🍉 Keep Your Type, Who's She?

12.8K 593 34
                                    

22 || KEEP YOUR TYPE, WHO'S SHE?

Tatapan heran sekaligus bingung terus dilayangkan remaja-remaja yang tengah berkumpul di suatu tempat. Mereka menatap ke objek yang sama. Ketua mereka yang datang ke markas membawa bocil yang masih ngedot.

"Ini tuyul siapa anjir yang lo bawa?" kejut Galih, setelah sejak tadi diam memperhatikan wajah Lucio yang tengah asyik menyedot susu dari dotnya.

"Anak lo udah segede ini? Cepet banget njir," timpal Candra, menggaruk kepalanya bingung.

Barra mendengkus pelan mendengar komentar-komentar teman-temannya yang tak jauh-jauh dari pertanyaan siapa Lucio.

"Ponakan Alea," sahutnya singkat, menoleh ke samping dimana Lucio tengah bersandar di sofa seraya menikmati dot susunya sekaligus bermain game dari HP-nya. Bukan lagi Barra, malah Lucio yang terlihat seperti bos di sini. Dia yang menggunakan lengan Barra sebagai bantal, seenaknya memainkan ponsel Barra yang mendadak banyak game anak-anak karena ulahnya.

Gavin membelalak kaget. "anjay. Lu ponakan Alvino Cil?" kejutnya, bertanya pada Lucio.

"Cal cil cal cil, sok asik," sinis Lucio tanpa mengalihkan fokusnya pada HP sang paman.

"Buset pedes bener mulutnya," gumam Gavin seraya mengelus dadanya.

Barra sendiri sudah menoyor jidat keponakannya yang berani-beraninya berkata ketus pada sahabatnya. Bocah itu mengaduh kecil, mengusap jidatnya dengan raut kesal. 

"Bilangin tuh sama Om lu. Diajak makan malam romantis sama Om Barra gitu," gurau Galih menatap usil ke arah Barra.

Barra melotot garang ke arah Galih. Hendak menabok mulutnya, namun tangannya tengah ditindih kepala Lucio, membuatnya tidak bisa leluasa bergerak. Bisa saja dia melakukannya dengan tangan yang satunya, namun Galih berdiri cukup jauh darinya. Dia tidak bisa menjangkau.

"Om Barra mau dinner romantis sama Om Vino?" tanya Lucio polos, mengangkat wajahnya hingga bertatapan langsung dengan wajah Barra.

Raut Barra tak bersahabat. Ia menatap datar wajah Lucio yang berada tepat di bawahnya. "Ngomong sekali lagi coba," suruhnya ketus. Lucio yang tahu Barra tak suka dengan ucapannya, buru-buru bungkam, kembali memainkan gamenya.

"Minggir ah pegel tangan gue." Barra menggoyangkan pelan tangannya, berharap Lucio menarik kepalanya dari sandaran lengannya.

Bocah itu menggeleng tak mengindahkan kemauannya. "Nggak ah. Enakan gini."

"Barr Bar. Sejak kapan lo jadi babunya bocil," ejek Panji yang baru tiba setelah mengambil camilan dari kulkas. Dia heran, bisa-bisanya cowok itu mau merelakan tangannya pegal dijadikan sebagai sandaran anak kecil. Dia juga tahu, Barra tipe orang yang sangat tidak suka dengan anak kecil. Katanya, mahluk itu berisik, banyak mau, ngelunjak, dan istilah-istilah hujatan yang lain.

"Udah bucin kali sama bininya. Makanya mau-mauan jadi babunya bocil," imbuh Gavin, semakin tertarik menggoda Barra. Dia ingin melihat sejauh mana Barra bisa menahan emosinya untuk tidak meledak di depan anak bocah.

"Anjing lo pada." Bukan lagi tatapan tajam, melainkan umpatan.

Lucio terkejut mendengar Barra menyebut istilah anjing, padahal di sini tidak ada hewan itu. "Mana anjingnya Om?" tanyanya celingukan. Selain penyuka kucing, Lucio juga suka anjing. Sayang, dia tidak boleh lagi memelihara hewan itu di rumah. Dulu dia sempat punya anjing peliharaan. Namun setelah anjingnya mati karena terserang virus, Lucio dilarang lagi memeliharanya karena takut tidak bisa menjaganya dengan baik.

ALEA'S Journey Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang