Sepertinya mulai menuju konflik xixixixi. Tenang gais, konfliknya seringan bulu ketek.
38 || I HOLD YOUR TRUMP CARD
Untuk beberapa saat, perempuan berpiyama hitam itu duduk termenung di atas tempat tidur sembari menunggu nyawanya benar-benar berkumpul. Ia menatap sekeliling, kemudian menghela napas panjang.
Silaunya sinar matahari memaksa matanya yang sebenarnya masih ingin terpejam jadi harus terbuka. Jarum jam bahkan sudah menunjuk angka tujuh. Alea bangun selambat itu lantaran benar-benar nyaman dengan lelapnya semalam.
Enggan membantah, Alea mengaku berubah menjadi pemalas saat tinggal di rumahnya sendiri.
Saat menoleh ke samping, rupanya ada sosok lain yang lebih malas dari dia. Barra masih mendengkur cukup keras seraya memeluk erat guling dan tidur menghadap ke arahnya. Cowok itu terlihat kalem saat tertidur. Alea mengakui itu.
"Bar. Jam tujuh." Dengan malas, Alea mengguncang lengan Barra untuk membangunkan cowok itu. Selepas solat subuh tadi, mereka benar-benar kompak kembali ambruk di atas ranjang.
Padahal, Alea tahu itu bukan perbuatan yang baik. Tapi dia juga tidak tahu, dia benar-benar mudah sekali lelah dan mengantuk akhir-akhir ini. Rasanya Alea hanya ingin tidur dan melupakan semua aktivitasnya yang lain.
Malas membuang tenaga untuk membangunkan Barra yang bahkan masih mendengkur dan sama sekali tak merespon usahanya untuk membangunkan, Alea lalu memutuskan turun lebih dulu meninggalkan Barra. Saat ingin, cowok itu pasti bangun sendiri.
Mengikat rambutnya yang acak-acakan mirip singa mengamuk, Alea kemudian turun dari ranjang hendak mandi lebih dulu.
Ketika melucuti piyamanya, menyisakan lingerie peach yang senada dengan kulitnya, Alea menatap pantulan dirinya di depan cermin. Perhatiannya tercuri pada sesuatu yang menonjol sendiri di lehernya. Siapa yang memberi kissmark sebanyak tiga kali di leher mulusnya? Siapa yang memberikan tanda sampai semerah itu bahkan ketika pagi sudah menjelang?
Satu-satunya orang yang menjadi tersangka kuat adalah Barra. Memangnya siapa lagi yang semalam bersamanya? Tapi, seingatnya, semalam Barra hanya tidur memeluknya. Meskipun cowok itu meringkuk di pelukannya, mungkinkah wajahnya yang tenggelam di caruk lehernya, mencuri kesempatan?
Enggan membebani pikiran, Alea memutuskan mengabaikan. Ia lalu menatap perutnya yang benar-benar terlihat membuncit. Memperhatikan dengan jeli, sesekali perut itu bergerak-gerak. Mungkinkah bayinya menendang di dalam sana? Ia merasakan sampai sejelas ini.
Tak dapat menahan senyum haru, Alea sampai hampir menangis. Katakanlah dia lebay, dia bahkan merasa hormonnya benar-benar tidak stabil. Hanya karena hal-hal kecil seperti melihat cicak terjepit pintu, Alea ingin menangis.
"Sayangnya Mama, nanti kalau keluar mau panggil Mama apa, hm? Mama maunya sih dipanggil kanjeng ratu sama kamu. Kamu mau nggak?"
Sementara di kamar mandi Alea asyik mengobrol sesekali terkikik dengan anaknya yang masih di dalam kandungan, Barra yang sebenarnya sudah bangun beberapa saat yang lalu kini duduk di atas ranjang sembari meringis kecil.
Bukan tanpa sebab ia pura-pura masih tidur ketika Alea membangunkan tadi. Mendadak, Barra jadi malu dengan dirinya sendiri saat teringat bagaimana konyolnya dia tadi malam.
KAMU SEDANG MEMBACA
ALEA'S Journey
Genç KurguUntuk sesaat, gadis yang saat ini tengah berdiri di balik jendela kamar seraya memegang cangkir seduhan coklat hangatnya itu memilih bersikap jahat dengan membenci Tuhan. Alea namanya. Ia telah salah mengambil keputusan untuk menemani sang sahabat...