelah bermimpi dimana kejadian sembilan tahun lalu yang menimpa dirinya dan sang mama. Yang membuat hidupnya menjadi menderita seperti ini.

"Mama," lirih Dea. Napasnya tersengal-sengal, ia kemudian meminum air putih yang tersedia di nakas. "Kenapa harus bermimpi ini lagi, Tuhan?" lanjutnya dengan isak tangis.

Dea mengusap pipinya yang banjir keringat dan air mata. Untuk kesekian kalinya ia bermimpi seperti tadi. Dea kembali menangis, ia selalu merasa takut dan merasa bersalah jika bermimpi itu.

"Kapan mama sama papa mau sayang lagi sama Dea?" lirihnya. Dea kembali menidurkan tubuhnya, berusaha memejamkan mata.

Jika ini benar-benar kesalahan Dea, apa waktu sembilan tahun tak cukup untuk membalasnya?

***

Pagi yang cerah, Dea sudah siap dengan seragam putih abunya. Dea berdiri di depan meja rias. Mata sembab serta wajah pucat pasinya sangat terlihat, semalaman Dea habiskan untuk menangis, dan tidak tidur sepenuhnya.

Dea mulai menyisir rambut panjang miliknya, perlahan tapi pasti dia rapikan. Dulu rambutnya selalu menjadi mainan sang mama setiap pagi. Namun, kini tidak lagi. Dea kembali sendiri di rumah, Arjas sudah berangkat kembali ke Thailand.

Dea kembali mengalirkan air mata. "Kenapa aku harus tersiksa seperti ini, Tuhan?" lirihnya. "Kapan mama sama papa mau maafin Dea?" sambungnya sedikit menggunakan nada tinggi.

"Kapan kalian sayang lagi sama Dea, kapan?"

PRANG

"Aaa!" Dea berteriak sambil memukul kaca meja riasnya. Darah segar mulai mengucur ke bawah, napasnya tersengal-sengal karena menahan banyak beban kehidupan yang hanya bisa ia luapkan dengan melukai fisiknya sendiri.

Dea tersenyum getir melihat tangan kanannya yang terluka parah. "Luka ini gak seberapa dibandingkan dengan hinaan semua orang yang aku terima setiap hari." Ia memandang wajahnya di depan cermin.

Ia tertawa getir dan tak peduli dengan luka serta darah yang terus mengalir. "Lihatlah. Sekarang aku sedang terluka ma, pa. Apa kalian belum puas melihat ini?" Tubuhnya seketika ambruk. Dea terduduk lesu di lantai sambil menangis histeris. Tidak tahu apa yang harus ia lakukan sekarang? Rasanya sakit sekali entah itu fisik maupun batin.

"Dea, kan gadis tangguh. Tidak akan pernah mengeluh dengan keadaan! De-a kuat, kok," gumamnya sambil menangis.

Ia kembali berdiri di depan meja riasnya, dan berjalan menuju tempat kotak P3K, lalu membungkus lukanya tanpa dibersihkan terlebih dulu.

Setelah selesai ia merapikan seragam sekolahnya. Kemudian ia mengambil tas ransel dan berangkat ke sekolah tanpa sarapan.

06.00

[✔️terbit] 1. The Girl That HurtTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang