3- Tatapan Kara

2.4K 169 9
                                    

"Karena dia, aku punya semangat hidup kembali."

***

Sejak pertemanannya bersama Abdil di taman belakang sekolah. Perundungan untuk Dea sedikit berkurang. Mungkin karena Abdil selalu bersama dengan Dea, karena Abdil adalah salah satu laki-laki populer di SMA Buana Bandung.

"Dea, ke kantin, yuk," ajak Abdil. Cowok itu selalu saja mengajak Dea pergi ke kantin setelah mereka resmi berteman.

"Nggak," tolak Dea cepat.

Dea masih dengan sifat datarnya, walau terkadang Dea selalu tersenyum kecil karena guyonan Abdil.

"Dea, bosan tahu gue di kelas terus," keluh Abdil.

"Aku mau makan bekal," jawab Dea masih duduk di bangkunya.

"Dapet bekal lagi?" Abdil terkejut.

Sampai sekarang Dea tak berani bertanya pada Abdil mengenai orang yang mengirimnya bekal. Namun, sampai sekarang juga Dea masih mengira Abdil adalah orangnya. Di sisi lain Abdil seolah bukanlah sang pelaku.

"Iya."

"Ya udah, makan di kantin aja," kekeh Abdil.

"Aku ke taman,"

"Gak bosan?"

"Nggak. Itu tempat favorit aku,"

"Lo gak mau ke kantin karena takut kena bully?"  Dea terdiam sambil menunduk. Itu benar, dan itu yang dia takutkan.

"Dea. Gue udah berapa kali bilang, jangan pernah lo menghindar dari mereka. Kalo lo semakin menghindar lo bakalan kelihatan seperti cewek lemah," tutur Abdil.

"Kamu gak ngerasain apa yang aku rasain, Dil," jawab Dea. Matanya sudah berkaca-kaca. Dea melirik ke arah Abdil yang duduk di sampingnya.

"I Know Dea. Mungkin gue memang gak tahu apa masalah lo yang membuat mereka membully dan yang mereka bilang itu bohong," jelas Abdil.

"Yang mereka bilang bener, kok," pungkas Dea. Dia berusaha untuk tidak menangis.

***

Dea tengah berjalan bersama Abdil, menyusuri lorong sekolah yang cukup panjang untuk menuju tempat yang Dea inginkan.

"Ada cewek pembawa sial sama musuh kita, nih, anak basket," ucap seorang siswa yang tempo hari membully dan menghina Dea.

Kara Jaya Putra. Ketua band di SMA buana cukup terkenal karena ketampanannya. Namun, dia adalah seorang lelaki dingin dan tegas pada semua orang.

Redio Agla. Sering dipanggil Dio. Dia sahabat Kara dan salah satu orang yang sering membully dan menghina Dea.

Randy Jawara. Si mulut cabai yang profesional ketika berkata kasar pada seseorang.

Band trio cool adalah julukannya dan anak basket adalah musuh bebuyutannya karena suatu permasalahan. Satu sekolah hanya nama, padahal mereka tak pernah berdamai.

Langkah Abdil dan Dea terhenti. Dea Menunduk di belakang tubuh Abdil sambil mencengkram erat kotak bekalnya.

Abdil hanya memasang wajah garang. "Jaga bacotan lo, Red!" peringat Abdil dingin.

"Sejak kapan, sih, cowok populer mau temenan sama anak gelandang kayak dia?" Randy terbahak akan ucapan pedasnya sendiri.

Kara, lelaki itu hanya memandang suasana yang sedang panas dengan ekspresi datarnya. Tatapan Kara terhenti di gadis yang sedang berdiri ketakutan di belakang Abdil. Terlihat bahu Dea yang bergetar, serta air mata yang menetes perlahan mengenai sepatu.

"Jaga ucapan lo, Ran! Dia juga manusia punya hak untuk berteman. Bukan malah lo berbuat tidak adil sama dia," terang Abdil tegas.

"Bacot. Ingat, ya, lo itu musuh kita, dengan lo gaul sama cewek ini malah bikin kita gampang untuk menghina lo juga," tantang Dio lempeng.

"Ekh, Dea. Mama lo marah, ya, karena lo udah bunuh calon anak impiannya." Randy berkata lantang.

Abdil melotot saat mendengar ucapan itu, lalu menoleh ke arah Dea. Isak tangis Dea terdengar pilu. Semua murid kembali mengerubungi mereka. Dea malu. Dea sakit hati, semuanya tidak tahu hal apa yang terjadi sebenarnya.

Dea rapuh, dia pikir semuanya akan usai setelah ia mendapatkan teman, tapi ternyata tidak.

"De-a," panggil Abdil lirih sambil memegang bahu Dea. Dea menggeleng sambil menunduk.

"Pake nangis. Emang benerkan!" teriak Dio.

"Sialan mulut lo!" teriak Abdil sambil berbalik badan.

Kara yang melihat suasana itu langsung angkat bicara. "Ran, Dio. Cabut!" perintah Kara begitu dingin.

Semuanya diam, kecuali. "Kenapa, Kar, apa lo kasihan sama Dea?" tanya Randy.

Kara mengepalkan kedua tangannya. "Cabut Redio Agla. Randy Jawara!" perintah Kara tegas yang membuat sang empu diam tak berkutik.

Sebelum Randy, Redio dan Kara berjalan meninggalkan semua orang yang mengerubungi mereka. Dea terlebih dahulu berlari menerobos kerumunan, meninggalkan Abdil yang terkejut dengan apa yang dia lakukan dan tak sengaja Dea menjatuhkan kotak bekal tepat di sebelah kaki Kara.

"Dasar aneh," sorak seluruh siswa. Mereka hanya memandang kepergian Dea yang berlari ke arah taman belakang yang penuh kesunyian.

Abdil berlari menyusul Dea. Semua orang perlahan membubarkan diri mereka masing-masing.

Dio dan Randy juga pergi. Berbeda dengan Kara yang masih memandang ke arah sepatunya. Di pandang begitu lama kotak bekal yang jatuh di sebelah kakinya, akhirnya Kara mengambil kotak bekal itu lalu pergi meninggalkan tempat yang sekarang berubah menjadi sunyi setelah Dea pergi.

***

Semangat itu kembali kelam karena aku kembali menikmati bullyan dari semua orang.

Deandra Briana.

_________ ___________

Salam

Merpati yang pergi

Tbc💙

[✔️terbit] 1. The Girl That HurtTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang