52. Meriam Aldebaran

43 12 7
                                    

"Menebas Jiwa-jiwa Yang Kotor: Sabit Malaikat Maut," ucap Bang Samsul. Kedua tangannya memancarkan cahaya biru kehijauan——tosca. Lalu cahaya menghilang dan menampilkan dua sabit hitam besar yang ujungnya tersambung oleh rantai berduri.

"Membara di Langit Senja Dengan Udara Panas: Pedang Naga Matahari," ucap Bang Ahad. Seekor naga panjang dengan sepasang sayap besar di bagian atas tubuhnya terbentuk dari api yang keluar dari telapak tangan Bang Ahad. Dia meliuk-liuk di udara, lalu melesat kembali ke telapak tangan Bang Ahad. Sebuah pedang besar sepanjang seratus lima puluh sentimeter muncul dari api tersebut. Bang Ahad memutar-mutarnya seolah pedang itu sangat ringan. Kemudian membuat pose siap menyerang.

Tubuh Bang Ajun berpendar berwarna kuning pucat, lalu warnanya berubah menjadi perpaduan antara warna ungu muda dan ungu tua. Cahaya itu membesar, lalu mengecil dan menghilang. Menampakkan tubuh besar Bang Ajun yang membesar menjadi setinggi dua belas kaki. Rambutnya yang pendek berubah menjadi putih dan terangkat ke atas, seperti Goku yang sedang dalam mode Manusia Super Saiyan. Dari ujung jari kaki sampai bawah pusarnya diselimuti oleh sesuatu yang mirip kulit buaya berwarna hitam, hanya saja teksturnya lebih tajam. Begitu pula dari ujung jari tangan sampai ke sikutnya, dan beberapa bagian tubuhnya yang lain. Ada sayap kelelawar kecil di punggungnya——aku pikir sayap itu terlalu kecil untuk membawanya terbang. Telinganya mirip seperti telinga peri yang mengerucut, hanya saja warnanya hitam, dan ada kulit buaya hitam di sekitarnya. Sekarang tato bulan sabit di dahinya menghadap ke sebelah kanan, dan berwarna ungu. Begitu pula dengan warna iris matanya yang bersinar berwarna ungu.

"Siksaan Jahanam: Pedang Matahari Hitam," ucap Bang Sony. Api hitam tiba-tiba muncul di tangan kanannya, dan memanjang membentuk sebuah pedang. Bang Sony menggerak-gerakan api itu seolah sebuah pedang. Lalu api menghilang dan menampilkan pedang hitam ramping sepanjang seratus lima puluh sentimeter. Ada enam mata rantai di ujung pegangannya. Dan pedang itu terlihat rapuh, ada banyak sekali retakan-retakan di bagian bilahnya.

Mereka berempat melesat ke arah meteor yang dibuat dari ketapel. Bang Samsul tiba-tiba melewati meteor pertama, dan tiba-tiba api yang menyelimuti meteor itu padam. Disusul oleh batu besar yang tiba-tiba berubah menjadi kerikil-kerikil kecil yang berhamburan.

"Hebat, dia memotong batu besar itu menjadi kerikil," decak Ilham.

Bang Ahad sampai di hadapan meteor lain——ngomong-ngomong aku baru sadar jika di punggungnya ada sayap besar yang terbuat dari api. Bang Ahad mengayunkan pedangnya. Sebuah naga api raksasa dengan sayap lebar di bagian atasnya keluar dari ayunan pedang itu. Naga yang terbuat dari api tersebut menabrak meteor dengan mulutnya yang terbuka. Meteor tiba-tiba bercahaya sangat terang, dan meledak.

Bang Ajun sampai di tengah-tengah meteor ketiga dan keempat. Dia mengerang sambil memukul dua meteor itu dengan kedua tangannya yang diselimuti kulit buaya berwarna hitam. Meteor itu retak dan hancur menjadi beberapa bagian. Lalu sebuah sinar, perpaduan antara warga ungu tua dan muda juga indigo, keluar dari ujung kepalan tangannya. Sinar itu bersinar lurus dan menghancurkan bagian-bagian dari dua meteor yang baru saja dia hancurkan.

Bang Sony pun tidak mau kalah. Dia berdiri di tengah-tengah dua meteor terakhir. Lalu menebas dua meteor itu sekaligus. Api hitam tiba-tiba menyelimuti ujung kedua meteor tersebut. Tak lama kemudian meteor itu menghilang, seperti terhisap oleh sesuatu——sama seperti saat dia melenyapkan dua ular yang mengejar kami, tadi.

Sekarang Tristan yang berdecak. "Mereka berempat benar-benar keren."

"Dan tampan. Tentu saja," ucap Diana.

"Terlihat mapan dan dewasa," ucap Derina.

"Cocok untuk dijadikan suami," ucap Dinda.

Tunggu. Bukankah seharusnya mereka terkejut dan syok dengan apa yang sedang mereka lihat? Tapi ini? Mereka malah salah fokus ke wajah sepupu-sepupuku. Sebenarnya ini cukup bagus juga, mereka tidak akan gila karena melihat kejadian nyata di layar hologram yang memiliki bentang layar lima puluh inci, dan kejernihan gambar setara dengan 16k yang ada di hadapan mereka.

Aran Alali #1: Hujan Darah IblisTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang