°4. Bunga.°

2.7K 159 8
                                        

SAYA JANJI AKAN VOTE--!
BODOAMAT UDAH JANJI

•••

"Kalau udah jadi pacar, boleh?" goda Samuel lagi. Anya terdiam sejenak, ia tidak langsung baper. Ia menabok keras lengan Samuel.

"Dega kadal!" pekiknya sembari berkacak pinggang. Samuel mengelus-elus lengannya yang sakit. Ia menatap Anya dengan menaikkan satu alisnya.

"Gue cuma baperin. Otw tinggal pergi setelahnya." Anya memutar bola matanya malas. Ia kembali menyeruput es kopyornya.

"Lagian lo udah cium gue duluan, tanpa sadar." Anya membulatkan matanya, ia kembali berkacak pinggang dan menghadap Samuel. Sorot matanya tajam.

"Itu bukan ciuman! Bekas lipstik!" tegas Anya.

"Sama aja."

"Beda."

"Sama, pakai bibir juga kan?" Anya langsung diam, memilih meredakan emosi nya. Ia mengamati sekitar, banyak anak kecil bermain layangan di lapangan.

Dan warung pak Tarno pun terlihat sangat ramai pengunjung. Khususnya cowok-cowok remaja.

"Ayo pulang," ajak Samuel. Setelah motor Anya diisi bensinnya. Samuel naik ke atas motor Anya, diikuti oleh Anya. Gadis itu duduk miring.

Mata Samuel melirik Anya dari kaca spion. Lantas ia melepaskan jaketnya. Memberikannya pada Anya, gadis itu tidak langsung menerimanya.

"Nggak usah sok jadi cowok sejati gitu deh," cibir Anya. Membuat Samuel menoleh.

"Iya udah." Samuel kembali menarik jaketnya. "Pesen gue, jangan jadi cewek murahan. Jangan gampang ngumbar aset tubuh lo. Jaga buat yang berhak ngelihat."

Anya terdiam, ia menatap pahanya yang tersingkap. Rok sekolahnya memang pendek, membuat ia selalu kesusahan jika naik motor. Alhasil, Anya mengalah dan mengambil jaket Samuel.

"Lain kali pakai mobil. Jadi cewek yang kalem," sinis Samuel sembari menyalakan motor Anya.

"Gue bisa jadi kalem, bar-bar atau apapun semau gue ya!" Samuel menghela napas panjang, ia kembali menolehkan kepalanya ke belakang. Senyum miringnya terukir.

"Tapi lo nggak akan bisa jadi pacar gue." Anya melotot tajam, tangannya terkepal erat. Ia menarik napas dalam-dalam, mencoba sabar menghadapi Samuel.

"Gue nggak sudi jadi pacar lo, Pandega!"

•••

"Heeh berhenti!" teriak Anya sembari menepuk pundak Samuel. Reflek Samuel menghentikan motornya, membuat Anya sedikit terdorong ke depan.

"Apa?"

"Sampai gerbang aja. Ngapain bawa motor gue masuk rumah lo?"

"Dari gerbang ke teras rumah gue itu jauh. Bisa tiga puluh menit lebih kalau jalan." Anya terkaget, ia turun dari motor dan mengamati rumah Samuel. Sangat sangat sangat megah, jauh lebih megah dari rumahnya.

Anya paham, sudah pasti halaman dan luas rumah cowok itu sangat besar. Di rumahnya saja tersedia lift, apalagi di rumah Samuel. Mungkin saja di dalam rumah bisa traveling menggunakan mobil.

"Cih sultan," cibir Anya lalu naik ke atas motornya lagi. Samuel tidak mempedulikan Anya, ia langsung membawa motor itu masuk ke rumahnya setelah gerbang dibuka kan.

Benar kata Anya, halaman nya sangat luas dan indah. Banyak bungan tertata rapi, mata Anya berbinar melihatnya. Tak lama, mereka sampai di teras rumah Samuel. Megah!

"Dega! Bunga, gue mau!" pekik Anya kegirangan. Samuel turun dari motor diikuti Anya. Menatap bunga-bunga di sekelilingnya.

"Dilarang merusak tanaman!"

PANDEGATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang