Tidak ada perpisahan yang aku harapkan. Kamu akan selalu aku genggam dan tak akan aku lepaskan.
TGTH
***
Hari-hari telah berlalu. Semuanya seakan cepat dan singkat. Antara Kara yang terus berusaha mengukir senyum dibibir Dea, dan Dea yang terus berusaha untuk kembali kuat dan tegar.
Mereka berdua terus berjuang demi apa yang mereka inginkan, walau Dea selalu ingin menyerah tapi Kara selalu ada dan menguatkannya.
Sebuah kebahagiaan akan terukir saat kamu berjuang. Itu yang selalu Kara katakan pada Dea, agar Dea tegar dan kuat menghadapi semua ini.
Kara selalu ada di samping Dea, mengingatkan Dea dalam segala hal. Kara tidak ingin cintanya pergi dan menangis di depannya.
Mungkin penyakit Dea semakin parah tapi Kara mengingat jika Dea bahagia dan menghilangkan beban pikirannya, Dea akan sembuh. Kara ingin itu terjadi, karena sekarang kebahagiaan Kara ada pada Dea.
Kara selalu tersenyum saat bersama Dea begitu juga sebaliknya. Kara tidak pernah melepaskan genggaman tangannya saat bersama Dea. Justru Kara selalu menunjukkan bahwa Dea adalah orang yang bisa membuatnya bahagia.
Sekarang saja mereka tengah berdua dan saling menatap sambil tersenyum. Mereka tengah berjalan di koridor dengan tangan yang saling menggenggam.
Hari ini adalah hari terakhir mereka menjalani UAS. sebuah senyuman terukir indah dari bibir Dea, ketika dia berhasil menyelesaikannya dengan baik karena bantuan Kara.
Mereka berhenti dan saling berhadapan. Kara tersenyum dan begitu juga Dea. Kara menepuk bahu Dea pelan. "Selamat untuk kita berdua! Karena sudah menyelesaikan UAS dengan penuh tantangan," kata Kara yang dibalas anggukkan oleh Dea.
"Terima kasih, Kara. Karena sudah ada di samping aku selama ini," balas Dea.
Kara mengangguk dan tersenyum. "Masih ada beberapa ujian lagi buat kita lulus," Kara mengelus pucuk kepala Dea.
Wajah Dea seketika berubah datar. "Kita pulang sekarang, ya! Aku capek pengen istirahat," ujar Dea sambil memegang kepalanya yang sedikit pusing.
Kara menatap Dea yang terlihat pucat. Kara mengangguk dan kembali menggenggam tangan Dea. "Ayo! Kita pulang dan istirahat. Biar kamu cepat sehat. Minggu ini kamu harus transfusi darah, kan?" tanya Kara yang diangguki Dea.
Saat mereka hendak berjalan sebuah tangan mendarat dan memisahkan genggaman mereka. Dea dan Kara langsung berbalik badan dan menatap terkejut dua orang di depan mereka. "Redio, Randy!" ujar mereka serentak.
Redio dan Randy menatap mereka tajam. Redio menunjuk wajah Dea. "Berapa kali gue bilang jangan pernah deket sama, Kara. Lo tolol!" teriak Redio.
Kara terlihat tak terima dan langsung menepis tangan Redio. "Beraninya lo bentak Dea?!" Kara menunjuk Redio.
Redio melirik Kara. "Ingat, Kar! Lo susah sama siapa? Tapi ketika kita berdua ngingetin lo supaya gak deket-deket sama cewek pembawa sial ini lo malah gak peduli," tukas Redio.
Dea menunduk sambil menangis tanpa isakan. Sedangkan para murid yang berlalulalang berhenti dan menyaksikan kejadian adu mulut itu.
Kara benar-benar tersulut emosi. "Red, Ran! Apa yang kalian tahu dari Dea, hah? Enggak! Kalian gak tahu apapun!" tukas Kara.
![](https://img.wattpad.com/cover/233577417-288-k739162.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
[✔️terbit] 1. The Girl That Hurt
Teen Fiction(𝐒𝐮𝐝𝐚𝐡 𝐭𝐞𝐫𝐛𝐢𝐭 𝐭𝐞𝐫𝐬𝐞𝐝𝐢𝐚 𝐝𝐢 𝐒𝐡𝐨𝐩𝐞𝐞 𝐅𝐢𝐫𝐚𝐳 𝐌𝐞𝐝𝐢𝐚-𝐏𝐚𝐫𝐭 𝐦𝐚𝐬𝐢𝐡 𝐥𝐞𝐧𝐠𝐤𝐚𝐩) "Anak pembawa sial!" Tuttttt .... Iya. Aku adalah anak pembawa sial dalam keluarga. Namun, dulu aku adalah seorang gadis kecil ya...